Daftar Mata Pelajaran

Selasa, 18 September 2018

Karya lama sang legenda (Keluarga gerilya) karya Pramoedya Ananta Toer.



Identitas buku 
Judul: Keluarga Gerilya
Pengarang: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Penerbit Pembangunan Djakarta
Tahun terbit: 1955 (cetakan kedua)
Tebal halaman: 239 halaman (bagian cerita)

“Keluarga gerilya” merupakan salah satu roman Indonesia yang terbaik. Cetakan pertama dari roman tersebut oleh Pramoedya Ananta Toer mendapatkan sambutan sebagai berikut: “Tetapi, sekalipun dengan kelemahan-kelemahan ini Pramoedya tinggal seorang penulis muda yang tulisannya patut dibatja” (Siasat 8/10- 50)

Roman ini menceritakan tentang sebuah keluarga yang mengalami kesulitan pada zaman mempertahankan kemerdekaan tahun 1949. Keluarga tersebut ialah Amilah tua, kopral Paidjan, Saaman, kopral Tjanimin, pradjurit Kartiman, Salamah, Patimah, Salami, dan juga Hasan anak terkecil. Keluarga tersebut tinggal di rumah kadjang yang terletak di gang Tengah, Djakarta. Keluarga mereka disebut keluarga Amilah, karena Amilahlah yang tertua di keluarga itu. Atau keluarga Aman karena Saamanlah yang mencari penghasilan. Dan para tetangga menganggap Saaman sebagai pemuda yang baik. Dan ibunya Amilah dianggap sebagai permepuan yang tak kenal kesopanan sedikit pun.

Salamah menjadi anak tertua di keluarga amilah sejak Saaman ditangkap M.P. Kedua kakaknya Tjanimin dan Kartiman mengikuti gerilya. Dan bapaknya yang merupakan kopral Knil telah dibunuh oleh tiga anak tertuanya. Karena menjadi anak tertua, Salamah memohon izin kepada emaknya untuk bekerja. Amilah yang sudah tua, berubah ingatan, tak bisa baca maupun tulis tidak mengizinkan anaknya untuk bekerja. Karena itu adik adik Salamah berhenti sekolah.

Sementara itu Tjanimin dan Kartiman sedang berjaga disuatu pos penjagaan terdepan. Kartiman menceritakan tentang firasatnya yang bahwa ia tidak akan hidup lebih lama lagi. Kartiman yang selalu dihantui oleh firasatnya itu mulai bertobat. Sifatnya yang kasar mulai sedikit berubah. Ditengah obrolan mereka, 2 orang kelompok Tjanimin melaporkan bahwa ada musuh yang melakukan konvoi. Dan mereka berusaha menghentikan. Tentara gerilya menang dengan Kartiman yang telah wafat.

Lalu setelah semalam, dipagi yang buta terdapat seorang belanda yang mengaku sahabat Aman, panggilan dari Saaman. Orang tersebut menawarkan bantuan untuk membebaskan Aman. Amilah yang bodoh hanya menuruti orang tersebut. Orang belanda berusaha sekeras mungkin untuk meyakinkan Amilah karena Amilah kadang memaki ataupun marah tak jelas. Orang belanda yang menyebut dirinya sersan Kasdan mengatakan bahwa Amilah harus menyuruh Salamah atau Patimah untuk pergi ke tangsi. 

Pagi sekali setelah sersan Kasdan pergi, Amilah pun marah tidak jelas. Semua orang pun terbangun. Lalu Amah berusaha menenangkan emaknya. Salamah pun melepas kebayanya dan pergi ke dapur untuk memasak air. Sayangnya emaknya kabur membawa kebaya Salamah untuk dijual dan pergi ke tangsi. Amilah yang serakah itu menjual kebaya untuk membeli bahan bahan membuat asinan. Hasan pun pergi keluar untuk bermain. Salamah akhirnya bisa menyuruh Patimah pergi bekerja. 

Sementara itu Amilah pergi menuju tangsi. Disana dia ditolak mentah mentah. Dia pun marah dan juga sedih. Diapun pulang dengan rasa kecewa. Akhirnya ia menyuruh Salamah untuk pergi ke tangsi. 

Sementara itu aman ditahan disebuah sel yang kecil. Ia pun merenung. Ia tidak menyesali seluruh perbuatannya. Ia menjadi seorang pejuang yang menyamar sebagai tukang becak. Dan Saaman sama sekali tidak takut dengan hukuman mati yang ditunggunya. 

Sementara itu seluruh keluarga Amilah kecuali Salamah telah mengetahui kabar maut Aman melalui koran. Mas darsono alias bakal suami Salamah pun menceritakan hal tersebut dengan sedih. 
Dan pada akhirnya Aman menghadapi hukuman tersebut dengan bangga. Adiknya pun sedih. Salamah pun telah kembali dengan memohon maaf kepada mas Darsono karena ia ditipu oleh sersan Kasdan yang merebut keperawanannya. 

Roman tersebut memiliki tema perjuangan. Menggambarkan kesukaran yang pernah dialami bangsa Indonesia. Disini Aminah digambarkan seperti orang yang bodoh, berpikir pendek, tua renta,  dan tidak memiliki sopan santun. Karakternya sangat berpengaruh kepada cerita. Begitu juga dengan tokoh Saaman, digambarkan dengan sosok pemuda yang baik, berbudi, dan pemberani yang menjadikannya tokoh yang memengaruhi cerita. 

Disini seluruh anggota keluarga Amilah kecuali Paidjan menjadi tokoh protagonis. Sementara itu sersan Kasdan dan Paidjan merupakan beberapa tokoh antagonis. 

Roman ini memengaruhi para pembaca untuk terharu, tetapi juga menguatkan semangat para pembaca. Membuat para pembaca cinta tanah air. Tetapi roman tersebut makin langka untuk dicari karena merupakan cetakan lama. Kata-katanya masih menggunakan ejaan lama. Terkadang dialognya sulit untuk dimengerti, tetapi menarik sekali.

Oleh Gading Mahendra Sebayang VIII. 9/13


Tidak ada komentar:

Posting Komentar