KAYAK
Jika memang ini pilihanmu, jangan menyesal nanti jika engkau kalah.” Kata yang selalu terngiang-ngiang di telinga. “Hey! Kok ngelamun ayo cepet katanya mau latihan,” ujar ayahku. Tentu saja aku langsung terbangun dari lamunanku itu. Cepat lambat kudayung kayakku dan mulai latihan kecepatan. “Yak! 2 menit 13 detik ini merupakan rekor baru bagimu” ujar ayahku. Aku mulai bangga dengan diriku sendiri yang dapat mencetak rekor baruku itu, akan tetapi waktu selama itu tak cukup untuk bertanding melawan anak-anak lain di kejuaraan internasional.
“Dapatkah aku sukses di bidang kayak ini?” “Apakah dalam kejuaraan nanti aku bisa melawan anak-anak lain?” “Apakah semua kerja kerasku ini sudah cukup untuk memenang kejuaraan nasional?” ya, itu semua adalah pertanyaanku yang belum terjawab. Dan juga, yang bisa menjawab semua pertanyaan ini adalah aku sendiri. Sulit unruk melakukan semua ini tanpa banyak dukungan dari orang lain,dan aku hanya mendapat dukungan dari satu orang saja yaitu ayahku sendiri. “Cepat siap-siap ayo kita pulang!” ujar ayahku yang lagi-lagi membangunkanku dari lamunan untuk kedua kalinya.
“Assalamualaikum!” teriakku sesampainya di rumah. “Waalaikumsalam,” ujar ibuku dengan suara rendah. Akupun langsung menbuka pembicaraan dengan omongan serius, “Bu, kenapa sih? Kenapa engkau tak suka bila aku mengikuti turnamen kayak? Memang apa salahya?” “Nak, ibu tidak melarang tetapi ibu tau benar sifatmu apa kau lupa? Jika masalalumu 2 tahun yang lalu terulang lagi, tidak hanya kau yang susah tetapi semua dari kami juga ikut susah karenamu nak!” ujar ibu dengan suara agak keras,” bilang ibu. Dan tjba-tiba syah menyahut, “Sudahlah, anakmu pasti bisa belajar dari kesalahannya 2 tahun lalu.” Ya, ibu tau benar kebiasaan burukku yaitu jika sekalinya aku kalah, pasti akan sangat sulit bagiku untuk tidak menyesal. Bahkan bisa saja diriku benar-benar mengurung diri di kamar tanpa ingin berbicara dengan siapapun selama berhari-hari lamanya. Tentu saja ibu tak ingin kebiasaan burukku ini terulang lagi saat ini.
Hari ke hari terus berlanjut. Kulewati hari-hariku dengan belajar di sekolah dan berlatih kayak. Kulalui semua hsri-hari itu dengan kerja keras dan semangat. Meskipun ibuku tidwk mendukungku dalam bidang ini, akan tetapi kata-katanyalah yang selalu membuatku menjadi lebih semangat. Wku selalu berusaha untuk membuktikan pada ibuku bahwa semua ywng dikatakannya itu tidaklah benar. Akan tetapi, aku juga sadar jika aku hanyalah anak lulusan provinsi yang hanya dikarenakan tidak adanya anak-anak yang berminat di bidang kayak di provinsiku selain aku sendiri.
Hari pertqndingan tinggal 2 hari lagi. Akupun izin ke sekolah dan berangkat pukul 06:00 dan sampai di lokasi pukul 15:30. Lokasi perlombaanya berada di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebelum hari pertandingan akupun selalu berlatih. Tak jarang aku melihat anak-anak lain yang akan menjadi lawanku di pertqndingan nanti. Dan pada suatu saat di tempat latihan tiba-tiba ada seorang anak yang memanggilku, “Hey! Siapa namamu?” akupun menjawab, “Namaku Angga kalau kamu?” Ia pun menjawab, “Namaku Vita.” Dan dari situlah aku mengetahui namanya. Dia menjadi teman pertamaku disana.
Aku melihatnya sebagai wanita cantik dansangat semangat. Dan lama-kelamaan, akupun mulai merasakan sedikit gejolak dalam hati setiap kali melihat senyumnya. Kami istirahat dan melihat anak-anak lain yang sedang latihan sambil mempelajarinya. “Wah, lincah juga anak itu, gak ada capeknya lagi,” kataku. Dia pun menjawab, “Halah masih lincahan aku juga kali.” Akupun membalas, “Halah sombong oiya, kamu dari provinsi mana?” Diapun menjawab, “ Jawa Tengah.” “Wah, deketan dong!” Aku membalas dengan tidak percaya. “Oh iya, dari semua ini yang mana kayakmu?” tanyaku sekali lagi. Diapun menjawab, “Itu, dagger warna merah.” Dan sekali lagi akupun bertanya, “Hmm boleh kasih nomor WA atau IG?” Dan diapun menjawab, “Boleh, tapi kalahin aku dulu nanti.” Ya, kata-jatanya menjadi bumbu penyedap penambah semangatku untuk memenangkan lomba ini. Dan mulai disana, aku mulai sadar jika cabang yang kupilih ini benar dan tidak salah.
Lomba pun dimulai, akupun bersiap-siap dengan memasang spredex ku ke kayak. Aku bingung mencari-cari Vita karena dari tadi pagi aku bertemu dengannya. Dan yang kulihat hanyalah musuh-musuhku dan tidak ada satupun kayak dagger berwarna merah. Akupun bingung dengan semua yang telah terjadi padaku. Suara teriqkan para supporter lomba membangunkanku dari lamunanku. Akupun tidak memikirkan hal itu lagi dan mulai fokus dengan perlombaan.
“Ayo! Ayo!” “Semangaaat!” Jangan sampai kalah!” semua teriakan itu membuatku semakin semangat, walaupun aku tahu bahwa mereka bukan menyemangatiku. Dan tiba-tiba juri meneriakkan aba-aba start, “1…2…*dor*” aku mengayuh kayakku secepat-cepatnya. Terjadi balapan yang sangat sengit antara aku dan anak-anak yang lain. Tetapi, disitu aku melihat pemandangan yang sedikit aneh. Aku melihat seorang anak yang membawa kayak berwarna pink-biru dengan memakai masker wajah. Aku tidak pernah melihat anak itu sebelumnya. Dan sampai di dekat garis finish, akupun balapan dengan ketat dengan 3 orang lain. Dan sampqinya aku di garid finish, aku tak tahu siapa yang menjadi juara dan melihat garis papan. Dan tak disangka, aku hanya mendapat juara 4 dengan selisih waktu 2,3 detik dengan juara pertama dan selisih 0,9 detik dengan juara ke 3. Akupun bingung harus bangga atau sedih.
Dan yang semakin parah lagi ternyata anak yang menggunakan masker itu tadi adalah Vita. Ia mendapat juara pertama. Hatiku rasanya hancur dan semua masa-masa indah yang aku jalani dengannya dalam waktu 1 hari serasa hilang begitu saja. Akupun diam seribu bahasa dan mulai masuk kedalam mobil. Kamipun pulang dengan kekecewaan. Ibuku yang mendengar kabar tersebut langsung menangis karena ia sudah tahu apa yang akan kulakukan setelah ini. Sesampainya dirumah akupun mengurung diri di kamar dan berjanji pada diriku sendiri untuk tidak keluar dari penjaraku sendiri sampai aku mati.
By: Tualang Noer Carstenza
8.9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar