Judul : Bumi Manusia
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Alamat Penerbit : Multi Karya II/26 Utan Kayu, Jakarta Timur
Tahun terbit : 1980 ( cetakan pertama)
Tebal Buku : 551
Ukuran Buku : 13 cm x 20 cm
Editor : Astuti Ananta Toer
Genre : Historical Drama
Bumi
Manusia adalah buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer
yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada tahun 1980. Bumi Manusia
juga merupakan salah satu buku yang terlaris yang pernah diterbitkan oleh Pramoedya Ananta Toer,
dimana buku ini telah diterbitkan di 4 benua hingga lebih dari 20 terjemahan
bahasa diluar bahasa Indonesia dan banyak menyabet berbagai penghargaan dari
dalam negeri maupun luar negeri. Walaupun
buku ini sukses menjadi buku terlaris yang pernah diterbitkan oleh
Pramoedya Ananta Toer, buku ini pernah dilarang beredar setahun kemudian, yaitu
pada tahun 1981 atas perintah Jaksa Agung. Sebelum dilarang, buku ini sukses
dengan 10 kali cetak ulang dalam setahun, yaitu pada tahun 1980-1981. Buku Bumi
Manusia adalah salah satu buku yang di lahirkan dari penderitaan Pramoedya
Ananta Toer di sekap oleh hukum diktator dibawah rezim Jendral Soeharto. Buku
ini awalnya diceritakan ulang oleh Pramoedya Ananta Toer kepada rekan-rekannya ketika
dipenjara di Pulau Buru. Lalu, setelah itu buku ini diterbitkan pada tahun
80’an, tetapi sayang hanya tahan beberapa lama di toko buku karena cepat dilarang
terbit oleh mentri kehakiman. Namun, setelah runtuhnya rezim diktator Orde
Baru, buku ini kembali diterbitkan pada tahun 2000 oleh penerbit Hasta Mitra
yang mencoba menerbitkan kembali karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Selain itu,
buku Bumi Manusia pun juga diterbitkan kembali di Indonesia oleh Lentera
Dipantara pada September tahun 2005. Buku ini pun melingkupi kejadian antara
tahun 1898 hingga tahun 1918, masa ini merupakan masa munculnya pemikiran
politik etis dan masa awal periode kebangkitan Nasional. Masa ini juga menjadi
awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern yang juga merupakan awal
kelahiran demokrasi pada pola Revolusi Perancis.
Secara garis besar buku Bumi Manusia
yang merupakan roman sejarah ini menggambarkan seorang anak pribumi atau inlandeer yang mencoba membangun kembali
rakyat dan tanah airnya akibat ketimpangan politik diskriminasi dan perbedaan
ras serta kasta dan berbagai hak-hak azasi manusia yang dikesampingkan. Nama
tokoh ini adalah Minke, ia adalah seorang anak bangsawan Jawa yang bersekolah
di H.B.S( Hogere Burger School) atau
setara dengan sekolah lanjutan tinggi pertama bagi seorang elite pribumi. Kepribadian Minke pun telah diasah oleh mental kolonial
sejak dari sekolahnya di E.L.S sampai
H. B. S, semua guru
– gurunya pun
berasal dari tanah Eropa. Minke sebagai seorang pribumi berdarah Jawa mulai merasa ada yang berbeda pada
dirinya semenjak masuk sekolah H.B.S, sepertinya sedikit demi sedikit budaya Eropa telah masuk pada dirinya. Pribadinya sedikit
melenceng menyalahi wujudnya sebagai orang Jawa. Minke pun dididik oleh berbagai macam
rasa diskriminasi dan perbedaan hak terhadap anak-anak pribumi. Bahkan Minke
menjadi sangat mengagungkan Eropa dan melupakan budayanya karena merasa Eropa
jauh lebih baik dalam segala hal.
Suatu ketika Robert Suurhorf yang merupakan teman sekolah Minke di H.B.S masuk kedalam kamar pemondokan Minke tanpa permisi maupun tanpa ketok
pintu. Betapa kagetnya Minke melihat kelakuan temannya itu. Robert mendapati
Minke sedang memandangi
gambar seorang
yang di idamkannya,
yaitu Sri Ratu Wilhelmina yang merupakan ratu dari Belanda. Melihat Minke
seperti itu, Robert menertawai Minke, mengejek, juga mencaci maki. Dia selalu tak
senang melihat Minke bahagia. Baginya Pribumi adalah golongan dibawahnya. Tak
terima dengan hinaan Robert, Minke kemudian melawan. Tapi Robert tak kehilangan
akal, dia mengajak Minke pergi kerumah seorang gadis yang mirip dengan Ratu Wilhelmina di fotonya,
bahkan lebihcantik darinya. Awalnya Minke tak ingin tapi Robert terus
mendesaknya dan mengatainya. Minke merasa tertantang, dan akhirnya menerima
ajakan Robert Suurhoof.
Robert telah mempersiapkan dokar,
mereka menaiki dokar tersebut lalu berangkat kerumah seorang bidadari. Minke
tahu niat Robert yang hanya ingin mempermalukannya, tapi Minke tak gentar. Ia
bertekad tidak akan kalah dari Robert.
Mereka sampai ditempat tujuan, didaerah
Wonokromo. Di sebuah rumah yang berloteng kayu, berpelataran luas dengan
tulisan : boerderij buitenzorg. Sampai disana seorang pemuda Indo –
Eropa telah menyambut. Teman Robert Surhorf. Dia hanya menyambut Surhorf dan
tidak menyambut Minke, pandangannya begitu tajam pada Minke. Lalu juga ada seorang gadis berkulit
putih, halus, berwajah Eropa, berambut dan bermata Pribumi, bernama Annelies
Mellema. Minke begitu terpukau, dan inilah gadis yang dimaksud Robert Suurhorf. Minke
melihat Robert Mellema dan Surhorf tenggelam dalam obrolannya mengenai bola,
dan Minke tidak mengerti. Ia
pun memutuskan untuk melihat – lihat perabot yang indah di rumah itu bersama
Annelies. Di sela percakapan dan obrolan Minke, datang seorang wanita Pribumi,
berkebaya putih dihiasi renda – renda mahal. Begitu mengagumkan bagi Minke dan juga lebih
mengagetkan Minke karena wanita Pribumi itu berbahasa Belanda dengan baik.
Annelies memperkenalkan Minke pada Mamanya yang akrab disapa dengan Nyai
Ontosoroh. Setelah berkenalan Nyai Ontosoroh pergi untuk melanjutkan
pekerjaannya.
Annelies mengajak Minke berjalan –
jalan, Minke sempat terkejut melihat Annelies, gadis kecil yang pintar, gesit.
Diusianya yang masih muda dia telah membantu Mamanya mengurus perusahaan
besarnya. Perusahaan yang di urus oleh dua orang saja, Nyai Ontosoroh dan
Annelies. Minke begitu terpesona dengan mereka, terutama pada Nyai Ontosoroh,
seorang Pribumi yang tanpa mengenyam bangku pendidikan tapi pengetahuannya
begitu luas, mengenai perdagangan, perusahaan, administrasi, perkebunan,
peternakan, bahkan mungkin dalam segala hal dia tahu. Nyai Ontosoroh yang hanya
belajar otodidak dari suaminya Tuan Mellema. Kedatangan Minke di tengah –
tengah keluarga Mellema membawa kesenangan tersendiri, terutama bagi Nyai dan
Annelies. Minke yang telah jatuh cinta pada Annelies, dan begitu pula Annelies. Minke pun mulai jatuh cinta
pada keluarga itu, anggapannya mengenai keluarga
Mellema selama ini salah, berbeda dari pemikirannya dan juga yang dibicarakan oleh orang-orang.
Semenjak berkunjung dari rumah Nyai
Ontosoroh, kehidupan berjalan seperti sedia kala, hanya Minke sedikit berubah. Boerderij
Buitenzorg di Wonokromo seperti memanggil Minke, wajah Annelies yang selalu
membayanginya. Minke seperti terkena sihir atau guna – guna. Minke kemudian
pergi kerumah kerabatnya, Jean Marrris, menceritakan apa yang terjadi padanya
sehingga dia berubah menjadi linglung. Jean Marris berpendapat bahwa Minke
sedang dalam kesulitan, dia sedang jatuh cinta. Minke berusaha menyangkal
pendapat Jean Marrris. Jean Marris menganjurkan Minke untuk datang kembalai ke
rumah Annelies untuk dapat mengetahui benar tidaknya pendapatnya itu.
Dari rumah Jean Marris, Minke pulang ke
pemondokan. Darsam telah menungunya dengan membawa surat dari Nyai Ontosoroh.
Minke lalu membaca surat itu, berisi permohonan agar Minke datang ke Wonokromo,
semenjak kepergiannya Annelies sering melamun, tak makan, pekerjaannya banyak
yang terbengkalai, dan salah. Darsam masih menungguinya, menanti jawaban Minke. Saat itu juga Minke pergi
ke Wonokromo bersama Darsam.
Kedatangan Minke membuat raut wajah
Annelies berubah menjadi bahagia. Mulai hari itu juga Minke berpindah dari
Pemondokan tinggal di rumah Nyai, Wonokromo. Kamar untuknya telah dipersiapkan,
dan Annelies yang menata pakaian Minke. Kedatangan Minke yang sangat berarti
bagi Annelies. Annelies sering bercerita pada Minke mengenai keluarganya, dan
kehidupannya. Minke menjadi curhatan Annelies. Dari cerita Annelies mengenai
mamanya yang dahulunya seorang Pribumi yang kemudian dijual oleh ayahnya kepada
Tuan Mellema. Mamanya yang kini bernama Nyai Ontosoroh menjadi gundik Tuan
Mellema, papanya sendiri. Dulu, Papa Annelies sangat baik
pada mamanya, papanya menjadi guru untuk mamanya, mengajari mamanya berbagai
hal hingga mama bisa sampai seperti ini. Papanya guru yang baik, pintar dan
mama menjadi murid yang patuh. Mamanya hanya belajar dari papanya, dari buku
secara otodidak. Semakin lama mamanya semakin mahir, dan mamanya mulai ikut
dalam bisnis papanya, mengelola seluruh lahan. Tapi semenjak suatu kejadian, semua
menjadi berubah. Kejadian dimana anak papanya Insyinyur Mellema datang. Dia
datang menemui papanya, mengolok – ngolok papa, menuntut hak, juga menginjak harga diri
mama. Semenjak itu Papa Annelies menjadi aneh,
dia jarang pulang. Akhirnya,
semua yang
mengurus perusahaan
adalah Nyai Ontosoroh dan Annelies. Annelies keluar dari
sekolah sejak kelas 7. Sejak saat itu pula mamanya sangat benci kepada papanya.
Dia tidak memaafkan apa yang telah diperbuatnya. Mamanya tak ingin Robert dan
Annelies seperti papanya, Tuan Mellema. Dari cerita Annelies ini, Minke menjadi
mengerti tentang keluarga ini.
Suatu ketika
Robert Surhorf masuk kedalam kamar pemondokan Minke tanpa permisi, tanpa ketok
pintu. Betapa kagetnya Minke melihat kelakuan temannya itu. Robert mendapati
Minke sedang mengungkungkan gambar seorang yang di idamkannya, Rati Wilhelnima.
Melihat Minke seperti itu, Robert menertawai Minke, mengejek, juga mencaci
maki. Dia selalu tak senang melihat Minke bahagia. Baginya Pribumi adalah
golongan dibawahnya. Tak terima dengan hinaan Robert, Minke kemudian melawan.
Tapi Robert tak kehilangan akal, dia mengajak Minke pergi kerumah seorang gadis
yang mirip dengan Ratu di fotonya, bahkan lebihcantik darinya. Awalnya Minke
tak ingin tapi Robert terus mendesaknya dan mengatainya. Minke merasa tertantang,
dan akhirnya menerima ajakan Robert Surhoof.
Robert telah mempersiapkan dokar,
mereka menaiki dokar tersebut lalu berangkat kerumah seorang bidadari. Minke
tahu niat Robert yang hanya ingin mempermalukannya, tapi Minke tak gentar. Ia
bertekad tidak akan kalah dari Robert.
Mereka sampai ditempat tujuan, didaerah
Wonokromo. Di sebuah rumah yang berloteng kayu, berpelataran luas dengan
tulisan : boerderij buitenzorg. Sampai disana seorang pemuda Indo –
Eropa telah menyambut. Teman Robert Surhorf. Dia hanya menyambut Surhorf dan
tidak menyambut Minke, pandangannya begiti tajam pada Minke. Lalu juga ada
seorang gadis berkulit putih, halus, berwajah Eropa, berambut dan bermata
Pribumi, bernama Annelies Mellema. Minke begitu terpukau, dan inilah gadis yang
dimaksud Surhorf. Minke melihat Robert Mellema dan Surhorf tenggelam dalam
obrolannya mengenai bola, dan Minke tidak mengerti. Ia memutuskan untuk melihat
– lihat perabot yang indah di rumah itu bersama Annelies. Di sela percakapan
dan obrolan Minke, datang seorang wanita Pribumi, berkebaya putih dihiasi renda
– renda mahal. Begitu mengagumkan bagi Minke. Dan juga lebih mengagetkan Minke
karena wanita Pribumi itu berbahasa Belanda dengan baik. Annelies
memperkenalkan Minke pada Mamanya yang akrab disapa dengan Nyai Ontosoroh.
Setelah berkenalan Nyai Ontosoroh pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.
Annelies mengajak Minke berjalan –
jalan, Minke sempat terkejut melihat Annelies, gadis kecil yang pintar, gesit.
Diusianya yang masih muda dia telah membantu Mamanya mengurus perusahaan
besarnya. Perusahaan yang di urus oleh dua orang saja, Nyai Ontosoroh dan
Annelies. Minke begitu terpesona dengan mereka, terutama pada Nyai Ontosoroh,
seorang Pribumi yang tanpa mengenyam bangku pendidikan tapi pengetahuannya
begitu luas, mengenai perdagangan, perusahaan, administrasi, perkebunan,
peternakan, bahkan mungkin dalam segala hal dia tahu. Nyai Ontosoroh yang hanya
belajar otodidak dari suaminya Tuan Mellema. Kedatangan Minke di tengah –
tengah keluarga Mellema membawa kesenangan tersendiri, terutama bagi Nyai dan
Annelies. Minke yang telah jatuh cinta pada Annelies, dan begitu pula Annelies,
minke yang jatuh cinta pada keluarga itu, anggapan mengenai keluarga Mellema
selama ini yang salah, berbeda dari pemikirannya dan juga yang dipergunjingkan
oleh para manusia.
Semenjak berkunjung dari rumah Nyai
Ontosoroh, kehidupan berjalan seperti sedia kala, hanya Minke sedikit berubah. Boerderij
Buitenzorg di Wonokromo seperti memanggil Minke, wajah Annelies yang selalu
membayanginya. Minke seperti terkena sihir atau guna – guna. Minke kemudian
pergi kerumah kerabatnya, Jean Marrris, menceritakan apa yang terjadi padanya
sehingga dia berubah menjadi linglung. Jean Marris berpendapat bahwa Minke
sedang dalam kesulitan, dia sedang jatuh cinta. Minke berusaha menyangkal
pendapat Jean Marrris. Jean Marris menganjurkan Minke untuk datang kembalai ke
rumah Annelies untuk dapat mengetahui benar tidaknya pendapatnya itu.
Dari rumah Jean Marris, Minke pulang ke
pemondokan. Darsam telah menunngunya dengan membawa surat dari Nyai Ontosoroh.
Minke lalu membaca surat itu, berisi permohonan agar Minke datang ke Wonokromo,
semenjak kepergiannya Annelies sering melamun, tak makan, pekerjaannya banyak
yang terbengkalai, dan salah. Darsam masih menunnguinya, menanti jawaban Minke.
Saat itu juga Minke pergi ke Wonokromo bersama Darsam.
Surat Nyai memang tidak berlebihan,
Annelies kelihatan susut. Kedatangan Minke membuat raut wajah Annelies berubah
menjadi bahagia. Mulai hari itu juga Minke berpindah dari Pemondokan tinggal di
rumah Nyai, Wonokromo. Kamar untuknya telah dipersiapkan, dan Annelies yang
menata pakaian Minke. Kedatangan Minke yang sangat berarti bagi Annelies.
Annelies sering bercerita pada Minke mengenai keluarganya, dan kehidupannya.
Minke menjadi curhatan Annelies. Dari cerita Annelies mengenai mamanya yang
dahulunya seorang Pribumi yang kemudian dijual oleh ayahnya kepada Tuan
Mellema. Mamanya yang kini bernama Nyai Ontosoroh menjadi gundik Tuan Mellema,
papanya seniri. Papa Annelies yang sangat baik pada mamanya, papanya menjadi
guru untuk mamanya, mengajari mamanya berbagai hal hingga mama bisa sampai
seperti ini. Papanya guru yang baik, pintar dan mama menjadi murid yang patuh.
Mamanya hanya belajar dari papanya, dari buku secara otodidak. Semakin lama
mamanya semakin mahir, dan mamanya mulai ikut dalam bisnis papanya, mengelola
seluruh lahan.
Cerita
yang didengar Minke dari Annelies ini dijadikan bahan tulisannya, dengan
sedikit gubahan yang bercampur dengan khayalannya. Minke mengirimkannya pada
sebuah majalah, dan telah dimuat. Nyai datang pada Minke dan Annelies ketika
mereka sedang mengobrol dengan selembar Koran di tangannya. Nyai menunjukkan sebuah cerpen yang dirasanya
seperti menceritakan kisah keluarganya. Nyai seperti mengenali tulisan tersebut, nama pena Max
Tollenar. Seketika itu pula wajah Minke berubah pucat. Ia segera mengaku pada
Nyai bahwa tulisan tersebut adalah tulisannya. Mama sudah menduganya, dan
bangga pada Minke. Dari situ mama bercerita mengenai dunia cerita yang ia
ketahui pada Minke.
Minke dikejutkan saat suatu pagi ia
dijemput agen polisi untuk dibawa ke kantor polisi, kemudian Minke naik kereta dan
ternyata menuju ke gedung bupati Kota B. Sesampainya
di gedung Kota B, didepan kursi
Minke memberi hormat pada Kanjeng Bupati. Kanjeng Bupati yang tak lain
adalah ayahandanya sendiri. Minke kaget mengetahui bahwa yang dihadapannya
adalah ayahnya sendiri. Ayahnya marah besar atas kelakuan yang diperbuat Minke,
tidak pernah membalas surat darinya, dari Ibu, dan kakaknya. Juga karena
kepindahan Minke dari Pemondokan ke Wonokromo. Ayahandanya marah
besar, Minke diberi hukuman pukulan berkali – kali. Pemaksaan kepulangan Minke
dikarenakan akan adanya pesta pengangkatan ayahandanya sebagai bupati, dan
Minke diberi mandat untuk menjadi penerjemah dalam bahasa Belanda. Setelah
menghadap ayahandanya, Minke kemudian menemui Ibunya. Bundanya yang amat sayang
padanya tak marah dan tak menyalahkan. Hanya memberi nasehat
agar perbuatannya jangan di ulangi lagi. Selain itu
Ibunya juga mengingatkan agar tidak lupa dengan dirinya, Pribumi darah Jawa,
jangan sampai terlalu terlena dengan budaya Eropa.
Selesai dengan urusan di kota B, Minke meminta izin pada
ayah dan bundanya untuk kembali ke surabaya. Mereka tidak mengekang. Hari itu
juga Minke kembali ke surabaya dengan kereta. Namun, karena suatu hal demi menjaga kebaikan semuanya, Minke
tidak ke Wonokromo untuk menemui Annelies. Suatu hari Minke mendapat kabar
bahwa Annelies sakit keras karena merindukan Minke. Nyai Ontosoroh memasrahkan
Annelies pada Minke. Setelah kedatangan Minke, Annelies berangsur-angsur sembuh
dan keadaannya mulai membaik bahkan Annelies pun kembali bahagia. Namun, berbagai
masalah pun mulai datang dalam kehidupan Minke dan Annelies. Minke melanjutkan
pendidikannya hingga lulus sebagai lulusan terbaik H.B.S, ia tak menyangka
seorang pribumi bisa berada diatas Eropa. Dan di hari bahagia itu Minke dan Annelies
mengumumkan pernikahannya. Pesta pernikahan besar-besaran digelar dengan tata
cara Islam.
Enam bulan telah terlewati. Keluarga itu lagi-lagi dihantam
badai. Annelies dan Nyai menghadap ke pengadilan putih yang memutuskan semua
hak-hak kuasa kekayaan Tuan Mellema jatuh pada anak kandungnya. Hal itu membuat
keluarga itu sangat terkejut, juga surat yang menunjukkan bahwa Mauris Mellema
menjadi wali bagi Annelies. Dan pengasuhnya ada di Belanda. Hal ini membuat
Minke hampir pingsan dan panik. Sejak saat itupun kesehatan Annelies mulai
terganggu, Annelies pun menjadi pemurung, tidak ada kebahagiaan yang dulu ia
rasakan. Inilah perkara bangsa kulit putih yang menelan pribumi. Nyai dan Minke
tak ingin menyerah dalam perkara ini. Mereka terus melawan. Pribumi harus
mempertahankan hak-haknya tidak boleh ditindas Eropa saja. Semua hal dilakukan
Minke untuk mempertahankan Annelies dengan cara menulis, berdemo bahkan hingga
mengajak forum islam untuk membelanya. Hari terus berlalu, Minke dan Nyai
mengalami kekalahan dalam mempertahankan Annelies, mereka sudah tidak dapat
berbuat apa-apa lagi dalam melawan kasus ini. Sampailah pada saat-saat terakhir
dimana Annelies akan pergi ke Belanda untuk menemui orangtua asuhnya, Annelies
mempunyai permintaan terakhir kepada mamanya untuk mengasuh seorang adik
perempuan yang mirip dengannya . Dengan senang hati, Minke dan Nyai menuruti
permintaan Annelies.
Perempuan Eropa
mulai menarik Annelies, menuntunnya. Annelies tenggelam dalam pembisuan dan
ketidakpedulian. Kehormatannya lenyap. Ia berjalan lambat – lambat meninggalkan
kamar, menuruni tangga dalam tuntunan orang Eropa. Badannya nampak sangat rapuh
dan lemah. Minke dan Nyai
Ontosoroh lari memapahnya, tapi dihalau oleh orang Indo dan perempuan Eropa. Minke
sudah tak dapat
berbuat apa-apa lagi. Tiba – tiba ia mendengar tangisnya sendiri. Sebegini
lemah kekuatan Pribumi dihadapan Eropa. Minke memanggil – manggil Annelies tapi
Annelies tak menjawab, tak menoleh sedikitpun.
Pintu depan dipersada dibuka. Sebuah kereta Gubermen telah menunggu dalam
apitan Maresose berkuda. Sayup – sayup terdengar roda kereta menggiling
kerikil, makin lama makin jauh, jauh, akhirnya tak terdengar lagi. Annelies
dalam pelayaran ke negeri dimana Sri Ratu Wilhelmina bertahta. Minke berjanji akan menyusul Annelies, membawa
Annelies kembali lagi.
Kisah
Bumi Manusia ini bertemakan tentang perjuangan melawan penindasan kolonialisme
dan adanya feminisme, dengan didasari oleh kekeluargaan, persahabatan,
kemanusiaan, dan nilai religi juga budaya pada masyarakat di zamannya menjadi
garis besar yang dapat ditangkap dalam roman ini. Selain itu, agar lebih
menarik buku Bumi Manusia juga mengangkat
tema asmara atau kisah cinta antara laki-laki pribumi dengan gadis
keturunan Indo-Belanda pada masa kedudukan pemerintah kolonial Belanda. Secara
keseluruhan dalam novel ini menggunakan alur maju, namun di tengah-tengah
cerita juga terdapat alur mundurnya, ketika Nyai Ontosoroh menceritkan
asal-usul pernikahanya dengan Tuan Mallema pada Annelies. Alur cerita novel ini
juga dapat dikatakan memiliki alur keras, karena akhir cerita tidak dapat ditebak.
Pada awal dan tengah cerita, mungkin pembaca akan berpikir cerita akan berakhir
bahagia dengan pernikahan Minke dan Annelies, tetapi cerita ini diakhiri dengan
perpisahan Annelies dan Minke. Annelies harus pergi ke Belanda, sedangkan Minke
tetap di Hindia sebagai seorang pribumi.
Tokoh utama dalam novel ini ada
tiga, yakni Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh. Sehingga dalam analisis ini
yang akan dibahas tokoh dan penokohanya adalah ketiga tokoh tersebut. Tokoh
pertama yaitu Minke, Ia merupakan tokoh sentral atau tokoh utama dalam novel
ini. Minke adalah orang pribumi keturunan priyayi dan bersekolah di H.B.S
(Sekolah Belanda), orangnya cerdas, baik, dan penyayang serta perhatian. Hal
tersebut terlihat ketika Annelies yang sakit, Ia rela datang dan juga
merawatnya sampai pulih. Kemudian perhatianya juga kerap Ia tunjukan kepada May
anak dari Jean Marais temanya. Tokoh yang akan dibahas selanjutnya yakni Annelies,
ia adalah gadis keturunan Indo- Belanda yang kecantikanya melebihi Ratu Belanda.
Namun disamping kecantikanya Ia anak yang manja. Selain itu Ia
juga mempunyai mental yang kurang kuat, hal itu terlihat ketika Annelies
yang ditinggalkan Minke sangat rindu hingga karena tak melihat Minke Ia jatuh
sakit. Annelies juga termasuk gadis yang luar biasa, buktinya diusia yang belia
Ia mampu mengendalikan perusahaan dengan tanganya sendiri.
Tokoh terakhir yang akan dibahas yakni Nyai Ontosoroh, seorang
gundik yang bijaksana dan berwibawa, walaupun suaminya meninggalkan perusahaan,
Ia dengan bantuan Annelies berani mengendaikan perusahaan. Selain itu walaupun
tidak pernah menempuh pendidikan Ia dapat menulis, membaca dan juga hafal
bahasa belanda serta sikapnya berwibawa tampa terlihat seperti seorang gundik.
Ia juga termasuk ibu yang perhatian dan sayang terhadap anaknya, seperti ketika
Annelies jatuh sakit Ia berusaha membujuk Minke agar mau datang ke rumahnya. Nyai
Ontosoroh juga termasuk orang yang tegas dan kuat karena kehidupan masa lalunya
Ia jadikan semangat untuk bangkit.
Latar yang akan dibahas meliputi latar tempat, waktu dan
suasana. Yang pertama yakni latar tempat Latar tempat dalam cerita novel
tersebut berada di Wonokromo, dekat Surabaya di Jawa Timur.
Selain itu detail lokasi antara lain berada dirumah Nyai Ontosoroh atau
perusahaanya yakni Boerderij Buitenzorg.
Pemondokan Minke juga tergambar dalam cerita ini, yakni tampak ketika Minke
baru pulang dari rumah atau perusahaan Nyai Ontosoroh. Selain itu juga terdapat
beberapa latar tempat lainnya seperti bengkel perabot Jean Marais, Pendopo Kota
B, Gedung Karasidenan, serta Rumah plesiran Babah Ah Tjong. Latar suasana dalam
novel ini yang dominan adalah tegang dan genting, hal tersebut hampir terlihat
dalam keseluruhan cerita, ketegangan sudah terihat pada awal pertemuan Minke
dengan keluarga Mellema yang aneh, selain itu beberapa pemikiran Minke tentang
keluarga Mallema membuat dirinya juga tersudut oleh perasaanya terhadap
Annelies sehingga ia berada pada posisi genting.
Dalam Roman Bumi
Manusia banyak terdapat nilai-nilai yang terkandung didalamnya, nilai-nilai
tersebut terdiri atas nilai moral, nilai sosial, nilai pendidikan, nilai
religius, nilai politik, dan nilai budaya yang semuanya saling berkaitan satu
sama lain. Nilai moral yang terkandung antara lain menunjukan rasa hormat
dengan cara merangkak, tidak menatap muka dan mengangkat muka pada lelaki yang
tidak dikenal, memuliakan seorang perempuan, dan tidak diskriminasi terhadap
perempuan. Selanjutnya nilai sosial yang terdapat dalam novel tersebut yaitu
menyambut tamu dengan baik, lingkungan sosial dapat mempengaruhi cara berpikir
seseorang. Nilai pendidikan yang terdapat dalam novel ini banyak antara lain, yaitu
tanggung jawab, adil, tentang pentingnya sebuah penampilan, Indonesia yang
bersifat kebudak-budakan dan semangat untuk belajar. Kemudian nilai religius yang
tampak yaitu toleransi antar umat beragama. Nilai politik yang tampak dalam
cerita tersebut seperti memanfaatkan harta warisan. Dan yang terakhir yaitu
nilai budaya, yaitu budaya Eropa yang diagung-agungkan, sikap malu hanya milik
orang Jawa dengan segala kerendahannya, perbedaan budaya pribumi dengan Eropa.
Buku Bumi Manusia ini cukup
menarik untuk dibaca karena alur ceritanya yang tidak diduga-duga dan
mengangkat konflik yang cukup menarik untuk dibahas seperti feminisme,
diskriminasi, dan hak asasi pribumi, sehingga dalam alur ceritanya banyak terdapat
nilai-nilai moral yang tersirat maupun tersurat yang dapat dipelajari dan
dibahas lebih dalam. Latar tempat dan suasana bahkan dijelaskan dengan detail,
tokoh dan penokohannya juga dijelaskan secara detail dan terperinci sehingga
dapat mempermudah para pembaca dalam berimajinasi dan mengikuti alur cerita. Tokoh-tokoh
yang diceritakan pun sesuai dengan zamannya, bagaimana kebiasaan, adat dan
teknologi yang diceritakan pun juga sesuai pada zamannya sehingga pembaca juga
lebih terasa seperti ikut kembali merasakan masa Kolonial Belanda. Buku Bumi
Manusia juga mudah didapatkan di toko buku, apalagi buku ini akan segera
difilmkan, maka kemungkinan banyak orang yang juga mencari buku ini, sehingga
penerbit akan lebih meningkatkan percetakan buku Bumi Manusia ini.
Namun, terdapat
beberapa kekurangan yang terdapat dalam Buku Bumi Manusia ini, seperti
bahasanya yang terlalu puitis sehingga menyebabkan beberapa pembaca kesulitan dalam memahami
cerita. Buku ini juga tidak dilengkapi ilustrasi yang jelas, sehingga dapat
membuat beberapa pembaca bosan dan lumayan sulit dalam mengimajinasikan cerita.
Dalam buku ini juga terdapat beberapa istilah-istilah yang menggunakan bahasa
Belanda, sehingga dapat membuat pembaca kebingungan memahami istilah tersebut.
Dalam buku ini, juga terdapat beberapa kata-kata yang tidak baku seperti
merubah yang seharusnya mengubah, juga terdapat beberapa kata-kata maupun kalimat
yang kurang efektif seperti para pelajar-pelajar H.B.S yang benar seharusnya para pelajar H.B.S. Dalam dialognya juga sulit untuk membedakan antara tokoh satu
dengan yang lain karena tidak diikuti dengan kalimat penjelas dan kalimat
pengiring tokoh yang sedang berbicara dalam dialog. Maka, karena hal tersebut
dalam membaca buku Bumi Manusia
harus dipahami dan ditelaah lebih dalam lagi agar tidak terjadi multitafsir.
Diulas oleh:
Ananda Savira Tri Octaviani
VIII.9/03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar