Daftar Mata Pelajaran

Sabtu, 30 Maret 2019

Pelita Masa Depan untuk Pak Agus

Pelita Masa Depanku

Allah menciptakan matahari, 
yang tak pernah bosan bersinar,
seperti halnya semangat kasih sayangmu dalam mendidik kami.

Engaku pahlawan yang tak pernah mengharapkan balasan
Disaat kami tak mendengarmu
Engaku tak pernah mengeluh dan menyerah
Untuk mendidik kami

Jasanya untuk kami takkan pernah tergantikan
Kami ucapkan terima kaish untukmu, pelita hati, wahai guru
Ku ucapkan terimakasih untukmu.

Karya: Devy Maytara
No Abs: 06
Kelas: 6.S2.5

Kesanku padamu Wahai Inspirasiku untuk Pak Agus

Kesanku padamu Wahai Inspirasiku

Engkau bagaikan Cahaya
Yang menerangi Jiwa
Dari segala gelapnya dunia

Suci dan ikhlas pemberianmu
Dari kami yang buta menjadi tau
Suci dan ikhlas pengorbananmu
Tiada ternilai jasa baikmu

Setiap hari 
Kau curahkan ilmu
Untuk bekalku nanti
Engkau patriot pahlawan bangsa

Guru
Terima kasih ku ucapkan kepadamu
Atas segala jasa-jasa yang kau berikan 
Selama aku belajar di sekolah ini


Karya: Nasiffa Andiny Chandra Kirana
No Abs:23
Kelas : 6.S2.5
Puisi 
Terimakasih Guruku

Oh guruku…
Pekerjaanmu sungguh luar biasa
Ilmumu yang kau berikan sangat bermanfaat
Membuat kami menjadi pintar

Oh guruku…
Terimakasih ku ucapkan
Jasamu sungguh luar biasa
Ku tak akan bisa membalas kebaikanmu
Tetapi ku kan selalu mendoakanmu

Kesan : Semoga Pak Agus semakin bermanfaat bagi orang lain melalui ilmu yang bapak berikan dan semoga bapak nyaman di tempat yang baru dengan segala sesuatu yang baru.

Oleh : Diyan Febria Sandi (6.S2.5/07)

Jumat, 29 Maret 2019

Jasa guruku, untuk pak agus.

Jasa guruku

Pak Agus...
Terima kasih telah mengajarkan ku bahasa indonesia...
Terima kasih atas inspirasimu...

Wahai guruku...
Meskipun kau telah meninggalkan sekolah kesayangan kita semua....
Dan merantau pergi ke madura...
Jasamu tak akan pernah ku lupakan...

Pak Agus...
Tanpamu, aku tak bisa mengerti apa itu pelajaran bahasa indonesia...
Kau yang membuatku pintar...

Guruku...
Kau telah ikhlas mengajarkanku...

Semoga....
Saat pak Agus menjadi dosen...
Kenangan kami selalu terngiang dalam pikiranmu...
Maafkan segala kesalahan kami....
Semoga... Pak Agus tidak pernah melupakan kami...

Terima kasih wahai guruku, terima kasih atas jasamu...

Puisi untuk Pak Agus "Perpisahan"

Perpisahan

Perpisahan...
Maaf jika kami bersalah atas kelakuan kami.
Maafkan kami jika kami suka celometan.
Maafkan kami jika kami punya salah.


Terima kasih guruku atas jasamu .
Terima kasih karena telah membimbing kami dengan baik.
Mungkin kita akan berpisah sebentar.
Tetapi yang perlu kau ingat kami sangan menyangi mu.

Maafkan kami jika kami sering mengecewakan.
Terima kasih telah memberikan ilmu mu pada kami.


Kesan dan pesan: selamat menempuh tugas baru pak. Terima kasih atas semuanya Pak Agus.

 Puisi by: Aurora Endria An-Azzahra /6.S2.5 / 02



Jasa Guru

Jasa Guru

Guruku...
Terima kasih telah mendidik kami
Ilmu yang bermanfaat membuat kami
Berhasil meraih mimpi

Meskipun kau telah selesai mendidik kami
Jasamu akan selalu kami ingat
Meskipun kau tidak lagi mendampingi kami
Kami tetap akan mengingatmu


Sekali lagi...
Terimakasih telah mendidik kami dengan sabar
Semoga sukses di masa depan

Pesan dan kesan:

Untuk: Bapak Agus Purnomo Ahmad Pudikadyanto M.Pd

Terima kasih telah mendidik kami dengan sabar.  Terima kasih juga telah memberikan ilmu Bapak kepada kami.  Semoga sukses di masa depan,  semoga sehat selalu,  dan doakan kami supaya berhasil meraih mimpi kami. Terima kasih untuk segalanya,  dan jangan lupakan kami:)

Sekali lagi Terima kasih...

Dari: Driya Ayu Kirana
Kelas: 6.S2.5
No Absen: 08

Puisi untuk Bpk. Agus "Guruku"

                               Guruku

Guruku..
Engkau sungguh berjasa bagiku.
Engkau membimbing kami dengan sangat sabar.
Engkau memberi kami ilmu yang berguna.

Guruku..
Terima kasih atas ilmu yang kau berikan.
Terima kasih sudah mau memberi kami ilmu.
Terima kasih engkau tetap mau mengajar kami dengan sabar.

Terima kasih untuk engkau yang sudah meluangkan waktumu untuk mengajar kami.
Semoga kami dapat membanggakan engkau kelak.
Semoga engkau dan kami semua dapat menggapai segala impian kita bersama.


Pesan & Kesan
Untuk: Bpk. Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto M.Pd

Terima kasih pak atas ilmu yang telah anda ajarkan pada kami selama ini dengan sangat sabar menanggapi kami yang terkadang memperlakukan anda dengan tidak baik.
Semoga anda dapat menggapai segala impian anda di masa depan.

Terima kasih..

Nama: Safira Roichatul Jannah
Kelas : 6.S2.5 (28)

Puisi untuk Bapak Agus "Jasamu Jiwaku"

JASAMU JIWAKU
Tetesan keringat jerih payahnya
Kata "Lelah" tidak ada di kamusmu
Diajarkan ku berdoa dan bernyanyi
Ilmu kau berikan padaku
Sabar dan kerja keras pedomanmu
Kau selalu berdiri di belakangku
Mendorongku untuk tetap maju
Sungguh ku tak sanggup jika kau pergi
Karena jasamu adalah jiwaku
Bimbingannya akan selalu ku kenang
Terima kasih guruku....

Terima kasih Pak Agus, berkatmu diriku mulai menyukai mapel Bahasa Indonesia. Pak Agus selalu memberi kami inspirasi untuk tetap mengejar mimpi setinggi langit. Bahkan sekarang saya sangat suka membuat puisi, karena cita-cita menjadi seorang puitis. Terima kasih Pak Agus.
Semoga Pak Agus sukses di sana, dan jangan lupakan kita ya pak.

Puisi dari Parahita Putri Ayunda, kelas 6.S2.5, no 24, puisi ini ku persembahkan untuk guru kesayanganku, yaitu Pak Agus Purnomo Ahmad Putikadyanto.

Puisi perpisahan

Puisi

Esok mungkin adalah hari terakhir
Hari terakhir melihatmu disini
Jangan lupakan waktu waktu terakhir
Engkau mengajar kami dikelas ini
               
                 Ku ucapkan banyak terimakasih
                 Kini ku tak bisa lagi menahanmu
                Hanya jasamu yang takkan letih
                Yang akan dikenang oleh muridmu

Ku ucapkan selamat tinggal 
Para muridmu disini mendoakanmu
Maafkan sering membuatmu kesal
Jangan pernah lupakan muridmu


Kesan : Terimakasih Pak Agus sudah mengajar saya dengan baik, sehingga saya bisa mengerjakan dengan benar.

Pesan : Semoga Pak Agus sukses kedepannya, semoga betah mengajar di Madura. Jangan lupakan kami ya pak.

Dari : Jasmine Elvira G.S (14/6.S2.5)

Minggu, 17 Maret 2019

"KEADAAN BUKANLAH PENGHAMBAT KEBERHASILAN"

KEADAAN BUKANLAH PENGHAMBAT KEBERHASILAN

Ibuku adalah anak kedua dari 3 bersaudara dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Ibuku lahir di Malang 37 tahun yang lalu. Hidup di keluarga yang broken home tidak menghalanginya untuk selalu berprestasi di sekolah. Sejak duduk di bangku kelas 2 SMP keluarganya mulai tidak harmonis, namun beliau tidak pernah menunjukkan dan menceritakan permasalahan keluarganya  kepada orang lain.
Pada masa sekolah, beliau termasuk siswa berprestasi. Ibuku berusaha membuktikan bahwa permasalahan yang dihadapi dalam keluarga bukanlah menjadi penghalang baginya untuk tetap berprestasi. Sejak SMP ibuku sudah menunjukkan prestasinya dengan selalu menjadi juara kelas. Ketika duduk di bangku SMP itulah ibuku banyak belajar tentang arti kehidupan dari teman-teman sekelasnya yang kurang beruntung secara ekonomi dibandingkan ibuku. Meskipun mereka hanya anak sopir, anak tukang becak dan kuli bangunan, tetapi mereka semua tetap bahagia dan tidak pernah minder akan keadaannya. Hal ini yang membuat ibuku belajar untuk lebih bersyukur dan tidak gampang mengeluh akan permasalahan yang dihadapinya.
Lulus dari SMPN 1 Malang, beliau melanjutkan sekolahnya di SMAN 3 Malang. Saat SMA ibuku pindah rumah karena kakekku sudah pensiun dan harus keluar dari rumah dinas yang ditempatinya. Kemudian kakekku lebih memilih masa pensiunnya untuk kembali ke kampung halamannya di Ngawi. Keadaan ini membuat ibuku harus hidup mandiri terpisah dari ayahnya dan tinggal bertiga dengan adik dan ibunya, karena pada waktu itu kakaknya sudah bekerja. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, nenekku harus berjualan bubur dan gorengan di depan rumah. Penghasilan yang didapatkan pun tidak menentu. Ibuku harus benar-benar menghemat pengeluarannya. Untuk membeli buku paket saja ibuku harus merelakan anting-anting satu-satunya harus dijual. Bahkan pernah pada suatu hari ibuku kehabisan ongkos untuk pulang sekolah, akhirnya ibuku harus berjalan dengan jarak yang lumayan jauh dari sekolah agar bisa sampai di rumah.
Ibuku tidak pernah menjadikan keadaan tersebut sebagai alasan untuk membatasi dirinya meraih cita-cita. Ibuku selalu bekerja keras agar bisa masuk universitas yang diinginkan dan membuktikan pada orang tuanya bahwa dirinya mampu untuk berprestasi meskipun dengan keadaan seperti ini. Akhirnya kerja keras dan jerih payahnya membuahkan hasil. Beliau berhasil masuk Universitas Brawijaya Fakultas Perikanan melalui jalur PMDK.
Selain diterima di Universitas Brawijaya melalui jalur PMDK, beliau juga mendapat  beasiswa sebagai siswa berprestasi dari berbagai perusahaan. Beasiswa yang didapat inilah yang digunakan untuk membiayai kuliahnya hingga lulus. Beliau termasuk mahasiswi yang aktif berorganisasi dan beberapa kali dipercaya untuk menjadi asisten dosen. Ibuku benar-benar tekun dan rajin dalam belajarnya karena ingin lulus kuliah tepat waktu. Bahkan sejak kecil beliau sering merelakan waktu bermainnya bersama teman-temannya untuk belajar.
Kerja keras dan jerih payah ibuku ternyata tidak sia-sia. Ibuku berhasil lulus kuliah tepat waktu dan menjadi lulusan terbaik dengan gelar cumlaude di Universitas Brawijaya kala itu. Berkat  prestasinya ini kedua orang tua beliau benar-benar merasa bangga dan terharu. Apalagi beritanya masuk di dalam media masa, yang membuat kakek serta nenekku merasa tidak percaya dan terharu atas prestasi ibuku.
Ibuku berpesan, “Jangan mudah berputus asa dan merasa rendah diri atas apapun keadaan kita. Allah memberikan cobaan dan ujian kepada kita agar kita bisa menjadi orang yang lebih baik kedepannya. Terus bersyukur dan kurangi mengeluh karena sesungguhnya nikmat Allah jauh lebih besar jika kita mau berpikir. Keterbatasan dan permasalahan yang ada bukan menjadi penghalang untuk kita bisa berprestasi.”  Jadi kita tidak boleh banyak mengeluh atas keadaan kita, karena di luar sana masih banyak orang yang kehidupannya lebih susah dan mendapat cobaan yang jauh lebih berat dari kita.

Nabila Hasna Rafifah H. 8.9/19

Rabu, 13 Maret 2019

Buku, Tapai, dan Sepeda


Pendidikan memang menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan. Pendidikan dianggap menjadi akses utama dalam menempuh kesuksesan. Perjuangan dalam menempuh pendidikan tak semuanya berjalan mulus. Ada saja hal-hal yang membebani atau menghambat proses tersebut. Keterbatasan ekonomi misalnya. Hal itu juga yang dirasakan oleh seorang Ayah dari tiga orang anak  kelahiran tahun 1972 ini. Bapak Bangun Yulianto namanya. Semasa kecil, perjuangan beliau dalam menempuh jenjang pendidikan bisa dibilang cukup rumit dan susah.
Beliau adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Berbagi adalah hal yang utama dan yang pasti terjadi dalam keluarga beliau. Keluarganya berasal dari kelas bawah. Orang tua beliau hanya bekerja sebagai seorang guru, yang pada masa itu hanya dibayar dengan nominal yang sangat kecil. Apapun yang mereka lakukan harus dengan system berbagi, baik makanan, maupun transportasi.
Sarapan adalah hal umum yang dilakukan setiap orang untuk memulai aktivitas. Namun bagi beliau dulu, sarapan adalah hal istimewa yang dianugrahkan Tuhan kepadanya. Tak setiap hari ia mendapatkan jatah untuk sarapan. “Ibu, di mana sarapannya?” tanyanya. Lalu Ibunya menjawab, “Maaf nak, hari ini Ibu belum mendapat uang untuk membeli nasi. Yang Ibu punya hanya beberapa potong tapai goreng.” Pernyataan-pernyataan tersebut yang sering didengar oleh beliau. Sekadar untuk mengganjal lapar dan menurunkan nafsu makan sehingga tak perlu membeli makan siang.
Sudah dapat dipastikan bahwa jalur transportasi di desa dulu sangatlah minim. Tidak ada yang namanya jalan aspal. Yang ada hanyalah jalan berlumpur nan becek serta berbatu-batu itu. Dan itu yang harus ditempuh oleh beliau setiap harinya. Dengan jarak yang cukup jauh sekitar 5 km dari rumah, ia pergi bersekolah di pagi-pagi buta. Terkadang harus jalan kaki, terkadang juga meniki sepeda onthel tua yang dipakai untuk seluruh keluarga. Makanpun maximal hanya 2 kali sehari  karena tak memiliki biaya yang cukup.
Saat gurunya memerintahkan untuk membawa buku, beliau hanya mampu meminjam, tak mampu untuk membeli. Apalagi jika temannya tak mau meminjamkan, terpaksa beliau harus mengamati pelajaran dari jendela kelas. “ Permisi, boleh pinjam bukunya satu? Saya dan teman sebangku saya tak punya buku,” tanya beliau. “Kau ini, sudah sering meminjam, aku tak mau lagi meminjamimu! Merepotkan saja!” tolak salah satu temannya. Namun tak sampai di situ, ketika ada penarikan biaya sekolah, ia baru mampu membayar setelah 6 bulan. Ayahnya harus bekerja keras terlebih dulu.
Ia menempuh tiap jenjang pendidikannya dengan rumit dan penuh perjuangan. Ayah beliau pernah berkata sewaktu ia merasa lelah untuk belajar, “Ilmu itu untuk kehidupan. Tanpa ilmu taka da kesuksesan. Tidak apa-apa jika kita bersusah-susah sekarang. Namun Ayah yakin bahwa suatu saat nanti semua anak Aya pasti sukses.” Dan itulah yang menjadi motivasi beliau dalam menuntut ilmu sampai dapat lulus S2 dengan menggunakan beasiswa.
Pendidikan merupakan kunci untuk sukses. Dukungan orang lain, motivasi diri, dan kegigihan akan membuahkan kesuksesan. Jangan pernah menyerah dalam menempuh pendidikan, Jangan acuhkan segala hambatan dan juga perkataan orang sekitar yang melemahkan tekad kita.

Oleh : Atya Danastri Masantika VIII.9 /05
Narasumber : Bapak  Ir. Bangun Yulianto


Selasa, 12 Maret 2019

’KESUKSESAN ANAKKU ADALAH KEBERHASILANKU”


‘’KESUKSESAN ANAKKU ADALAH KEBERHASILANKU”
            Bagi kita, ayah merupakan salah satu orang paling penting di dalam hidup ini. Sama seperti halnya seorang ibu, seorang ayah pun memiliki cinta dan kasih sayang yang besar kepada anak-anaknya. Ia akan melakukan hal apapun demi kebahagiaan sang anak, bahkan sampai tidak memikirkan dirinya sendiri dan lebih mengutamakan kepentingan anak-anaknya. Seorang ayah merupakan kepala keluarga yang menopang dan menjadi sumber kekuatan untuk keluarganya.
            Selama ini mungkin kita mengenal sosok ayah dengan kepribadian yang kuat dan tegas. Ia yang selalu mengajarkan anak-anaknya untuk kuat dalam segala macam hal, mengajarkan sabar dan tabah akan masalah yang menimpa. Namun dibalik itu semua, seorang ayah pun memiliki hati yang lembut dan rapuh jika anak yang disayanginya bersedih.
            Seorang ayah akan memberikan semua yang terbaik kepada anak-anaknya. Ia akan memprioritaskan anaknya dibandingkan dengan dirinya sendiri. Bahkan untuk memberikan semua yang terbaik kepada anaknya, ia harus rela membohongi dirinya sendiri. Lelah yang dirasakannya ia sembunyikan dan itu semua ia lakukan hanya untuk sang anak. Segala macam keluh kesah yang dirasakannya pun tidak akan menjadi arti untuk dirinya, karena ia akan menjadi kuat hanya untuk membahagiakan anak-anak yang dicintainya.
            Terkadang sang ayah selalu keras kepada anak-anaknya. Dan itu semua ia lakukan bukan karena ia membenci sang anak, melainkan ia ingin anaknya tumbuh menjadi pribadi dewasa dan bertanggung jawab. Kebahagiaan anaknya adalah kebahagiaan untuk dirinya juga, oleh sebab itulah ia akan melakukan segala cara untuk kebahagiaan anaknya meskipun jalan yang dilaluinya tidaklah mudah.
            Seorang ayah mungkin jarang berbicara panjang lebar bila tidak ada keperluan atau pertanyaan pada diri kita. Tidak seperti ibu yang sibuk berbicara dan mengarahkan kita dengan banyak kalimat-kalimat pertanyaan penuh perhatian khas wanita, seorang ayah tidak memberikan perhatian dengan cara seperti demikian. Akan tetapi,  walaupun terlihat tenang dan kuat, seorang ayah tetaplah manusia biasa yang memiliki kata hati yang terpendam, kata hati ini adalah harapan dan doa untuk sang buah hati tercinta.
            Pada suatu hari, ada seorang anak perempuan yang bertanya kepada ayahnya. Ia menanyakan mengapa ayahnya ingin dirinya bisa sukses di kemudian hari, padahal ayahnya belum tentu merasakan kesuksesan yang diraih anaknya tersebut.
            Sang ayah pun menjawab, “Karena aku benci kekalahan, kekalahan tersebut adalah ketika diriku tidak berhasil mendidikmu dengan baik dan juga tidak bisa melihat dirimu tidak sukses, tapi aku berharap kau akan mengalahkanku dalam meraih kesuksesan."
Anak perempuan tersebut pun kembali bertanya kepada ayahnya, “Jadi, papa pasti akan sangat senang dan bangga jika aku sukses, bukan?”
“Tentu saja, kau adalah kebanggaan dan harapan terbesar papa, nak,” jawab sang ayah sambil tersenyum.
Mendengar perkataan sang ayah, anak perempuan tersebut tersentuh hatinya.
            Sudah menjadi hal yang wajar bagi setiap orang untuk memiliki keinginan berkompetisi mengalahkan yang lain dalam hal meraih kesuksesan. Tidak terkecuali untuk pria, justru rasa kompetisi itu akan selalu ada pada benak mereka. Entah itu berkompetisi dengan teman ataupun keluarga sendiri, ia akan selalu terdorong untuk membuktikan bahwa dirinya mampu meraih kesuksesan yang lebih dari orang lain di sekitarnya.
            Namun, hal itu akan berubah seratus delapan puluh derajat ketika pria itu telah menjadi seorang ayah. Ia akan selalu berpikir dan berdoa semoga kelak ia bisa diberikan kesempatan melihat sang buah hati berada di atas puncak kesuksesan. Ia selalu berharap semoga prestasi sang buah hati mampu membuat segala prestasi yang telah ia peroleh selama ini menjadi terlihat tidak ada apa-apanya.
            Umur memang tidak bisa ditebak, tapi seorang ayah akan selalu memikirkan dan menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi segala hal bahkan yang buruk sekalipun seperti berpikir bahwa dia lah orang pertama di keluarga kecilnya yang akan "pergi" terlebih dahulu. Ini bukanlah suatu hal yang aneh, seorang ayah memang akan selalu khawatir akan nasib keluarganya kelak ketika ia telah tiada. Oleh karena itulah ia akan selalu berusaha menyiapkan segala sesuatu yang ia rasa bisa menopang kehidupan keluarganya setelah ia tiada nanti. Bagi seorang ayah, anak yang telah berhasil dididik menjadi orang yang berguna adalah "investasi" paling berharga yang bisa ia miliki di dunia karena jika ia telah berhasil melakukan hal itu, maka di saat itulah ia akan merasa bahwa segala pengorbanan dan doanya telah dikabulkan oleh Sang Pencipta. Di saat itulah, ia akan siap untuk "dipanggil" kapan saja.
            Anak perempuan tersebut bertanya kembali kepada ayahnya, “Lalu, apa yang terjadi jika di kelak hari, diriku ini tidak bisa sukses, apakah ayah tetap menyayangiku jika menganggap hal tersebut adalah sebuah kekalahan?”. Sang ayah pun menjawab sambil tersenyum, “Bagaimanapun kau jadinya kelak, kau tetaplah anakku yang selalu aku sayangi dan banggakan.”
            Setiap ayah pasti mengharapkan anaknya untuk bisa menjadi berhasil dan menjadi sukses, Namun adakalanya harapan berbanding terbalik dengan kenyataan. Tapi, apakah hal itu membuatnya menjadi membenci dan melupakan anaknya? tidak sama sekali. Bahkan jika sang buah hati menjadi sampah masyarakat sekalipun, menjadi bahan cemoohan orang-orang sekalipun, ia akan tetap berdiri disamping anaknya. Kesalahan si anak akan dianggap sebagai kesalahannya juga, tapi bukannya membenci, ia akan membantu anaknya sebisa yang ia mampu. Hal ini karena ia berpikir bahwa ia juga bertanggungjawab atas kehadiran sang buah hati di dunia ini.
            Seorang ayah akan selalu memberikan yang terbaik bagi buah hatinya, walaupun apa yang telah diusahakannya mati-matian itu kadang dianggap masih kurang oleh sang anak. Jangan pernah berpikir bahwa sang ayah tidak mengetahui bahwa anaknya tidak puas atas pemberiannya, ia tahu persis akan hal itu hanya saja ia tidak mengungkapkannya. Tapi, hal inilah yang justru menjadi semangat sang ayah, ia akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anaknya, lagi dan lagi, siang dan malam bahkan kadang hal ini bisa menganggu pikirannya.
            Itulah mengapa, ia akan selalu berdoa demi bertambahnya penghasilannya, selalu berdoa agar tidak terkena penyakit disaat ia sedang berjuang demi kehidupan keluarganya, semua itu bukan agar ia bisa tampil semewah mungkin, bukan agar ia bisa membeli barang-barang yang ia inginkan sejak dahulu. Ingatlah ! Sebelum menempatkan keinginannya, seorang ayah akan selalu mendahulukan keinginan anak-anaknya. Namun terkadang kita kurang mensyukuri kenikmatan yang Tuhan berikan kepada kita melalui hasil jerih payah dan keringat ayah kita. Padahal, jika kita yang berada pada posisi seperti itu, belum tentu kita bisa kuat dan tabah menjalaninya sekuat dan setabah ayah kita.
            Selagi beliau masih ada bersama kita, ada baiknya kita mulai memberikan perhatian tambahan kepadanya sebelum semuanya hanya menjadi sebuah kenangan saja. Buktikan bahwa anak yang ia perjuangkan kehidupannya selama ini adalah anak yang mampu berbakti dan berguna bagi kedua orang tua, bangsa dan negaranya. 

            OLEH      : ANANDA SAVIRA TRI OCTAVIANI
            NO/ KLS : 03/8.9


 





Ceritam, Asa, dan Karunia

Kisah ini terinspirasi dari saudara kandung saya
Dulu hiduplah pasutri baru asal Jawa yang tinggal di pedalaman Kalimantan Timur, karena mengikuti pekerjaan sang suami. Dari sepasang sauami istri tersebut lahirlah seorang bayi perempuan secara prematur. Mereka sangat bahagia atas kehadiran anggota keluarga baru tersebut. Namun, selayaknya bayi prematur, perkembangan motorik bayi tersebut lambat.
Ia baru bisa berdiri saat umur 14 bulan, langkah pertamanya saat berumur 18 bulan. Namun, secara kecerdasan bayi tersebut normal. Hal ini membuat kedua orangtuanya khawatir. Sehingga pada tahun 2005, selepas 6 bulan kelahiran anak kedua, mereka memutuskan kembali ke Jawa.
Keramaian penduduk di Pulau Jawa sangat bertolak belakang dengan Kalimantan. Hal ini membuat anak tersebut mau tak mau harus dapat menyesuaikan diri. Anak yang biasanya menghabiskan waktu dengan menonton serial anak-anak sendirian harus dapat berinteraksi dengan teman-teman seumurannya. Semua ia lakukan agar dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Namun ternyata tidak semudah itu.
Karena selain pendiam, anak tersebut memiliki pemberian dari Tuhan berupa kemampuan untuk melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat manusia normal, atau sering kita sebut indigo. Beberapa temannya takut akan hal itu, mereka merasa apabila di dekat anak tersebut mereka akan dihantui. Namun ada pula beberapa teman yang penasaran akan kemampuan anak itu, sehingga mereka malah berteman dekat.
Suatu hari sang ibu berkata padanya, “Nak, kita hidup di dunia hanya sekali. Semua yang diberikan oleh Tuhan pada kita harus kita syukuri, karena pasti ada alasan dari setiap kejadian yang mungkin akan kita ketahui jauh setelahnya. Dan satu lagi, jika hingga suatu saat nanti alasan itu tidak kamu ketahui, percayalah bahwa itulah yang terbaik untuk kita. Karena tugas kita hanya menerima atas semua hal yang diberikan Tuhan pada kita.”
“Menerima?” anak tersebut berusaha mencerna perkataan sang ibu.
“Benar, menerima, dan tentu saja berusaha menggali potensi dalam dirimu. Kalau kau ingin sukses tentu saja harus berusaha,” ujar sang ibu sambil mengusap rambut anaknya,
Berkat keluarga dan dukungan teman-temannya, anak itu mulai terbuka, sehingga orang-orang di sekitarnya mulai menyadari bakat terpendamnya, yaitu di bidang musik.
Tahun berganti, anak tersebut mulai beranjak dewasa menjadi gadis remaja yang aktif dan ceria. Ia mulai memberanikan diri menunjukkan bakatnya dibidang tarik suara pada ajang pencarian bakat, pada acara-acara yang diadakan sekolahnya. Hal ini membuatnya dikenal di sekolahnya. Kehidupan remaja membuatnya lebih mengenal dunia secara luas. Selain teman sekolah, ia juga berteman dengan teman lintas negara melalui program pertukaran pelajar yang dimiliki sekolahnya. Dark kakak saya saya belajar, bahwa kita harus selalu bersyukur atas takdir Tuhan YME, dengan cara optimis dan berjuang untuk menjadi manusia yg lebih baik dan berguna bagi sesama.
Oleh: Dianeera Mahadewi VIII.9/09

Senin, 11 Maret 2019

Perjuangan Menjalani Proses Hidup

Perjuangan Menjalani Proses Hidup



Sebenarnya semenjak kecil tidak ada niat didalam benaknya untuk jadi polisi. Karena dalam benaknya jadi polisi itu susah dan tugasnya dibenci oleh sebagian orang yang tidak mau patuh pada aturan dan UU yang ada. Tapi dibangku SMA pikiran itu mulai berubah seiring dorongan dari kawan maupun keluarga. Memang tidak mudah untuk mencapai semua itu. Mulai dari persyaratan administrasi maupun syarat yang lain yang harus terpenuhi. 

JANGAN MENILAI BUKU DARI SAMPULNYA



  JANGAN MENILAI BUKU DARI SAMPULNYA    

      Sabtu malam itu udara di Malang sangat dingin. Saya mencari kehangatan dengan berkuliner ria di dekat alun-alun Kota Malang. Tempat yang kami kunjungi tidaklah mewah, hanya di pedagang kaki lima. Meski begitu tempatnya sangat  ramai oleh pengunjung.
      Banyak juga pengamen dan pengemis yang mengais keberuntungan di tempat tersebut. Saat itu ada pengemis tua renta bersama anak kecil yang sangat kumal dan acak-acakan. Mereka berpindah dari meja satu ke meja lain untuk minta sedikit rejeki. Ketika itu pengemis menghampiri meja suami istri di salah satu meja paling pojok sebelah kiri. Kalau dilihat dari penampilannya suami istri tersebut sangat kaya. Gaya berdandannya sangat kekinian. Tapi apa daya ternyata pengemis tersebut  dilihat dengan sinis dan berkata, “Ih, bau apa ini?” kata wanita tersebut, “kita pindah saja ke meja sana, Mas.” Pasangan tersebut pindah ke meja lain sambil mengomel tidak jelas. “Sebenarnya aku tidak senang disini, lihat deh makanannya saja diletakkan di besek, tidak modern sekali orang disini,” kata wanita. Sedangkan suaminya hanya menggelengkan kepalanya. Wanita terusik dengan kehadiran pengemis tersebut yang mengganggu kenyamanannya. Bahkan wanita protes ke pemilik warung agar pengemis tersebut di usir. “Sudah kita yang pulang saja, sepertinya kamu dari tadi tidak senang di sini,” kata suaminya sambil menarik tangan istrinya itu.
        Saat itu juga di meja paling belakang ada pemuda gondrong, bertato, dan pakaiannya lusuh. Di mejanya ada sebungkus rokok, kopi, dan seporsi makanan. Pengemis menghampiri meja pemuda tersebut. Sungguh terkejut saya melihatnya karena pengemis dan anaknya dipersilakan duduk di sampingnya. “Terima kasih, Pak,” kata pengemis itu. Pemuda itu memesan pada kasir, “Nasi gorengnya 2 porsi sepaket dengan es tehnya, Mbak,” kata pemuda yang berkaos bola bertuliskan Asep. Begitu makanan datang, pengemis tersebut terkejut tidak menyangka bahwa pemuda itu memesankan makanannya. Mereka memakannya dengan lahap. “Terima kasih, semoga Tuhan memberikan rezeki,” kata ibu pengemis. Mereka terlihat mengucapkan terima kasih berkali-kali sambil mendoakan pemuda tersebut. Setelah itu mereka bersalaman dengan pemuda itu. “Ini ada tambahan rezeki walau tidak seberapa,” kata pemuda itu seraya menyelipkan uang dua puluh ribuan. Sang pengemis pun sangat senang dan menerimanya sambil mendoakan kebaikan pemuda tersebut.
    Hari itu saya dapat pelajaran sangat berharga. Saya malu terhadap diri saya sendiri, karena kemuliaan hati saya belum sebesar kemuliaan pemuda tersebut. Kita tidak bisa menilai kebaikan seseorang dengan melihat penampilan fisiknya saja. Kadang seseorang yang terlihat kaya raya ternyata tidak punya empati terhadap kekurangan sesamanya. Justru kadang orang yang terlihat kasar dan serba kekurangan dia malah berhati mulia dan punya empati yang tinggi terhadap orang yang serba kekurangan. Kata kata yang bisa diambil dari cerita dengan narasumber ayah saya diatas adalah, "Jangan selalu menilai orang dari tampangnya."


Oleh:
Naura Valda Prameswari
20 - VIII.9

KESABARAN YANG MEMBUAHKAN KEBAHAGIAAN

KESABARAN YANG MEMBUAHKAN KEBAHAGIAAN

SMP 3 yang terkenal dengan siswa yang berprestasi di bidang akademis juga non akademis. Untuk menghasilkan siswa yang berkualitas dibutuhkan guru yang terampil dalam membimbing siswanya. Salah satu guru yang menjadi sumber inspiratif banyak orang adalah bu Diana, guru seni budaya yang ahli dalam bidang seni lukis dan seni bernyanyi. 
Siapa warga SMP 3 yang tidak mengenal bu Diana? Setidaknya jika murid yang belum pernah diajar oleh beliau ini tau nama dan sosok orangnya seperti apa. Sosok yang ceria dan penuh dengan semangat. Dengan sapaan khasnya yang ketika diserukan, “Bu Diana,” kemudian sambil melambaikan tangan dan mengucapkan, “Aloooo”. Suara yang mampu membuat seseorang tertidur lelap dan gambaran yang dapat menyejukkan mata seketika. Seseorang yang juga sabar dalam mengajar. Walaupun beliau beragama Kristen dan di ruang guru beliau duduk bersebelahan dengan guru agama Islam, beliau tidak pernah merasa gengsi dengan siapapun itu.
Ternyata, dibalik keceriaan dan semangatnya beliau dalam mengajar, beliau mengalami cobaan hidup yang mungkin sudah biasa di mata orang, tapi kenyataannya lebih dari itu. Bu Diana bercerai dengan suaminya dan hidup dengan kedua putrinya yang cantik. Jika seseorang sudah terlanjur mencintai dan memutuskan untuk menjadikannya sebagai pendamping hidup, seseorang itu pasti akan terpukul dan wajarnya mendapat kesedihan yang mendalam. Lain dengan Bu Diana, meski hati beliau tertusuk sangat dalam, beliau tidak pernah mengeluh sedikitpun. Hebatnya beliau bisa seceria itu disaat saat beliau jatuh.
Tidak cukup sampai situ saja. Pernah beberapa kali beliau meninggalkan kelas untuk pergi ke rumah sakit, hanya untuk mengobati penyakitnya. Namun sekali lagi beliau tetap ceria bahkan lebih semangat dari hari-hari sebelumnya. Bukan hanya mengatur pelajaran seni budaya namun beliau juga yang mengatur pameran kelas 9 setiap tahunnya dengan kesehatan yang kian lama kian memburuk seiring bertambahnya usia
Meski beliau memiliki beban hidup yang bisa dibilang berat, namun beliau juga memiliki hati yang sangat baik. Ditengah tengah beban hidupnya ia masih memikirkan beban hidup orang lain. Bahkan sangat nyaman untuk dijadikan tempat curhat teman sebaya beliau atau yabg lebih tua bahkan lebih muda seperti seorang murid sekalipun. 
Beliau adalah orang yang paling sabar diantara orang yang paling sabar. Benar benar keterlaluan orang yang bisa membuat beliau marah. Ada seorang murid yang sudah berbulan bulan belum mengumpulkan 3 macam tugas dari masing masing bab yang berbeda. Bu Diana sangat sabar dalam menghadapi murid itu. Sebagaimana manusia biasa punya batas kesabaran. Bu Diana termasuk orang yang mempunyai batas kesabaran tinggi, keterlaluan jika ada orang yang mampu mencapai bahkan melampaui batasan tersebut. Saat bu Diana sudah tidak tahan dan beliau hanya menegurnya dengan halus, tidak memarahinya.
Dalam mengajar siswa 4 semesterpun beliau sangat sabar, berbeda dengan guru lain yang biasanya menuntut kecepatan dalam pengumpulan tugas. Bu Diana memberikan batasan waktu yang bisa dibilang cukup panjang. Namun beliau tetaplah adil, siswa yang mengumpulkan lebih cepat itulah yang mendapat nilai berbeda dari yang lain. Bukan hanya dalam kecepatan pengumpulan namun niat siswa dalam mengerjakan tugas tersebut juga diamati oleh beliau. Banyak siswa mendapat nilai tambahan dari hal hal tersebut, sungguh murah hati beliau.
Beliau benar benar orang yang spesial, yang menginspirasi banyak orang. Terinspirasi oleh kesabarannya, semangatnya, cerianya, bahkan bakat yang dimiliki beliau. Patut jika banyak yang mengenal beliau, banyak yang menyukai ciri khas beliau dan cara beliau mengajar.
Coba saja bandingkan dengan keseharian kita. Sabar? Apakah selalu? Ceria? Apakah selalu? Apakah kita selalu tabah dalam menghadapi semua cobaan yang diberikan sang pencipta? 

Oleh: 
Dafitri Zahra Eriana P.
07-VIII.9