Yang Lebih Berarti
Suatu ketika di sebuah sekolah terdapat sepasang sahabat. Bukan sahabat biasa, bukan dalam wujud manusia, mereka adalah seekor kucing dan tikus. Kucing yang bernama Miu dan tikus yang bernama Muse. Mereka memang sahabat, namun kelakuannya seperti musuh, musuh yang aneh. Ketika jauh mereka saling merindukan, namun ketika dekat mereka selalu saja berdebat dan bertengkar.
Awal mereka bertemu benar benar aneh. Awalnya mereka tidak saling mengenal. Namun karena Miu yang takut pergi untuk mengambil perlengkapannya ketika baru pindah di sekolah tersebut di tempat penitipan barang, yang mengakibatkan Muse terpaksa mengantarnya. Padahal mereka berdua belum kenal sama sekali. Tanpa pikir panjang Miu langsung saja menarik tangan Muse untuk mengantarkannya. Dan mulai saat itulah mereka dekat dan menjadi sahabat.
Suatu ketika, pada bulan Desember, mereka libur semester yang menjadikan mereka tidak bisa bertemu selama 2 minggu. Mulai saat itulah Miu selalu murung, semua dikarenakan Muse. “Muse, bagaimana kondisimu sekarang?” tanya Miu kepada Muse lewat chat. Muse hanya menjawab, “Memburuk”. Disaat saat itulah Miu begitu sedih. Mengingat kondisi sahabatnya saat itu.
Muse menderita suatu penyakit, yang menyebabkan ia selalu lemas tidak bertenaga. Bahkan Miu sudah di prediksi kematiannya. Bukan hanya Miu, Muse juga merasakan kesedihan yang luar biasa. Kesedihan tersebut karena prediksi kematiannya ditambah dia tidak mau meninggalkan sahabatnya. Miu benar benar sedih setiap saat, karena kondisi sahabatnya itu. Memang mereka selalu saja berdebat. Namun mereka saling menyayangi, mereka saling merindukan.
Saat Miu diberi kabar oleh Muse bahwa tidak lama lagi akan terjadi suatu peristiwa, bukan peristiwa menyenangkan melainkan menyedihkan. Sangat menyedihkan bagi mereka berdua. Suatu penentuan bagi mereka berdua terutama Muse. Apakah Muse akan meninggalkan sahabatnya untuk selamanya? Muse tidak siap, begitu juga Miu. Mereka tidak siap dipisahkan. Mereka tidak siap jika harus berbeda alam.
Waktu terus berjalan, semakin dekat dengan hari penentuan. Semakin besar pula rasa sedih mereka berdua. Bukan hanya sedih, tetapi air PDAM yang mengalir terus dari kedua mata mereka. Mereka baru saja bertemu, belum 1 tahun bersama. Namun mereka sudah cocok, dan apakah harus terpisahkan sekarang?
Hari penentuan tiba, hari yang penuh dengan tangisan. Bukan hanya dari mereka berdua. Namun langitpun ikut menangis deras. “Miu, terima kasih sudah menemaniku sampai saat ini. Mungkin memang tidak lama, tapi waktu singkat itu sangat berarti. Kamu baik baik saja ya disini, jangan sedih. Doakan saja aku nanti tidak apa apa,” itulah yang diucapkan Muse kepada Miu saat H-detik penentuan. Belum sempat Miu menjawab salamnya, Muse sudah tidak berkabar, tidak bisa dihubungi. Saat itulah tangisan Miu yang sedari tadi ia tahan, pecah.
1 jam, 12 jam, 1 hari hingga 5 hari. Miu tidak mendapat kabar tentang kondisi Muse. Dan selama itulah Miu diliputi kesedihan setiap detiknya. Matanya sembab dan berat. Sampai akhirnya ia mendapat pesan dari Muse. Ia bahagia setengah mati, manum kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Memang pesan itu didapat dari kontak bernama “Muse” namun bukanlah Muse yang mengirimkan pesan itu. Melainkan orang yang tidak Miu kenal. Bukan keluarga Muse. Dia adalah orang yang berusaha sebisanya untuk penentuan Muse.
Benar, selama Muse tidak ada kabar, Muse sedang menjalankan operasi. Jika gagal Muse akan pergi untuk selama lamanya. Dan jika berhasil merupakan suatu kebahagiaan yang benar benar bahagia dari yang paling bahagianya terbahagianya yang berkali kali bahagia. Tangisan Miu kembali pecah ketika ia tahu yang memberi kabar bukan Muse, sahabatnya. Melainkan dokter yang menangani Muse.
“Benar kan anda sahabatnya Muse? Maafkan kami, kami sudah berusaha sebisa kami,” Miu tidak bisa menjawab, ia sedang sibuk dengan air PDAM dari matanya yang tidak bisa berhenti mengalir, “Muse selamat dari ancaman mautnya, namun dia masih lemas tidak bertenaga. Jika sudah membaik akan saya persilahkan menghubugi anda,” karena Miu terlalu bahagia sahabatnya selamat, dia sampai tidak menjawab pesan dari dokternya Muse.
Beberapa jam kemudian terdapat pesan dari Muse, “Halo? Miu?” langsung Miu menjawabnya tanpa menunggu lama, “MUSEEEE!!!!!” sambil menangis, tangis bahagia. Akhirnya kedua sahabat tersebut bisa bersama kembali. Mereka melepas rindu yang sudah dibendung. Masuk sekolah, tanpa mengucapkan apapun Miu memecahkan tangisan bahagianya karena bertemu kembali dengan Muse, mereka berpelukan, sambil menangis. Mereka benar benar bahagia, sangat bahagia.
Setelah Muse yang lepas dari maut, yang merupakan ancaman bagi mereka, datanglah seseorang anak pindahan bernama Pindi yang merupakan seekor panda imut. Muse dan Pindi merupakan teman sekelas seperjuangan. Sedangkan Miu berada di kelas lain. Muse merupakan teman yang bisa dibilang dekat. Tidak menutup kemungkinan bahwa Miu merasa tidak lebih penting dari Pindi bagi Muse. Hatinya yang awalnya senang karena Muse terlepas dari ancaman maut, menjadi sedih kembali.
Suatu hari, Muse yang berjalan sendirian tidak sengaja nememukan Miu yang menangis di bangku kelasnya yang sudah kosong. "Miu, kamu kenapa kok nangis?" mulut miu tidak menjawab, yang bisa Miu lakukan hanyalah menyanyikan tangisannya yang semakin keras. "Miu, sudah jangan nangis. Ada apa toh? Ceritakan saja," kata Muse. Miu hanya berkata, "Aku harus pulang sekarang. Kamu sama Pindi dulu ya?". Lalu Miu pergi meninggalkan Muse yang membeku ditempat.
Tidak sampai disitu, saat Miu pulang ke rumahnya. Ia diberi tahu oleh ayah dan bundanya bahwa ia akan pindah sekolah ke kota lain. Saat Miu mengetahui hal itu, Miu hanya bisa mengunci mulut dan masuk ke kamarnya. Bukan nasib sekolahnya yang ia pikirkan, namun nasib persahabatannya. Nasib orang yang sudah mendarah daging pada tubuh Miu.
By:
Dafitri Zahra Eriana Prasetya
VIII.9/07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar