Judul : Bukan Pasar Malam
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :Lentera Dipantara
Tahun terbit : 2004
Tebal halaman : 112 halaman
Bukan Pasar Malam merupakan sebuah roman karangan Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1951 oleh Balai Pustaka. Oleh sebagian pembaca, Bukan Pasar Malam,sering disimpulkan sebagai novel yang bernuansa religius serta mistik. Dan di samping itu seorang pejuang kemerdekaan telah rela berkorban hingga bersakit sakit.
Saat itu sang ayah mengirim surat kepada sang anak yang saat itu tinggal di Jakarta untuk kembali ke Blora kediaman ayah dan keluarganya. Selama perjalanan pulang ke Blora menggunakan transportasi kereta, pemuda tersebut didampingi oleh istrinya yang keturunan pasundan, ia gadis yang cantik namun cerewet, mereka baru menikah setengah tahun yang lalu. Selama perjalanan di kereta itu sang pemuda mencoba memerkenalkan keindahan daerah asalnya kepada istri terkasih. hingga akhirnya pemuda tersebut tiba di kampung halaman dan bertemu sang ayah tercinta yang tergolek lemah tak berdaya karena TBC.
Sang anak pun bertemu ayahnya di pembaringan rumah sakit, saat bertemu tangis haru menyelimuti mereka. Pemuda tersebut merasa miris melihat ayahnya yang dahulu berdiri kokoh sebagai seorang pemimpin perang gerilya yang cerdik, seorang guru yang hebat, dan seorang politikus pro rakyat yang ulung kini menjadi sesosok makhluk tak berdaya dengan TBC yang menggerogotinya. Sang anak ingin membawa ayahnya ke dokter spesialis namun terkendala oleh keuangan keluarga yang tidak mendukung. Saat saat seperti itulah keakraban antara ayah dan anak yang telah lama terpisah mulai kembali terjalin, begitu pula keakraban antara sang pemuda dengan adik-adiknya juga kembali dieratkan oleh suasana dan keadaan. Namun tiba tiba sang istri meminta pemuda tersebut untuk kembali ke Jakarta dengan alasan keuangan yang memprihatinkan. Pemuda tersebut mengiyakan permintaan sang istri terkasih, akhirnya pemuda tersebut mengutarakan keinginan untuk kembali ke Jakarta kepada sang ayah, namun sang ayah menolak dengan halus dan meminta waktu seminggu lagi agar anaknya tersebut sudi menemaninya.
Waktu berjalan penuh dengan keakrabang ayah dan anak. Tanpa mereka sadari, satu minggu terlewati sudah, namun akhirnya sang anak malah tidak ingin beranjak pergi karena ia merasa memiliki kewajiban untuk menemani ayahnya yang tergolek lemah tak berdaya, maklum saja ia merupakan anak pertama dalam keluarga mereka. Kejadian yang tak diinginkan akhirnya terjadi juga, sang ayah meninggal dunia setelah dia dibawa pulang ke rumah oleh anak-anaknya. Tangis pilu tak terhindarkan, suasana hening menyelimuti keluarga mereka, rumah yang terlihat memprihatinkan turut menghiasi kesedihan mereka setelah ditinggal pergi orang tua tunggalnya.
Setelah kepergian sang ayah pemuda mendapatkan banyak pembelajaran, hingga akhirnya ia menyadari bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah seperti pasar malam, berduyun-duyun datang dan berduyun-duyun pula kembali, melainkan mereka menanti kepergiannya dengan segala hal yang masih dapat mereka lakukan.
Roman ini mengajak para pembacanya untuk selalu ingat pada orang tua. Karena orang tualah yang pertama kali merawat kita dan membesarkan kita. Roman ini mudah dicari di toko buku terdekat. Isinya sangat menarik membuat para pembaca ketagihan untuk membaca lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar