Daftar Mata Pelajaran

Rabu, 19 September 2018

Sekali Peristiwa di Banten Selatan: Membangun Persatuan di Kekacaubalauan Karya Pramoedya Ananta Toer


Judul: Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Pengarang: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Tanggal terbit: 2004
Tebal Halaman: 132 halaman

Novel ini merupakan karya Pramoedya Ananta Toer yang bercerita mengenai hasil reportase singkat Pramoedya Ananta Toer di wilayah Banten Selatan yang subur tetapirentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Novel ini menceritakan tentang keberadaan Darul Islam yang membuat rakyat menderita dan melarat. Selain penderitaan yang dialami, dalam novel ini juga diceritakan tentang tumbuhnya persatuan diantara masyarakat setempat. 

Di Banten Selatan, di sebuah desa yang sedang terjadi pemberontakan Darul Islam, hiduplah Ranta dan istrinya Ireng yang hidupnya dijerat oleh kemiskinan. Mereka tinggal di sebuah gubuk sederhana yang terletak di kaki gunung. Saat itu ada dua orang pemikul singkong, yang pertama dan yangkedua yang hendak menuju ke tempat truk-truk dari kota memunggah singkong, saking lelahnya mereka berhenti di depan rumah Ranta untuk beristirahat dan minum, setelah itu melanjutkan perjalanan mereka. Tak lama kemudian datanglah Ranta pemilik gubuk itu, saat ia sampai di gubuknya ia mendapati pintunya dikunci dan segera memanggil Ireng istrinya. Ireng membukakan pintu dan mempersilahkan suaminya masuk. Tiada lama kemudian, datanglah Juragan Musa ke gubuk Ranta dengan maksud menyuruh Ranta untuk mencuri bibit karet untuk dirinya.juragan Musa memberikan seringgit pada Ranta sebagai upah awal, lalu pergi. Ranta masuk ke dalam gubuk dan oleh Ranta diserahkannya uang itu pada Ireng. 

Pada malam harinya, datanglah kembali dua orang pemikul singkong dari jurusan mereka pergi. Keadaan gelap gulita sehingga mereka bermaksud untuk menginap di gubuk Ranta. Mereka sudah menghampiri pintu, menyapa, dan minta izin untuk menginap tapi taka da jawaban apapun. Keadaan kembali tenang, kedua pemikul singkong itu telah tidur di bangku panjang depan rumah Ranta. Dengan perlahan dan hati-hati Ranta membuka pintu lalu pergi dari gubuknya. Pagi harinya Ireng keluar dari gubuknya dan mendapati dua orang pemikul singkong itu sedang tidur. Mereka bangun dan meminta izin pada Ireng untuk mandi, mereka memberikan singkong pada ireng sebagai ganti atas kebaikan Ireng pada mereka. LantasIreng memasak singkong itu untuk dimakan bersama yang pertama dan yang kedua. Tak lama kemudian datanglah Ranta dalam keadaan  lunglai. Juragan Musa tidak memberikan upah tambahan pada Ranta, ranta disiksa dan dirampas semua daripadanya termasuk hasil curaian dan barang bawaannya, lalu menyuruh Ranta pulang. Ireng, yang pertama, dan yang kedua sedih melihat keadaan Ranta. Tapi Ranta tetap menguatkan Ireng untuk bersabar karena mereka percaya bahwa suatu hari nanti mereka akan mendapatkan kelayakan hidup ketika Darul Islam keluar dari desa mereka.

Tak lama setelah mereka berbincang-bincang mereka melihat Juragan Musa yang melewati depan gubuk Ranta, kemudian yangpertama dan kedua pamit pergi dan karena lelah Ranta dan Ireng masuk ke dalam gubuk mereka. Tiba-tiba datanglah Juragan Musa dari arah ia pergi tadi menuju gubuk Ranta. Saat Juragan Musa memanggil Ranta, Ireng keluar menghampiri Juragan Musa dan menyampaikan bahwa Ranta masih cape. Saking kesalnya Ranta keluar dan langsung menatap Juragan Musa dengan tatapan tajam, seperti hendak menerkam mangsanya. Juragan Musa perlahan melangkah mundur, tetapi Ranta terus saja maju. Keadaan itu membuat Juragan Musa kehilangan semangatnya dan mulai ketakutan, ia melompat mundur dan aktentas dan tongkat miliknya jatuh ke tanah. Ranta memperingatkan pada Irengagar jangan memegang tas milik Juragan Musa itu. 

Tanpa merekaduga-duga datanglah yang pertama, yang kedua, membawa temannya yang ketiga. Saat yang kedua melihat bahwa ada tas milik Juragan Musa di tanah ia kaget. Ranta juga memperingatkan pada mereka bertiga jangan sentuh tas itu. Tiba-tiba yang ketiga berkata bahwa hanya dia yang tahu isi dari tas Juragan Musa. Yang ketiga tahu bahwa setiap malam Rabu Juragan Musa selalu berunding dengan Darul Islam, oleh karena itu dia tak pernah diganggu oleh Darul Islam. Mereka juga menyadari bahwa Juragan Musa selama ini termasuk dalam anggota Darul Islam. Setelah tahu akan hal itu, Ranta sudah merencanakan bahwa mereka akan bergegas ke kota untuk melapor pada pak Komandan. Dengat cepat mereka berkemas, lalu pergi. Sunyi senyap di beranda, malampun tiba, terdengar suara laki-laki yang hendak mencari Ranta, tetapi karena tahu rumah itu kosong maka mereka membakar rumah milik Ranta. 

Setelah Ranta melaporkan semuanya pada pak Komandan, mereka bersama mendatangi rumah Juragan Musa. Mereka menginterogasi Juragan Musa dan istrinya disana. Bukti pertama adalah pengakuan dari Nyonya, istri Juragan Musa bahwa suaminya itu termasuk dalam anggota Darul Islam. Bukti kedua bahwa tas Juragan Musa berisi banyak surat-surat Darul Islam. Namun Juragan Musa tetap tidak mau mengakui hal itu. Kemudian datanglah Pak Lurah ke rumah juragan Musa. Komandan, Ranta, dan yang lain bersembunyi dan mengancam agar Musa tidak memberitahu Pak Lurah akan keberadaan mereka. Disitu didapatlah bukti ketiga, yaitu Pak Lurah melaporkan persiapan rencana untuk menyerbu markas komandan dan memanggil Juragan Musa dengan sebutan “Pak Residen”, sejenis panggilan bagi orang penting di Darul Islam. Lalu datanglah Pak Kasan, bawahan juragan Musa. Pak Kasan memberikan bukti bahwa atas perintah Juragan Musa, dia dan orang-orangnya hendak membunuh Ranta karena memiliki bukti berupa tas berisi surat-surat Darul Islam, namun gagal karena saat itu Ranta sudah pergi dari rumahnya. Mereka membakar gubuk Ranta karena suruhan Juragan Musa.

Banyaknya bukti yang ada membuat Juragan Musa tak bisa lari lagi dan menjadi tahanan Komandan. Semua bisa terjadi akibat jasa dari Rant,Ireng, dan lainnya. Sebagai ucapan terima kasih, Ranta diangkat menjadi Lurah Banten Selatan secara langsung oleh Komandan. Setelah peristiwa penangkapan Juragan Musa, Ranta, Ireng, Rodjali yang ada di pihak Ranta tinggal di rumah Nyonya Musa. Keadaan masyarakat Banten Selatan sudah semakin membaik, tapi itu tidak membuat Ranta bersantai-santai saja sebagai lurah. Gerombolan pemberontak Darul Islam sudah datang lagi ke desa itu untuk membalaskan dendam. Sebelum gerombolan menyerbu, Ranta menyatukan semua masyarakat Banten Selatan untuk  membantu Komandan dan para pasukannya dalam melawan pemberontakn Darul Islam. Ranta mengumpulkan semua warga dan menyuruh agar memasang jembatan di tempat yang sekiranya dilewati gerombolan itu, lalu Ranta melarang semua warga untuk meninggalkan Banten Selatan. Rencana untuk gotong royong melawan gerombolan pemberontak menghasilkan kemenangan.

Tiga bulan kemudian, keadaan masyarakat semakin membaik begitu juga dengan kondisi Banten Selatan. Di desa itu sudah dibangun sekolah dan waduk. Mereka juga akan memiliki lahan dekat pantai untuk ditanami pohon kelapa dan durian. Keadaan Banten Selatan itu sudah dinanti-nantikan oleh semua masyarakat Banten Selatan. Semua itu datang dari kemauan masyarakat untuk bergotong royong dan bekerja sama untuk melawan pemberontakan Darul Islam. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup tak boleh redup. Semangat hidup itulah yang membuat seseorang bisa hidup dan terus bekerja.

Novel ini memiliki alur maju. Dengan tokoh Ranta sebagai pemeran utama berwatak protagonis yang selalu mengatasi persoalan-persoalan. Tokoh Ireng, istri Ranta berwatak protagonis. Tokoh yang pertama, yang kedua, yang ketiga berwatak protagonis. Tokoh Juragan Musa berwatak antagonis, begitu juga dengan Pak Lurah. Pak komandan berwatak tritagonis. Nyonya dan Rodjali berwatak protagonis. 

Dalam novel ini terdapat banyak kata dan kalimat yang jarang digunakan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa orang untuk mengetahui kosakata baru. Novel ini dikemas dengan bahasa yang walaupun kadang tak semua orang mengerti, tetapi tetap puitis. Semua suasana digambarkan jelas, seperti keadaan pagi hari, siang hari, dan malam hari. Rupa seseorangpun digambarkan dengan kalimat yang unik dan detail. Sebaiknya bahasa dalam novel ini dikurangi sedikit kosakata yang terlalu banyak orang tak ketahui, tanpa menghilangkan ciri khas bahasanya yang puitis dan hal tersebuat akan membuat pembacalebih mendalami cerita. Dalam novel ini, terutama pada bab IV ditekankan bahwa persatuan sangatlah penting bagi kehidupan bernegara. Dengan bukti yang ada menunjukkan bahwa yang dulunya bersifat indifidualisme menjadi lebih mau berbaur dan bersosialisasi. Cara Pramoedya menyampaikan amanat dalam novel ini juga terkesan unik karena ia memasukkan amanat-amanat tersebut di sela-sela cerita. 

    Semua dari novel ini adalah unik, apalagi penggunaan bahasanya. Tetapi selebih-lebihnya pasti terdapat  juga kekurangannya. Novel ini sudah disajikan dengan alur cerita yang menarik dan spesifik, tetapi sayangnya pada saat perlawanan terhadap pemberontakan Darul Islam di bab III cerita kurang memuaskan dan cenderung menceritakan kisah Ireng dan Rodjali, bukan Ranta sang tokoh utamanya. Para pembaca seakan bertanya, “Inikah akhirnya?” Cerita juga terkesan singkat pada kejadian itu, dan tidak mendapatkan feel atau rasanya, berbeda dengan cerita di bab I dan bab II. Cerita juga kurang detail sehingga pembaca tak dapat merasakan euphoria kemenangan rakyat. Walaupun bab I dan bab II menarik, saat membaca bab III dan bab IV ada rasa kecewa karena penyelesaian masalah yang tidak sesuai dugaan dan sedikit mengecewakan. Para pembaca yang mengira cerita akan bertambah seru malah jadi semakin bosan dengan alurnya. Seharusnya penulis membuat cerita terutama bab III dan IV dengan lebih detail lagi, agar menimbulkan kesan-kesan dari pembaca. Sesuai dengan judul novel ini ”Sekali Peristiwa di Banten Selatan” yang isi ceritanya juga dikemas dengan konflik yang naik ke puncak klimaks kemudian turun ke anti klimaks dan berakhir, benar-benar berkesan “sekali peristiwa”.

Nama: Bella N. D. Hutapea
No. Absen: 06

Tidak ada komentar:

Posting Komentar