Daftar Mata Pelajaran

Minggu, 13 Januari 2019

Penyesalan




“Mohon maaf  bu, anak ini tidak bisa diselamatkan” ,  kata dokter rumah sakit tersebut kepada wanita paruh baya yang tak henti-henti menjatuhkan air matanya.
“Anakku....” sambil menangis tersedu-sedu
Beberapa minggu yang lalu,
            Nicko, anak laki-laki yang terkenal berandal di SMA-nya kembali dipanggil ke ruang BK  karena ulahnya. Seorang  pria yang tak asing baginya sudah ada diruangan itu, ayahnya. Ia bergegas duduk di sebelahnya.
“Jadi sekarang apalagi pak masalahnya?” tanya ayah nicko kepada seorang guru BK dihadapannya
“Anak bapak berani memukul saya, hal ini tidak bisa ditoleransi lagi, saya memutuskan untuk memberi skorsing kepada anak bapak”
“Maafkan anak saya pak, saya yang akan  bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya jamin dia tidak mengulangi hal ini lagi. Mohon jangan diskorsing pak, beri dia waktu kali ini saja, kalau dia mengulangi hal ini silahkan bapak hukum diasemau bapak” dengan tatapan nanar, sementara nicko hanya tertunduk
“Baiklah kalau begitu, saya beri dia waktu satu minggu, kalau dia masih berbuat ulah lagi dalam seminggu ini, saya pastikan anak bapak tidak akan  lolos dalam hukuman saya” kata guru BK itu dengan nada mengancam.
“Baik pak terimakasih”
            Semenjak ayah dan ibunya berpisah, nicko menjadi anak yang susah diatur. Ayahnya sendiri tidak mampu lagi mengontrol perilakunya, tetapi tidak pernah sekalipun marah atas perbuatan anaknya. Ia berpikir bahwa mungkin hal itu karena kesalahannya di masa lalu. Sehingga, ia hanya bisa memberi nasihat pada tiap kesempatan, kepada anaknya meskipun ia tahu  nasihat-nasihatnya tidak didengarkan dan dilakukan .
Suatu senja didepan teras rumah, Ayah nicko sedang menghisap sebatang rokok miliknya, tiba-tiba nicko keluar dari pintu depan rumah hendak berjalan kearah motornya yang terparkir di depan rumah.
“Mau kemana lagi kamu?” tanya ayahnya. Tentu saja pertanyaan itu tidak akan direspon olehnya.
“Kamu tidak berniat membicarakan apapun tentang kejadian hari ini?” tanya ayahnya lagi
“Maaf” kata nicko singkat, sambil menaiki sepedanya dan menghidupkannya
“Kan sudah ayah bilang, kau boleh bertidak sesukamu tapi jangan sampai main fisik kepada orang lain apalagi gurumu, kau itu bukan preman”
Tanpa menjawab ocehan ayahnya nicko melaju dengan motornya, entah hendak kemana ia kala senja itu.
Tepat pukul 12 malam , nicko masih tidak berniat untuk pulang kerumah. Ia sedang tidak ingin mendengar ocehan ayahnya lagi. Hp yang terus bergetar mengusik nicko yang sedang melamun. Ia melihat nomor tidak dikenal meneleponnya. Penasaran akan siapa yang meneleponnya semalam ini, ia mengangkatnya
“Hallo?”
“Nicko... “ ia mengenali suara ini, suara yang sudah lama tidak ia dengar
“Ada urusan apalagi?”
“Ayahmu..... cepat kerumah ibu, ayahmu telah tiada” dengan suara bergetar menahan tangis
Nicko langsung menutup telponnya. Tanpa pikir panjang ia bergegas menaiki motornya dan dengan cepat membelah sepinya malam itu. Ia menuju rumah ibunya. Di perjalanan ia memikirkan kejadian yang telah dilaluinya.Ia sangat menyesali perbuatannya. Mengapa ia tidak pernah mau mendengarkan perkataan ayahnya. Sembari memikirkan hal tersebut, ia tidak sadar dari arah berlawanan ada truk yang melaju kencang. Tidak sempat untuk menghindar, truk tersebut langsung menghantam motor nicko. Seketika nicko terpental jauh ke pinggir jalan.Ia pun meninggal dunia.
Hari ini, di lorong rumah sakit
Wanita paruh baya tersebut menangis sejadi-jadinya setelah tahu mantan suaminya dan anaknya meninggalkannya selama-lamanya. ia merasa semakin sesak ketika memikirkan bagaimana hubungannya dengan anaknya, nicko yang selama ini tidak pernah membaik. Ia tidak menyangka anaknya dan mantan suaminya akan meninggalkannya begitu cepat.

Tamat

Hibban Dias R. /14
VIII.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar