“Mohon maaf bu,
anak ini tidak bisa diselamatkan” , kata
dokter rumah sakit tersebut kepada wanita paruh baya yang tak henti-henti
menjatuhkan air matanya.
“Anakku....” sambil menangis tersedu-sedu
Beberapa minggu yang lalu,
Nicko, anak laki-laki yang terkenal berandal di SMA-nya kembali dipanggil ke ruang BK karena ulahnya. Seorang pria yang tak asing baginya sudah ada diruangan itu, ayahnya. Ia bergegas duduk di sebelahnya.
Nicko, anak laki-laki yang terkenal berandal di SMA-nya kembali dipanggil ke ruang BK karena ulahnya. Seorang pria yang tak asing baginya sudah ada diruangan itu, ayahnya. Ia bergegas duduk di sebelahnya.
“Jadi sekarang apalagi pak masalahnya?” tanya ayah
nicko kepada seorang guru BK dihadapannya
“Anak bapak berani memukul saya, hal ini tidak bisa
ditoleransi lagi, saya memutuskan untuk memberi skorsing kepada anak bapak”
“Maafkan
anak saya pak, saya yang akan
bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya jamin dia tidak mengulangi hal
ini lagi. Mohon jangan diskorsing pak, beri dia waktu kali ini saja, kalau dia
mengulangi hal ini silahkan bapak hukum diasemau bapak” dengan tatapan nanar, sementara
nicko hanya tertunduk
“Baiklah kalau begitu,
saya beri dia waktu satu minggu, kalau dia masih berbuat ulah lagi dalam
seminggu ini, saya pastikan anak bapak tidak akan lolos dalam hukuman saya” kata guru BK itu
dengan nada mengancam.
“Baik pak terimakasih”
Semenjak ayah dan ibunya berpisah, nicko menjadi anak yang
susah diatur. Ayahnya sendiri tidak mampu lagi mengontrol perilakunya, tetapi
tidak pernah sekalipun marah atas perbuatan anaknya. Ia berpikir bahwa mungkin
hal itu karena kesalahannya di masa lalu. Sehingga, ia hanya bisa memberi
nasihat pada tiap kesempatan, kepada anaknya meskipun ia tahu nasihat-nasihatnya tidak didengarkan dan
dilakukan .
Suatu
senja didepan teras rumah, Ayah nicko sedang menghisap sebatang rokok miliknya,
tiba-tiba nicko keluar dari pintu depan rumah hendak berjalan kearah motornya
yang terparkir di depan rumah.
“Mau
kemana lagi kamu?” tanya ayahnya. Tentu saja pertanyaan itu tidak akan direspon
olehnya.
“Kamu
tidak berniat membicarakan apapun tentang kejadian hari ini?” tanya ayahnya
lagi
“Maaf”
kata nicko singkat, sambil menaiki sepedanya dan menghidupkannya
“Kan
sudah ayah bilang, kau boleh bertidak sesukamu tapi jangan sampai main fisik
kepada orang lain apalagi gurumu, kau itu bukan preman”
Tanpa menjawab ocehan
ayahnya nicko melaju dengan motornya, entah hendak kemana ia kala senja itu.
Tepat
pukul 12 malam , nicko masih tidak berniat untuk pulang kerumah. Ia sedang
tidak ingin mendengar ocehan ayahnya lagi. Hp yang terus bergetar mengusik
nicko yang sedang melamun. Ia melihat nomor tidak dikenal meneleponnya.
Penasaran akan siapa yang meneleponnya semalam ini, ia mengangkatnya
“Hallo?”
“Nicko...
“ ia mengenali suara ini, suara yang sudah lama tidak ia dengar
“Ada
urusan apalagi?”
“Ayahmu.....
cepat kerumah ibu, ayahmu telah tiada” dengan suara bergetar menahan tangis
Nicko
langsung menutup telponnya. Tanpa pikir panjang ia bergegas menaiki motornya
dan dengan cepat membelah sepinya malam itu. Ia menuju rumah ibunya. Di
perjalanan ia memikirkan kejadian yang telah dilaluinya.Ia sangat menyesali
perbuatannya. Mengapa ia tidak pernah mau mendengarkan perkataan ayahnya.
Sembari memikirkan hal tersebut, ia tidak sadar dari arah berlawanan ada truk
yang melaju kencang. Tidak sempat untuk menghindar, truk tersebut langsung
menghantam motor nicko. Seketika nicko terpental jauh ke pinggir jalan.Ia pun
meninggal dunia.
Hari ini, di lorong
rumah sakit
Wanita
paruh baya tersebut menangis sejadi-jadinya setelah tahu mantan suaminya dan
anaknya meninggalkannya selama-lamanya. ia merasa semakin sesak ketika
memikirkan bagaimana hubungannya dengan anaknya, nicko yang selama ini tidak
pernah membaik. Ia tidak menyangka anaknya dan mantan suaminya akan
meninggalkannya begitu cepat.
Tamat
Hibban Dias R. /14
VIII.9
Hibban Dias R. /14
VIII.9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar