Daftar Mata Pelajaran

Selasa, 15 Januari 2019

Penyesalan yang Terlambat

PENYESALAN YANG TERLAMBAT

Kubuka mataku yang telah tertidur 8 jam lamanya. Pancaran sinar raja singa  masuk melewati jernihnya jendela yang membuatku sadar dari mimpiku. Aku lihat jam di samping tempat tidurku. Betapa terkejut aku melihat jarum jam berada di angka enam. Aku segera mengangkat tubuhku dari tempat tidur. Aku segera mandi dan memakai baju sekolahku. Dengan suara petirku ku ucapkan pada ibuku. “Ibu kenapa tidak membangunkanku, aku bisa terlambat pergi ke sekolah,” aku sangat marah kepada ibuku. “Maafkan ibu sayang tadi ibu sudah membangunkanmu tetapi kamu terlihat sangat lelah sampai tidak dengar ibu,” kata ibu dengan lembut kepadaku. Ibu menyuruhku sarapan, tapi aku menolak dengan tegas. Aku segera mengambil tas dan berangkat menuju sekolah.
Di perjalanan aku berlari terus berlari. Akhirnya kusampai di depan gerbang sekolahku, tapi sayangnya gerbang sudah terkunci dan tertutup. Aku berteriak kepada satpam untuk membukanya, namun usaha apapun yang kulakukan tidak berhasil satu pun. Aku menunggu di depan pintu gerbang sampai akhirnya Bu Ririn wali kelasku menemuiku di depan gerbang. Dalam hatiku ku berkata, “Syukurlah Bu Ririn datang dan membukakan gerbang.” Bu Ririn dengan wajah yang berbeda dari biasanya membuka gerbang sekolah dan menggeretku ke ruang Bu Ririn. Dengan tatapan tegas Bu Ririn kepadaku membuat bulu kudukku merinding seperti melihat hantu. Aku seperti berada di pengadilan, Bu Ririn memulai sidangnya. “Kenapa lagi Mira, kamu terlambat lagi, sudah berkali-kali ibu ingatkan jangan lagi melanggar peraturan sekolah,” kata Bu Ririn dengan suara tegas. Aku terdiam sejenak untuk memikirkan jawaban yang akan ku berikan kepada Bu Ririn. “Ini semua karena ibu saya, ibu saya tidak membangunkan saya jadi saya telat masuk sekolah,” dengan percaya diri dan rasa tidak bersalah aku menjawabnya. Bu Ririn bingung dengan jawaban yang aku lontarkan, Bu Ririn diam sejenak dan melanjutkan sidangnya kembali. “Karena ibu kamu Mira, apa yang kamu katakkan bukan sebuah jawaban melainkan menyalahkan ibu kamu sendiri, padahal jelas yang salah kamu bukan ibu kamu” jawaban Bu Ririn semakin meninggi. Bu Ririn segera memberi hukuman kepadaku, hukuman yang biasa buatku karena aku sudah sering dihukum. Aku keluar dari ruang Bu Ririn dan segera menjalankan hukuman yang kuterima. Aku santai menjalani, aku juga tidak peduli dengan hukuman yang diberikan Bu Ririn kepadaku.
Jam istirahat berbunyi, aku segera menaruh alat kebersihan yang aku bawa untuk membersihkan kamar mandi. Aku menuju kantin untuk makan siang, di kantin ku bertemu Dinda sahabat baikku.
“Hai Mira, kemana aja kamu, tadi aku gak liat kamu di kelas,” kata Dinda sambil memakan mie yang kubeli.
“Biasalah, kan aku tadi habis dihukum karena aku telat,” kataku menjawab pertanyaan Dinda.
Kami berbicang-bincang sambil memakan mie yang kami pesan, sambil membahas tentang acara nanti malam yang Dinda adakan di rumahnya. Saat aku dan Dinda berbicara, tibalah Cika si anak yang suka bikin masalah sama aku. Cika datang menemuiku dan merebut mie yang sedang aku santap. Wajahku berubah menjadi sebal dan sangat marah dengan apa yang dilakukan Cika. Aku berteriak dan mengatakan “Apa apaan ini, merebut mieku seenaknya.” Aku sangat marah sama Cika, Dinda mengajakku pergi dari kantin karena Dinda tidak ingin aku bertengkar dan kena masalah lagi. Dinda memang sahabat baikku, tapi kali ini aku tidak akan melepasakan Cika seenaknya sendiri. Aku segera mengambil mieku dan menumpahkannya ke rambut Cika. Betapa malunya Cika, dia segera meninggalkanku dengan Dinda dengan rasa kesal. Aku tertawa sampai pipiku sakit, akhirnya aku bisa membuat dia kesal. Setelah itu aku dan Dinda menuju ke kelas karena bel sudah berbunyi. Lagi-lagi aku bertemu Cika di kelas. Aku ingin tertawa sekencang-kencangnya tapi Bu Ririn masuk ke kelas. Bu Ririn dengan wajah yang sama seperti tadi pagi membuatku takut lagi. Bu Ririn memanggil namaku untuk menuju ruang kepala sekolah. Bu Ririn mengingatkanku untuk pembayaran SPP dan tentang masalahku dengan Cika. Aku sudah menduga kalau tentang Cika lagi. Cika anak orang yang termasuk penting di sekolah ini, pantas saja dia bisa melakukan apapun yang dia mau. Kalau saja ayahku masih ada di dunia ini, pasti ayah bisa membantuku. Sejak hidupku berubah aku merasa hidupku sudah berakhir, tapi…… Aku tiba-tiba berhenti, entah apa yang terjadi padaku sehingga aku berhenti. Sudahlah itu masa laluku dalam hatiku, Bu Ririn memberi surat pemberitahuan dan undangan untuk ibuku. Aku menerimanya, kepala sekolah mulai mengeluarkan ceramahan kepadaku. Aku sedikit tidak mendengarkan apa yang dikatakan kepala sekolah. Aku sangat tidak suka sama Cika karena dia anak orang terpenting di sekolah ucapannya selalu saja dibenarkan oleh semua orang disini. Aku tidak peduli apa yang dikatakan pak kepala sekolah kepadaku. Setelah panjang lebar tinggi ceramah yang dikatakan pak kepala sekolah aku segera meninggalkan ruang. Ternyata Dinda sudah menungguku dan aku pulang bersamanya.
Di tengah jalan aku dan Dinda memulai percakapan yang cukup panjang. Aku dan Dinda membahas rencana untuk nanti malam. Aku sebenarnya tidak yakin untuk pergi. Karena acaranya cukup malam, aku pikir ibu tidak akan mengizinkanku. Tapi aku pasti bisa meyakinkannya apalagi kalau aku marah pasti ibu menurutiku. Tak lama setelah aku dan Dinda bercakap-cakap, sampailah kita di rumahku. Aku segera masuk dan mengucapkan salam perpisahan sementara kepada Dinda. Aku menaruh tasku di lantai dan melepaskan jaketku sambil kulempar ke kursi kayu yang sudah tak berbentuk. Aku panggil nama ibuku yang sepertinya sedang memasak karena aroma masakan yang khas dari ibuku tercium olehku. Ibu langsung sigap menemuiku.
“Ada apa nak memanggil ibu,” kata ibu sambil merapikan jaket dan tasku yang berserakan.
“Aku lapar, aku ingin makan. Kenapa makananya belum siap,” kataku kepada ibu.
“Sebentar lagi, Mira kalau habis pulang sekolah taruh jaket dan tasmu di kamar agar tidak ada yang hilang saat kamu membutuhkannya,” ibu menasehatiku.
Aku hanya mengangguk tanpa mengucapkan satu kata lagi. Aku langsung ke kamar dan mengambil hp untuk bermain hp. Aku mendapat pesan dari Dinda. Dinda mengingatkannku acara nanti malam. Hampir saja aku lupa padahal baru saja hal itu aku dan Dinda bicarakan. Ku segera membuka lemari kayu yang berada di pojok kamarku. Aku memilih baju yang paling indah untuk aku kenakan. Bajuku tidak ada yang pantas kecuali gaun kado terakhir dari ayah untukku. Aku mulai merenung dan memegang foto ayah. Kenapa ayah meninggalkanku? Pertanyaan itu muncul lagi. Tangisku akan jatuh tapi terhenti oleh suara ibu yangg memanggilku untuk makan. Makan siang yang membosankan hanya berlauk tempe dan kerupuk dan pastinya sepiring nasi. Di meja makan aku membuka percakapan.
“Ibu aku akan pergi nanti malam,” kataku sambil melahap satu sendok nasi ke dalam mulutku.
“Pergi ke mana? Dengan siapa? Jam berapa?,” kata ibu.
Pertanyaan yang selalu ibu ucapkan saat aku ingin pergi tiba-tiba. Kebiasaan ibu yang aku paling tidak suka.
“Aku ingin pergi ke acara temanku Dinda dan aku pergi pukul 9.00 malam,” aku menjawab ibuku dengan eraut muka kesal.
“Mira kamu anak perempuan, jadi ibu tidak mengizinkan kamu untuk pergi semalam itu,” kata ibu dengan lembut kepadaku.
“Ibuuuuuu aku tahu aku anak perempuan siapa bilang aku anak laki-laki. Aku ingin pergi itu mauku, ibu tidak berhak melarangku,”
Ibu tidak mengizinkanku pergi ke acara itu karena katanya anak perempuan dilarang pergi malam-malam. Tapi aku akan tetap pergi walaupun ibu melarang. Tapi ibu meneruskan percakapan yang berhenti sementara.
“Ya udah ibu izinkan tapi ada satu syarat kamu harus pulang jam 10.00 malam, ingat!,”  kata ibu yang ragu-ragu mengucapkannya.
Ibu akhirnya mengizinkanku pergi ke acara bersama Dinda, tapi walaupun ibu tidak mengizinkanku aku akan tetap pergi. Segera kuhabiskan makanan yang hanya tersisa seperempat dari sebelumnya. Sehabis kumakan, aku menuju kamar melanjutkan persiapanku.
Tak terasa waktu begitu cepat sekarang pukul 8.00 malam. Aku segera bersiap dan berdandan. Ku buka pintu kamarku dan kulihat Dinda sudah menungguku di depan sambil mengintip jendela rumahku. Aku langsung membuka pintu rumah dan menemui Dinda. Ibu berlari menuju ku dan mengingatkanku akan syarat yang telah diberikan ibu padaku. Aku meninggalkan ibu sendiri di rumah bersama barang-barang yang sudah usang.
Selama perjalanan aku bercerita tentang pertama kisah persahabatanku dan Dinda. Mulai dari hal yang menyenangkan, menyebalkan, dan menyediahkan. Saat aku dan Dinda tertawa itu membuat suasana menjadi lebih seru menemani selama di perjalanan. Perjalanan yang bergitu singkat akhirnya membuat kita lega karena pesta terlihat di depan mata. Aku dan Dinda segera ke pesta untuk merayakan teman kita yang sedang berulang tahun. Baru saja aku menginjakkan kakiku di lantai ini tiba-tiba Cika menyambutku dengan sangat menyebalkan. Aku tidak mendengarkan apapun yang dia ucapkan. Dinda memegang tanganku dan membuatku pergi dari posisi pertamaku. Dinda membuatku tenang dan menyuruhku agar tidak terpancing emosi. Aku mengangguk dan kita melanjutkan pestanya.
Kita bernyanyi dan menari bersama menikmati indahnya suasana pesta. Ku mencicipi kue yang berada di sampingku sambil kulihat jam yang berada di atas yang besarnya melebihi ban sepeda. Jam menunjukan pukul 10.30 melebihi syarat jam yang diberikan ibu kepadaku. Aku ingin masih disini jadi aku memutuskan untuk pulang setelah pesta ini.
Di rumahku….
Ibuku gelisah karena janjinya aku akan pulang jam 10.00 malam. Ibu menunggu sebentar sampai jam 11.00, pikir ibu aku mungkin masih dalam perjalanan. Ibu sangat panik, memang perasaan ibu sebelum aku berangkat sudah tidak setuju jika aku pergi malam-malam. Karena ibu panik, ibuku langsung ke luar rumah untuk mencariku. Ibu tidak tahu aku pergi ke mana ibu hanya mengetahui aku ingin ke suatu pesta. Di tengah perjalanan terjadi sesuatu yang nantinya akan membuat hidupku berubah.
Acaranya selesai pukul 12.00 malam, saat selesai aku segera pulang karena aku sangat lelah. Aku pulang bersama Dinda dengan kelelahan yang menyelimuti tubuh kita. Dinginnya malam membuat rambut yang menyelimuti kulitku berdiri. Rembulan yang sangat cantik dan memancarkan cahayanya melihat kita yang juga sedang memandanginya. Bintang-bintang menemani malam yang semakin indah. Rumahku yang sudah terlihat tidak jauh dari aku berada.
Sesampainya di rumah……
Aku membuka pintu rumahku yang tidak terkunci. Rumahku berbeda dari biasanya, aku berteriak sekencang-kencangnya. Aku memanggil nama ibu berulang kali. Menit kulalui dengan hanya memanggil nama ibu, tetapi tidak ada suara balasan apapun dari ibu. Aku segera menggeledah setiap ruangan yang ada di rumahku dan setiap sudut aku telusuri, tapi tidak ada tanda-tanda adanya ibu disini. Setelah lelah aku mencari, datanglah tetangga samping rumahku. Dia melihatku yang sedang kebingungan dan dia memberitahukan keberadaan ibuku.
“Mira tadi sekitar pukul 11.00 malam ibu kamu keluar rumah dan berkeliling di kampung untuk menemukan kamu, ibu kamu mencari kamu kemana-mana tapi tidak ketemu. Sampai akhirnya, sepeda motor yang melaju sangat cepat menyenggolnya dengan sangat keras. Ibu kamu terjatuh tidak jauh dari terakhir dia berdiri. Ibu kamu sekarang sedang dirawat di rumah sakit Medika Bunga, sebaiknya kamu segera menemui ibumu.” Penjelasan yang sangat panjang dari tetanggaku.
“Bbbbbbbbbbb………..aiiiik aku akan segera menemui ibu kamu, terima kasih bu atas informasinya,” Aku menjawab dengan perasaan bercampuran.
Perasaanku berubah drastis, mataku membendung air mata yang sangat lama tidak pernah terjatuh lagi dan baru kali ini aku meneteskannnya kembali. Aku tidak bisa berfikir lagi, aku hanya ingin menemui ibuku. Aku segera berlari sekencang kuda, air mata terus mengalir bagai derasnya air terjun. Hatiku berdebur kencang, pikiranku mulai kacau. Aku melangkahkan kaki selebar-lebarnya, batu yang menghalangiku membuat aku terkurap di jalan. Aku segera bangkit dari kejatuhanku dan melanjutkan langakahku.
“Memang benar yang dikatakan orang-orang penyesalan datangnya selalu terakhir,” aku berkata dalam hatiku.
Aku pikir apa yang telah ku perbuat kepada ibuku?. Haruskah ibu mencariku? Kenapa ibu masih peduli padaku? Aku sudah memperlakukan hal yang buruk kepada ibuku. Kata yang seharusnya tidak keluar dari mulutku selalu keluar dan kacaunya melebihi batas yang seharusnya. Sambil kumelangkah kupikirkan apa yang akan kulakukan, apa kesalahanku, apa perkataanku yang sepatutnya tidak aku laksanakan.
Jebrukkkkk, suara pintu rumah sakit yang aku dorong. Aku segera bertanya ruangan ibuku dirawat, aku menekankan suaraku kepada wanita yang berada di belakang meja yang tugas mereka hanya berada disitu. Setelah ku mendengar jawaban mereka, aku segera berlari lagi dan menuju ruangan yang harus aku capai. Hanya berjalan beberapa detik aku sampai di depan pintu ruang yang selalu membuat siapa saja yang berada disitu perasaannnya bercampur dan telah menghabiskan banyak air mata. Aku lihat wanita yang sedang duduk di ruang itu. Aku dekati wanita itu ternyata tetangga rumahku yang sukarela menemani ibuku.
Mira akhirnya kamu datang, ibu kamu masih ditangani oleh dokter dan belum ada informasi lebih lanjut lagi.”
Aku menunggu sambil mengepalkan tanganku seraya  berdoa kepada Allah SWT membantu dalam masalah ini dan aku memohon ampun. Aku menuju tempat yang sangat suci, sebenarnya aku malu menginjakkan kakiku di tempat itu lagi. Tapi aku harus melakukan itu, aku memohon ampun segala kesalahan yang telah aku perbuat kepada ibuku. Hatiku hancur berkeping-keping, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Aku merenung di tempat suci itu, aku berharap yang terbaik untuk ibuku. Aku pikir yang harusnya dihukum aku bukanlah ibuku. Berada disana membuat aku sadar akan kesalahan yang aku lakuakan.
Suara ketuk pintu menggendang di telingaku, aku segera bangkit dan menemui si pengetuk pintu. Tetanggaku memberi tahuku, bahwa dokter sudah keluar dari ruang maut itu. Aku segera menuju ke ruang maut itu dan mendengarkan apa yang dikatakan dokter. Dengan raut muka yang tidak enak dipandang dokter itu membawa berita yang sangat membuat aku terpukul. Tuhan cepat sekali memanggil ibuku. Rintihan tangis memecah suasana, aku menangis sejadi-jadinya. Aku merasa aku belum bisa ditinggalkan ibu sendiri. Aku masih membutuhkannya, Kenapa dulu aku membuat ibu selalu dalam kesusahan? Apa yang telah aku lakukan saat ibu masih hidup. Apa Tuhan mengampuniku? Tuhan berikanlah aku ketegaran hati Tuhan. Air mata yang mengalir dengan isak yang begitu keras membuat perasaanku perih teriris oleh luka tajam yang menusuk. Tetangga yang berada di sampingku mendengar isak ku mencoba menenangkanku. Tapi salah yang telah aku perbuat tidak bisa dimaafkan. Ibu adalah malaikatku, ibu adalah super hero, ibu adalah segalanya tanpanya aku tidak aka nada di dunia ini. Jenazah ibu yang telah terselimut kain putih dibawa oleh seorang perawat yang membuatku tambah menangis. Tak berhentinya aku ucapkan, Sungguh aku menyesal ibu…..kata itu terus berkeliling di pikiranku.
Sorenya ini yang membuatku semakin ingat kesalahanku, kuburan ibu yang dipenuhi bunga bertaburan membuat hatiku semakin terluka. Aku tidak percaya semua begitu cepat terjadi. Baru saja aku bertemu ibu, Tuhan kenapa Tuhan memanggil ibuku cepat sekali Tuhan? Tuhan kenapa tidak aku Tuhan? Aku merasa sangat tertekan dengan kejadian ini. Kupegang nisan yang berdiri tegak bertulisakan nama ibu yang telah membesarkanku. Kupeluk nisan itu dengan membasahinya dengan tangisku. Aku pulang bersama kenangan yang telah hilang selamanya. Ku buka kamar ibu yang membuat tangisku kembali lagi. Kusentuh foto ibu dan ayah yang sedang memandangiku. Tak sengaja kumenemukan buku yang amat sangat kuno dan sobek. Ku buka buku itu dengan sangat penuh tanda tanya. Aku melihat buku itu satu demi satu bagian walaupun banyak bagian yang tidak terlihat apapun. TAPII…………
Seminggu setelah kematian ibuku.
Dear diary, sudah seminggu ibu meninggalkanku. Sekarang, hidupku berubah drastis tanpa kedua orang tua disisiku. Tapi, aku menemukan sesuatu yang bisa membuat hidupku berubah. Selama ini ibu tertutup padaku, ibu selalu tersenyum bagaimanapun keadaannya dan dimana tapi aku baru sadar dibalik senyum manisnya ada sesuatu tersembunyi yang aku tidak tahu. Tapi, setelah aku membacanya kini aku tahu rahasia yang selama ini ibuku kubur dalam-dalam.
INILAH KISAHKU…………

Nama: Davina Panorama Viradhika
Kelas : VIII. 9
No absen: 08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar