Apa Salahnya Bersatu?
Hutan tropis yang selalu rindang menambah suasana hangat di pagi itu. Di pusat hutan, terdapat Kerajaan Vrede yang dikelilingi gunung hijau dan aliran sungai yang cukup jernih. Para warga hidup damai di sana. Jika dilihat dari atas, kerajaan ini sangat hijau, karena banyak pepohonan yang mengitari kerajaan. Para penduduknya adalah sekumpulan rusa yang ramah dan selalu tersenyum. Banyak peraturan yang harus ditaati oleh penduduknya agar kehidupan berjalan teratur. Walaupun begitu, para rusa sangat antusias untuk melaksanakan peraturan yang ada. Di dalam kerajaan ini, ratusan prajurit yang terlatih dikerahkan untuk menjaga lingkungan Kerajaan Vrede. Jika akan kedatangan tamu, prajurit-prajurit siap untuk memeriksa dan mengintrograsi tujuan mereka mendatangi Kerajaan Vrede. Para tamu biasanya ingin bekerja sama dengan Raja Merry untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Tidak ada yang dikhawatirkan para penduduk, kecuali gerombolan hyena dari negeri gersang yang selalu lapar dan ingin memangsa daging empuk rusa. Mereka adalah warga bertaring panjang yang memiliki kecepatan lari melebihi batas.
Kerajaan Vleesetend, kerajaan para hyena terkenal buas memangsa kawanan hewan lainnya yang cukup lemah. Sudah beberapa kali mereka memusnahkan kehidupan di kerajaan lainnya. Namun, untuk kali ini Kerajaan Vrede sangat khawatir karena satu-satunya kerajaan yang mungkin menjadi santapan lezat para hyena. Terdengar kabar bahwa Kerajaan Vleesetend akan berbincang sejenak dengan Raja Merry. Mengetahui hal itu, para penduduk waspada dan memperketat keamanan. Tidak dengan Raja Merry yang aman-aman saja untuk berbincang dengan kawanan buas. Memang, Raja Merry adalah raja yang sangat bijaksana dan tak pernah menuduh seseorang yang berbuat kejahatan. Esok adalah pertemuan antara Raja Merry dengan Raja Feroce dari Kerajaan Vleesetend. “Seluruh pelayanku, esok adalah pertemuan yang sangat penting maka, siapkanlah semua hidangan dan ruangan untukku,” pinta Raja Merry. “Baiklah tuanku,” seluruh pelayan pun langsung bergegas menyiapkan semuanya.
Berbeda dengan keluarga rusa yang satu ini. Rumah ini sangat mungil, di mana tempat mereka melepas semua penat setelah bekerja seharian. Mereka sangat cemas akan kedatangan Raja Feroce besok pagi. Sang ayah dan sang ibu terlihat bingung apa yang ia lakukan saat anaknya diterkam oleh kawanan hyena. Anaknya bernama Cervo yang masih lemah untuk berlari. Cervo sudah biasa ditinggal oleh orang tuanya, sungguh anak yang pemberani. Malam itu, mereka makan malam seperti biasanya. Namun tiba-tiba saja Cervo bertanya, “Ibu, bagaimana jika aku akan mati meninggalkan kalian semua atau justru sebaliknya?” Sang ibu langsung menitihkan air mata seketika mendengar kalimat itu. “Tidak sayang, kami adalah keluarga yang sangat harmonis, tidak boleh satu pun dari kita yang tiada,” begitu jawabnya sambil mengusap air mata yang mengalir deras dari tadi. Ayah hanya terdiam membisu memikirkan sesuatu yang ada di benaknya. Malam itu, orang tua Cervo tak tahu bagaimana caranya menghentikan pikiran negatif mereka. Hanya berguling ke kanan dan ke kiri tak bisa tidur.
Terompet dibunyikan tanda Raja Feroce bertamu dengan Raja Merry. Penduduk rusa begidik ketakutan melihat ganasnya wujud seekor hyena. Tak lama kemudian, Raja Feroce menyampaikan tujuannya dengan berpidato. Rasa lega menyelimuti para penduduk, karena maksud dan tujuan Raja Feroce untuk saling berdamai satu sama lain. Setelah pidato usai, Raja Feroce dipersilahkan untuk memasuki ruangan Raja Merry. Sedangkan para penduduk kembali beraktivitas melaksanakan pekerjannya masing-masing. Rasa cemas tetap menyelubung di benak pikiran keluarga Cervo. Orang tua Cervo yang biasanya berladang kini berdiam di rumah menjaga anak semata wayang mereka agar terbebas dari santapan hyena yang garang. Saat orang tuanya tidur teringat semalaman mereka terbangun, dengan berani Cervo keluar rumah untuk bermain dengan temannya, Gio. Gio adalah sahabat dekat Cervo sejak ia kecil. Mereka bagai dawat dengan kertas, yang ke mana-mana selalu bersama.
Para penduduk kalang kabut berlarian kesana kemari melihat kawanan hyena menyerang wilayah mereka. Cervo yang sedari tadi asyik bermain dengan Gio bingung harus ke mana. Cervo yang tidak bersama orang tuanya langsung berlari ke mana pun arahnya. “Cervo di mana?” tanya ayah yang khawatir. Ibu menjawab “Kita harus mencari Cervo entah ke mana dia pergi.” Tak tahu arah, di tengah perjalanan mencari Cervo, mereka dihadang oleh tiga ekor hyena yang bertubuh besar. Mereka sudah tidak dapat melakukan apa-apa. Alhasil, orang tua Cervo mati dicabik-cabik oleh kawanan hyena. Langkah yang tertatih-tatih dengan kaki mungilnya, Cervo berusaha berlari secepat mungkin menghindari kawanan hyena. Ternyata, Gio sahabatnya sudah tiada sejak seekor hyena menyantapnya. Kabarnya, Raja Merry juga tewas di tangan Raja Feroce. Hancur sudah kehidupan di kerajaan Vrede ini. Hanya Cervo yang tersisa dari ratusan penduduk rusa bersama kumpulan hyena lainnya yang masih lapar.
“Dap,” tak sengaja kaki Cervo menginjak kaki hyena yang sedang mencari mangsa. Seekor hyena langsung menerkam tubuh mungil Cervo dengan sigapnya. Tak sampai taring panjangnya di leher Cervo, ia berujar, “Wahai santapan terakhirku, apa yang ingin kau lakukan setelah aku menelanmu?" Dengan gugup Cervo menjawab, “Aku akan hidup damai dengan ayah dan ibuku.” Mendengar itu, seekor hyena melepaskan cengkramannya karena teringat ayah ibunya yang meninggal semenjak ia masih berumur dua bulan. Tak tega, hyena mencoba menahan perut yang sedari tadi sudah keroncongan. “Hai, aku Ce-Cervo,” dengan gagap ia mengulurkan tangannya pada seekor hyena untuk berjabat tangan. “Nione,” jawabnya membalas jabatan tangan Cervo dengan tatapan sinis. Cervo berusaha melupakan kata “lapar” di pikiran Nione agar tak terjadi apa-apa. Cervo mengajaknya berkeliling hutan sambil sekali-kali melihat Nione. “Arghhh,” teriak Nione kesakitan terjebak dalam perangkap pemburu hutan. Tak berpikir panjang, Cervo menyelamatkannya dengan bekal pernah diajari sang ayah untuk membebaskan diri dari perangkap buatan manusia yang kejam. Perlahan, Cervo mulai melepaskan jaring-jaring di kaki Nione. Tak sadar, Nione tersenyum samar ke arah Cervo yang sibuk membuka jaring-jaring. “Terima kasih,” ia berkata dengan nada menahan malu.
Mereka saling berbincang-bincang. Perut yang terus keroncongan terdengar dari Nione. Cervo mulai waspada bila Nione mulai memajukan langkahnya. Dengan kaki gemetaran, Cervo mulai menjaga jarak dengan Nione. “Bagaimana jika aku memangsa Cervo daripada aku mati kelaparan di sini?” batin Nione dalam hati. Dalam hitungan detik, Nione langsung menindih Cervo dengan cengkraman kaki yang sangat kuat di pinggir Cervo. “Mmmm, apa salahnya jika kita berdamai? Aku akan mencarikan makanan untukmu,” begitu ucap Cervo dengan lirih. Akhirnya, Cervo mencarikan bangkai hewan yang telah mati.
Pada akhirnya, mereka berkeliling hutan sambil menikmati indahnya senja sore itu. Tak terasa hari sudah malam, Cervo mengajak Nione beristirahat sejenak di bawah pohon rindang. “Kita bersahabat ya,” dengan percaya diri, Nione menjabat tangan Cervo. Perlahan, Nione menjadi sahabat yang baik dan tak pernah menyakiti hewan lain. Cervo dan Nione hidup berdampingan layaknya seorang kakak beradik.
Jika dalam kehidupan terlibat suatu masalah di kehidupan, cobalah untuk mengubah semuanya. Jangan jadikan suatu masalah atau perbedaan jadi penyebab utamanya. Berdamailah dengan diri sendiri atau orang yang terlibat.
Profil Penulis
Nama : Andini Putri Oktaviana
Kelas : 6.S2.3
No. Absen : 04
Tidak ada komentar:
Posting Komentar