Judul: Burung-burung Manyar
Penulis: Y. B. Mangunwijaya
Penerbit: Djambatan (1981), diterbitkan
kembali oleh Penerbit Kompas (2014)
Jumlah Halaman: 405 halaman
Roman Burung-burung Manyar diterbitkan pertama kali pada tahun 1981, lalu diterbitkan kembali oleh Penerbit Kompas pada tahun 2014. Roman Karya Mangunwijaya ini telah memperoleh
2 penghargaan yang terkenal yakni South East Asia Write Award (1983) dan Ramon
Magsasay Award (1996).
Dibagi menjadi 3
bagian besar dengan periode waktu antara 1934-1944, 1945-1950 dan 1968-1978,
roman Burung-burung Manyar bercerita tentang kehidupan Teto (Setadewa) dan Atik
(Larasati).
Kisah masa kecil
Teto dan Atik yang lahir di zaman penjajahan mengawali bagian pertama buku ini.
Sebagai anak dari pasangan letnan kelas satu sekaligus raden mas dari keluarga
Mangkunegara dan keturunan Indo-Belanda bernama Brajabasuki dan Marice, Teto
kecil mendapat kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Meskipun Brajabasuki
dan Marice menikmati hidup Eropa, Teto lebih suka bergabung bersama anak-anak
kampung dibanding dengan kerabat di istana.
Sementara Atik,
terbiasa diajak ayahnya yang seorang pegawai Dinas Kebun Raya Bogor menyusuri
sawah ladang dan hutan gunung, sudah ditumbuhi rasa cinta terhadap alam dan
burung-burung sejak kecil. Pendidikan penuh kebaikan dari kedua orangtuanya
berperan besar dalam membentuk pribadi Atik menjadi perempuan cerdas.
Bagian kedua
memasuki waktu kemerdekaan Indonesia. Setelah Jepang yang tadinya memegang
kuasa pergi meninggalkan Indonesia, Belanda kembali datang. Teto yang sejak
awal dipenuhi kebencian akan ide tentang Jepang memilih untuk bergabung dengan
tentara Belanda. Melalui Mayor Verbruggen, petinggi KNIL yang pernah melamar
Marice (namun ditolak), Teto langsung mendapat posisi letnan dua.
Pertentangan batin
dengan jelas terlihat dialami oleh Teto. Ia tidak mau dipandang menjadi
pengkhianat bangsa, namun menurutnya Indonesia sendiri sama sekali belum siap
untuk berdaulat dan merdeka. Ditambah lagi ketika mengetahui Larasati, cinta
pertamanya yang ternyata justru menjadi sekretaris dari Perdana Menteri Sutan
Sjahrir dan jelas ada di pihak Republik.
Selama bekerja
bersama KNIL, sosok ayah didapat Teto dari Verbruggen yang ternyata juga masih
mencari keberadaan Marice. Diketahui setelah Jepang pergi ternyata Marice telah
hilang ingatan dan tinggal di Rumah Penyakit Syaraf di Kramat.
Ada yang hilang
ketika mulai masuk ke bagian tiga. Diceritakan bahwa Teto sudah menjadi Doktor
Setadewa sang ahli computer di Pacific Oil Wells Company. Ada jeda waktu yang
cukup panjang membuat saya merasa kehilangan beberapa faktor penting dari
cerita.
Atik sendiri sudah
menempuh pendidikan doktornya di Program Studi Biologi, Universitas Gadjah
Mada. Ia telah lama pula dipersunting oleh Janakatamsi dan melahirkan tiga anak
yang pertama dipanggil Teto. Kala Atik akan mempertahankan disertasinya yang
berjudul “Jati Diri dan Bahasa Citra dalam Struktur Komunikasi Varietas
Burung Ploceus Manyar”, Teto memutuskan untuk hadir namun.
Ternyata keputusan tersebut justru kembali membuat Teto semakin gusar karena
terjebak di antara rasaan cinta yang masih ia simpan untuk Atik dan rasa mawas
diri untuk tidak membahayakan hubungan rumah tangga keluarga kecil Atik.
Cara Roman Mangun
mengisahkan babak peralihan antara sebelum, saat dan sesudah kemerdekaan
ditulis dengan sedemikian mengalir sehingga detail mengenai sejarah serta
eksplanasi mengenai varietas burung-burung sangat bagus dalam bentuk fiksi yang
mudah dimengerti oleh pembaca.
Kekurangannya
yaitu adanya jeda waktu yang cukup panjang membuat saya kehilangan
faktor-faktor penting dari cerita.
Secara
keseluruhan, buku ini memiliki cerita yang begitu indah dan menyentuh. Ada
banyak nilai kehidupan sarat makna yang dapat diambil oleh pembaca. Membaca
Burung-burung Manyar setidaknya membuat saya kembali melihat harga kehidupan.
Diulas oleh:
Aditya Rifky W. P/ 8.9/ 02
Tidak ada komentar:
Posting Komentar