Daftar Mata Pelajaran

Selasa, 25 September 2018

Beda Tapi Satu

Beribu pulau ditaburkan
Beribu suku ditebarkan
Berbagai provinsi desebarkan
Berbagai bahasa daerah digunakan
Namun kami tetap satu
Satu Indonesia 

Rabu, 19 September 2018

Ronggeng dukuh paruk, kembalinya seorang ronggeng

Identitas Buku
Judul : Ronggeng Dukuh Paruk
Pengarang : Ahmad Tohari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit :2017 (cetakan ketiga belas)
Tebal halaman : 408 halaman
ISBN : 978-979-22-0196-3

Ahmad Tohari pertama kali menerbitkan novel Ronggeng Dukuh Paruk ini dalam bentuk trilogi, yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Pada tahun 1983 novel ini diangkat pertama kali ke layar lebar oleh sutradara Yazman Yazid dengan judul Darah dan Mahkota Ronggen. 28 tahun kemudian diangkat kembali ke layar lebar oleh sutradara Ifa Isfansyah berjudul Sang Penari.
Novel ini meneceritakan tentang kehidupan sebuah desa bernama Dukuh Paruk yang dipenuhi oleh kemiskinan,kemelaratan,dan kebodohan dengan sudut pandang seorang anak Dukuh Paruk bernama Rasus.Rasus adalah seorang anak yatim piatu yang ayah dan ibunya tewas karena peristiwa 11 tahun yang lalu.Ia hanya tinggal dengan neneknya di sebuah gedhek yang sangat kecil.
Cerita bermula di tepi kampung, dimana tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalihkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur.Mereka adalah Rasus,Warta, dan Darsun. Kemudian dilanjutkan sampai ketiga anak tersebut bertemu dengan Srintil-yang kelak menjadi Ronggeng-dan mereka bermain bersama dibawah pohon nangka.
Pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu kembali menggaet semangat yang telah 12 tahun lamanya hilang.Yakni seorang ronggeng.Ronggeng diibaratkan macam perlambang.Tanpa seorang ronggeng, Dukuh Paruk merasa seperti kehilangan jati diri.
Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi.Cantik nan menggoda;ronggeng.
Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat pedukuhan yang kere itu hancur.Tak hanya fisiknya saja.Mentalnya pun hancur juga.Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai insan yang mengguncangakn bangsa ini.Dukuh Paruk dibakar.Ronggeng lengkap dengan para penabuh calungnya ditahan.Tetapi karena kecantikannya, Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para pentolan di penjara tersebut.
Pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai menusia.Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya dan tak ingin lagi melayani lelaki manapun.Namun ternyata Srintil kembali terhempas ketika Bajus muncul dalam hidupnya.Bahkan membuat jiwanya hancur berantakan tanpa harkat secuil pun.
Novel ini mengajak pembacanya untuk berimajinasi lebih luas.Pasalnya, setting waktu yang diambil dalam novel ini adalah pada tahun 1960-an yang mestinya keadaan jauh berbeda dengan jaman sekarang.Tema yang diambil pada novel ini bisa dibilang nyentrik jika dibandingkan dengan novel lainnya yang terbit pada tahun yang sama. Sayangnya, novel ini banyak mengandung kata-kata berunsur dewasa yang sebenarnya tidak layak dibaca oleh anak dibawah umur.
Meskipun novel ini banyak mengandung kata-kata yang bersifat dewasa,kekurangan tersebut telah ditutupi dengan alur yang sangat menarik dan membuat gregetan para pembacanya.Perlu wawasan lebih untuk memahami setiap kalimatnya.Secara umum, novel ini tetap layak dibaca oleh masyarakat.Terlebih para kolektor novel-novel karya pemulis terkenal.
OLEH HIBBAN DIAZ R. VIII. 9/14

Assalamualaikum Beijing



                   Assalamualaikum Beijing


Judul buku   : assalamualaikum beijing

Penulis          : Asma Nadia

Tahun Terbit:2014

Penerbit        :Asma Nadia PublishingHouse


Nasionalisme Seorang Pemuda Dalam Burung-burung Manyar Karya Y. B. Mangunwijaya


Judul: Burung-burung Manyar
Penulis: Y. B. Mangunwijaya
Penerbit: Djambatan (1981), diterbitkan kembali oleh Penerbit Kompas (2014)
Jumlah Halaman: 405 halaman
Roman Burung-burung Manyar diterbitkan pertama kali pada tahun 1981, lalu diterbitkan kembali oleh Penerbit Kompas pada tahun 2014. Roman Karya Mangunwijaya ini telah memperoleh 2 penghargaan yang terkenal yakni South East Asia Write Award (1983) dan Ramon Magsasay Award (1996).

Bumi Manusia : "Tegakkan Keadilan Kaum Pribumi!" - Karya: Pramoedya Ananta Toer

Sekali Peristiwa di Banten Selatan: Membangun Persatuan di Kekacaubalauan Karya Pramoedya Ananta Toer


Judul: Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Pengarang: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Tanggal terbit: 2004
Tebal Halaman: 132 halaman

Novel ini merupakan karya Pramoedya Ananta Toer yang bercerita mengenai hasil reportase singkat Pramoedya Ananta Toer di wilayah Banten Selatan yang subur tetapirentan dengan penjarahan dan pembunuhan. Novel ini menceritakan tentang keberadaan Darul Islam yang membuat rakyat menderita dan melarat. Selain penderitaan yang dialami, dalam novel ini juga diceritakan tentang tumbuhnya persatuan diantara masyarakat setempat. 

Di Banten Selatan, di sebuah desa yang sedang terjadi pemberontakan Darul Islam, hiduplah Ranta dan istrinya Ireng yang hidupnya dijerat oleh kemiskinan. Mereka tinggal di sebuah gubuk sederhana yang terletak di kaki gunung. Saat itu ada dua orang pemikul singkong, yang pertama dan yangkedua yang hendak menuju ke tempat truk-truk dari kota memunggah singkong, saking lelahnya mereka berhenti di depan rumah Ranta untuk beristirahat dan minum, setelah itu melanjutkan perjalanan mereka. Tak lama kemudian datanglah Ranta pemilik gubuk itu, saat ia sampai di gubuknya ia mendapati pintunya dikunci dan segera memanggil Ireng istrinya. Ireng membukakan pintu dan mempersilahkan suaminya masuk. Tiada lama kemudian, datanglah Juragan Musa ke gubuk Ranta dengan maksud menyuruh Ranta untuk mencuri bibit karet untuk dirinya.juragan Musa memberikan seringgit pada Ranta sebagai upah awal, lalu pergi. Ranta masuk ke dalam gubuk dan oleh Ranta diserahkannya uang itu pada Ireng. 

Pada malam harinya, datanglah kembali dua orang pemikul singkong dari jurusan mereka pergi. Keadaan gelap gulita sehingga mereka bermaksud untuk menginap di gubuk Ranta. Mereka sudah menghampiri pintu, menyapa, dan minta izin untuk menginap tapi taka da jawaban apapun. Keadaan kembali tenang, kedua pemikul singkong itu telah tidur di bangku panjang depan rumah Ranta. Dengan perlahan dan hati-hati Ranta membuka pintu lalu pergi dari gubuknya. Pagi harinya Ireng keluar dari gubuknya dan mendapati dua orang pemikul singkong itu sedang tidur. Mereka bangun dan meminta izin pada Ireng untuk mandi, mereka memberikan singkong pada ireng sebagai ganti atas kebaikan Ireng pada mereka. LantasIreng memasak singkong itu untuk dimakan bersama yang pertama dan yang kedua. Tak lama kemudian datanglah Ranta dalam keadaan  lunglai. Juragan Musa tidak memberikan upah tambahan pada Ranta, ranta disiksa dan dirampas semua daripadanya termasuk hasil curaian dan barang bawaannya, lalu menyuruh Ranta pulang. Ireng, yang pertama, dan yang kedua sedih melihat keadaan Ranta. Tapi Ranta tetap menguatkan Ireng untuk bersabar karena mereka percaya bahwa suatu hari nanti mereka akan mendapatkan kelayakan hidup ketika Darul Islam keluar dari desa mereka.

Tak lama setelah mereka berbincang-bincang mereka melihat Juragan Musa yang melewati depan gubuk Ranta, kemudian yangpertama dan kedua pamit pergi dan karena lelah Ranta dan Ireng masuk ke dalam gubuk mereka. Tiba-tiba datanglah Juragan Musa dari arah ia pergi tadi menuju gubuk Ranta. Saat Juragan Musa memanggil Ranta, Ireng keluar menghampiri Juragan Musa dan menyampaikan bahwa Ranta masih cape. Saking kesalnya Ranta keluar dan langsung menatap Juragan Musa dengan tatapan tajam, seperti hendak menerkam mangsanya. Juragan Musa perlahan melangkah mundur, tetapi Ranta terus saja maju. Keadaan itu membuat Juragan Musa kehilangan semangatnya dan mulai ketakutan, ia melompat mundur dan aktentas dan tongkat miliknya jatuh ke tanah. Ranta memperingatkan pada Irengagar jangan memegang tas milik Juragan Musa itu. 

Tanpa merekaduga-duga datanglah yang pertama, yang kedua, membawa temannya yang ketiga. Saat yang kedua melihat bahwa ada tas milik Juragan Musa di tanah ia kaget. Ranta juga memperingatkan pada mereka bertiga jangan sentuh tas itu. Tiba-tiba yang ketiga berkata bahwa hanya dia yang tahu isi dari tas Juragan Musa. Yang ketiga tahu bahwa setiap malam Rabu Juragan Musa selalu berunding dengan Darul Islam, oleh karena itu dia tak pernah diganggu oleh Darul Islam. Mereka juga menyadari bahwa Juragan Musa selama ini termasuk dalam anggota Darul Islam. Setelah tahu akan hal itu, Ranta sudah merencanakan bahwa mereka akan bergegas ke kota untuk melapor pada pak Komandan. Dengat cepat mereka berkemas, lalu pergi. Sunyi senyap di beranda, malampun tiba, terdengar suara laki-laki yang hendak mencari Ranta, tetapi karena tahu rumah itu kosong maka mereka membakar rumah milik Ranta. 

Setelah Ranta melaporkan semuanya pada pak Komandan, mereka bersama mendatangi rumah Juragan Musa. Mereka menginterogasi Juragan Musa dan istrinya disana. Bukti pertama adalah pengakuan dari Nyonya, istri Juragan Musa bahwa suaminya itu termasuk dalam anggota Darul Islam. Bukti kedua bahwa tas Juragan Musa berisi banyak surat-surat Darul Islam. Namun Juragan Musa tetap tidak mau mengakui hal itu. Kemudian datanglah Pak Lurah ke rumah juragan Musa. Komandan, Ranta, dan yang lain bersembunyi dan mengancam agar Musa tidak memberitahu Pak Lurah akan keberadaan mereka. Disitu didapatlah bukti ketiga, yaitu Pak Lurah melaporkan persiapan rencana untuk menyerbu markas komandan dan memanggil Juragan Musa dengan sebutan “Pak Residen”, sejenis panggilan bagi orang penting di Darul Islam. Lalu datanglah Pak Kasan, bawahan juragan Musa. Pak Kasan memberikan bukti bahwa atas perintah Juragan Musa, dia dan orang-orangnya hendak membunuh Ranta karena memiliki bukti berupa tas berisi surat-surat Darul Islam, namun gagal karena saat itu Ranta sudah pergi dari rumahnya. Mereka membakar gubuk Ranta karena suruhan Juragan Musa.

Banyaknya bukti yang ada membuat Juragan Musa tak bisa lari lagi dan menjadi tahanan Komandan. Semua bisa terjadi akibat jasa dari Rant,Ireng, dan lainnya. Sebagai ucapan terima kasih, Ranta diangkat menjadi Lurah Banten Selatan secara langsung oleh Komandan. Setelah peristiwa penangkapan Juragan Musa, Ranta, Ireng, Rodjali yang ada di pihak Ranta tinggal di rumah Nyonya Musa. Keadaan masyarakat Banten Selatan sudah semakin membaik, tapi itu tidak membuat Ranta bersantai-santai saja sebagai lurah. Gerombolan pemberontak Darul Islam sudah datang lagi ke desa itu untuk membalaskan dendam. Sebelum gerombolan menyerbu, Ranta menyatukan semua masyarakat Banten Selatan untuk  membantu Komandan dan para pasukannya dalam melawan pemberontakn Darul Islam. Ranta mengumpulkan semua warga dan menyuruh agar memasang jembatan di tempat yang sekiranya dilewati gerombolan itu, lalu Ranta melarang semua warga untuk meninggalkan Banten Selatan. Rencana untuk gotong royong melawan gerombolan pemberontak menghasilkan kemenangan.

Tiga bulan kemudian, keadaan masyarakat semakin membaik begitu juga dengan kondisi Banten Selatan. Di desa itu sudah dibangun sekolah dan waduk. Mereka juga akan memiliki lahan dekat pantai untuk ditanami pohon kelapa dan durian. Keadaan Banten Selatan itu sudah dinanti-nantikan oleh semua masyarakat Banten Selatan. Semua itu datang dari kemauan masyarakat untuk bergotong royong dan bekerja sama untuk melawan pemberontakan Darul Islam. Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup tak boleh redup. Semangat hidup itulah yang membuat seseorang bisa hidup dan terus bekerja.

Novel ini memiliki alur maju. Dengan tokoh Ranta sebagai pemeran utama berwatak protagonis yang selalu mengatasi persoalan-persoalan. Tokoh Ireng, istri Ranta berwatak protagonis. Tokoh yang pertama, yang kedua, yang ketiga berwatak protagonis. Tokoh Juragan Musa berwatak antagonis, begitu juga dengan Pak Lurah. Pak komandan berwatak tritagonis. Nyonya dan Rodjali berwatak protagonis. 

Dalam novel ini terdapat banyak kata dan kalimat yang jarang digunakan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi beberapa orang untuk mengetahui kosakata baru. Novel ini dikemas dengan bahasa yang walaupun kadang tak semua orang mengerti, tetapi tetap puitis. Semua suasana digambarkan jelas, seperti keadaan pagi hari, siang hari, dan malam hari. Rupa seseorangpun digambarkan dengan kalimat yang unik dan detail. Sebaiknya bahasa dalam novel ini dikurangi sedikit kosakata yang terlalu banyak orang tak ketahui, tanpa menghilangkan ciri khas bahasanya yang puitis dan hal tersebuat akan membuat pembacalebih mendalami cerita. Dalam novel ini, terutama pada bab IV ditekankan bahwa persatuan sangatlah penting bagi kehidupan bernegara. Dengan bukti yang ada menunjukkan bahwa yang dulunya bersifat indifidualisme menjadi lebih mau berbaur dan bersosialisasi. Cara Pramoedya menyampaikan amanat dalam novel ini juga terkesan unik karena ia memasukkan amanat-amanat tersebut di sela-sela cerita. 

    Semua dari novel ini adalah unik, apalagi penggunaan bahasanya. Tetapi selebih-lebihnya pasti terdapat  juga kekurangannya. Novel ini sudah disajikan dengan alur cerita yang menarik dan spesifik, tetapi sayangnya pada saat perlawanan terhadap pemberontakan Darul Islam di bab III cerita kurang memuaskan dan cenderung menceritakan kisah Ireng dan Rodjali, bukan Ranta sang tokoh utamanya. Para pembaca seakan bertanya, “Inikah akhirnya?” Cerita juga terkesan singkat pada kejadian itu, dan tidak mendapatkan feel atau rasanya, berbeda dengan cerita di bab I dan bab II. Cerita juga kurang detail sehingga pembaca tak dapat merasakan euphoria kemenangan rakyat. Walaupun bab I dan bab II menarik, saat membaca bab III dan bab IV ada rasa kecewa karena penyelesaian masalah yang tidak sesuai dugaan dan sedikit mengecewakan. Para pembaca yang mengira cerita akan bertambah seru malah jadi semakin bosan dengan alurnya. Seharusnya penulis membuat cerita terutama bab III dan IV dengan lebih detail lagi, agar menimbulkan kesan-kesan dari pembaca. Sesuai dengan judul novel ini ”Sekali Peristiwa di Banten Selatan” yang isi ceritanya juga dikemas dengan konflik yang naik ke puncak klimaks kemudian turun ke anti klimaks dan berakhir, benar-benar berkesan “sekali peristiwa”.

Nama: Bella N. D. Hutapea
No. Absen: 06

Tetap Kokoh, Jalan Kebanggaan Daendles – Karya Pramoedya Ananta Toer


Judul                           : Jalan Raya Pos, Jalan Daendles
Pengarang                   : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit                       : Lentera Dipantara
Tahun terbit                 : 2005
Jumlah halaman           : 148 halaman

            Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang pemahat karya yang hampir semuanya adalah karya tulis. Hampir setengah hidupnya dihabiskan dalam penjara. Berbagai penjara yang menaungnya, namun beberapa karyanya lahir dari tempat purba ini. Banyak sekali karyanya dilarang dan dibakar. Termasuk buku ini, buku ini awalnya tidak boleh diterbitkan karena mengandung unsur kelam, namun diperbolehkan setelah berbagai pertimbangan. Sejak tahun 1988, buku ini diakui oleh negara yang besar. Buku ini telsh mendapatkan penghargaan. Seperti pengharhaan pada tahun 1988 di Amerika Serikat.

Selasa, 18 September 2018

Perjuangan Seorang Anak Dalam Bukan Pasar Malam Karya Pramoedya Ananta Toer Oleh: M. Asadillah Ramadhan 8.9/16

Perjuangan Seorang Anak Dalam
 Bukan Pasar Malam
Karya Proamoedya Ananta Toer

Judul : Bukan Pasar Malam
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :Lentera Dipantara
Tahun terbit : 2004
Tebal halaman : 112 halaman

Bukan Pasar Malam merupakan sebuah roman karangan Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1951 oleh Balai Pustaka. Oleh beberapa pembaca, Bukan Pasar Malam sering disimpulkan sebagai novel yang memiliki akhir cerita sedih / sad ending. Dan di samping itu seorang pejuang kemerdekaan telah rela berkorban hingga bersakit sakit. Bukan Pasar Malam sudah mendapat 19 penghargaan yang contohnya adalah Freedom to Write Award dari PEN American Center, Amerika Serikat dan Anugerah dari The Fund for Free Expression, New York, Amerika Serikat.

Saat itu sang ayah mengirim surat kepada sang anak yang saat itu tinggal di Jakarta untuk kembali ke Blora kediaman ayah dan keluarganya. Pada saat itu sang ayah dari anak tersebut jatu sakit. Dari seputaran perjalanan itu, terungkap beberapa potong puing gelojak hati yang tak pernah teranggap dalam gebyar gebyar revolusi. Dikisahkan bagaimana keperwiraan seorang dalam revolusi yang akhirnya melunak ketika dihadapkan pada kenyataan yang pahit. Ia menemukan ayanya yang seorang guru penuh bakti tergolek sakit karena TBC. Anggota keluarganya yang miskin, rumah tuanya yang sudah tidak kuat lagi menahan arus waktu, dan menghadapi istri yang cerewet.

Anak itu sampai di Blora dan duduk di ruang depan bersama dengan adik adiknya dan mereka mengobrol panjang tentang Jakarta, Semarang, bahkan tentang mobil. Seketika pembicaraan mereka terpotong karena sang anak revolusi menanyakan kabar ayahandanya. Obrolan yang panjang dan menyenangkan tadi sekaligus lenyap dan menjadi obrolan duka. Anak itu bertanya bebrapa kali dan tidak dijawab oleh adik adiknya. Anak itu malah mendapati suasana sedih. Akhirnya adik adiknya menjawab dengan nada duka dan suara lirih tentang kabar buruk ayahandanya.volusi tersebut perna memberikan surat pedas kepada ayahnya pada saat ia di penjara. Anak itu merasa berdosa dan ingin bertemu ayahnya. Mereka ke rumah sakit mendaiki dokar. Sang anak pun bertemu ayahnya di pembaringan rumah sakit, saat bertemu tangis haru menyelimuti mereka. Yang tadinya wajah ayahnya senyum seperti puas hidup di dunia ini dan tiba tiba menghilang seketika. Anak revolusi tersebut merasa miris melihat ayahnya yang dahulu berdiri kokoh sebagai seorang pemimpin perang gerilya yang pantang menyerah dan pandai meyusun strategi, seorang guru yang hebat dan gagah, dan seorang politikus pro rakyat yang ulung kini menjadi sesosok makhluk tak berdaya dengan penyakit penyakit yang menggerogotinya. Badan ayahnya yang dulunya tegak kini berganti menjadi lemah seperti sebilah papan. Sang anak ingin membawa ayahnya ke dokter spesialis namun terkendala oleh keuangan keluarga yang tidak mendukung. Saat saat seperti itulah keakraban antara ayah dan anak yang telah lama terpisah mulai kembali terjalin, begitu pula keakraban antara sang pemuda dengan adik-adiknya juga kembali dieratkan oleh suasana dan keadaan. Pemuda itu dan adik adiknya terus menangis karena meratapi kenyataan itu. Mereka bercerita lagi dan mendiskusikan tentang penyakit ayah tercintanya. Lalu pemuda itu bertemu dengan tetangga lamanya dan tetangga lamanya merekomendasikan untuk memperbaiki rumahnya itu. Pemuda revolusi bertanya kepada dokter tentang penyakit ayahnya dan ternyata penyakit ayahnya bisa hilang tapi dengan kemungkinan kecil. Namun tiba tiba sang istri meminta pemuda tersebut untuk kembali ke Jakarta dengan alasan keuangan yang memprihatinkan. Pemuda tersebut menolak ajakan tersebut karena ia tidak akan pulang sebelum keadaan beres semua. Mereka tengkar di perjalanan dengan membahas Jakarta! Uang! Ayah! Rumah Roboh! Lalu pertengkaran berakhir karena pemuda tersebut menyuru untuk istrinya pulang terlebih dahulu.

Waktu berjalan penuh dengan teka teki. Tanpa mereka sadari, satu minggu terlewati sudah, namun sang anak tetap teguh dengan tidak ingin beranjak pergi karena ia merasa memiliki kewajiban untuk menemani ayahnya yang tergolek lemah tak berdaya di rumah sakit karena dia merupakan anak pertama dalam keluarga tersebut dan merasa bersalah karena dia pernah melakukan kesalahan besar pada ayahandanya. Kejadian yang diucapkan ayahnya akhirnya terjadi juga, sang ayah meninggal dunia setelah dia dibawa pulang ke rumah oleh anak-anaknya. Tangis pilu tak terhindarkan karena tak menerima kenyataan tersebut, suasana duka menyelimuti keluarga mereka, rumah yang terlihat memprihatinkan turut menambah kesedihan mereka setelah ditinggal pergi orang tua tunggalnya yang tercinta itu.

Setelah kepergian sang ayah, pemuda tersebut mendapatkan banyak pembelajaran, hingga akhirnya ia menyadari bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah seperti pasar malam, berduyun-duyun datang dan berduyun-duyun pula kembali, melainkan mereka menanti kepergiannya dengan segala hal yang masih dapat mereka lakukan.

Roman ini mengajak para pembacanya untuk selalu merawat orang tuanya dan tidak lupa akan mereka. Karena merekalah yang pertama kali merawat kita dan membesarkan kita. Roman ini mudah dicari di toko buku terdekat. Isinya sangat menarik dan membuat para pembaca ingin untuk membaca membaca dan membaca.

M. Asadillah Ramadhan
8.9/16

JANGAN PANGGIL AKU SEPERTI ITU! PANGGIL AKU KARTINI SAJA ~ Buku Karya Pramoedya Ananta Toer






Judul Buku      : Pangiil Aku Kartini saja
Pengarang       : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit           : Lentera Dipantara
Tahun Terbit    : 1965 (dibakar oleh Belanda)
Tebal Buku      : 307 Halaman.

“Panggil Aku Kartini Saja” merupakan buku karya Pramoedya Ananta Toer, yang telah mendapatkan sekitar 19 penghargaan dari berbaggai pelosok dunia. Buku ini mendapat respon yang baik dari berbagai Negara. Buku ini diawali oleh pangeran diponegoro yang jatuh, perang jawa yang terbesar dan termahal dikalahkan oleh Belanda.

            Penderitaan, kesengsaraan, kemiskinan. Itulah yang dirasakan rakyat Indonesia pada zaman tanam paksa. Diperbudak namun tidak mendapat upah.. Semakin lama semakin menyiksa sistem tanam paksa ini, lebih banyak mengambil nyawa. Wabah kemiskinan dan kelaparan dimana mana.
            Lahirlah sosok Kartini yang begitu menentang feodalisme dan kolonialisme. Seorang putri bangsawan yang hidup tanpa masa depan. Bukan masa depannya direnggut oleh Belanda, namun ia tak tau mau jadi apa ia esok hari nanti. Namun karena semua itu, Kartini tumbuh menjadi wanita yang kuat, yang mampu mengasah pena tajamnya untuk melawan penindasan terhadap kaum wanita.

            Bebas, itu yang dirasakan Kartini setelah sekian tahun terkurung dalam penjara tembok batu yang ditinggalinya. Mata kartini terbuka akan kemelaratan dan penderitaan rakyat pribumi, “Rakyatku…” katanya. Matanya bertambah luas memandang rakyat pribumi melalui buku “Max Havellar”. Kartini hanya bisa melakukan perlawanan dari surat surat yang bernilai tinggi keseniannya, ia sindir kolonial Belanda dengan sastranya. Surat Kartini mengguncang dunia, tersebar luas karena para sahabatnya yang tinggal di Belanda

Secara umum novel ini sudah benar benar menceritakan biografi seorang Kartini. Bahasa yang digunakan beragam namun sulit untuk dimengerti untuk para siswa usia Sekolah Menengah Pertama. Juga dikarenakan ini novel lawas, kemungkinan besar anak zaman sekarang kurang menyukainya, walau isinya sangat menarik.

Buku ini pada awal terlihat membosankan, bagaimana cara Pramoedya untuk membuat awalan dalam novel ini cukup membosankan, karena rata rata rakyat Indonesia telah mengetahui tentang sistem tanam paksa, kerja rodi, dan lain lain. Namun pada akhir buku, kita akan diberikan suguhan paragraf yang mungkin tidak akan kita temukan di novel Kartini lainnya. Yaitu tentang kondisi kejiwaan Kartini, sinkretisme yang masih keras, Kartini dan Tuhannya, egoisme sebagai antipodacinta, dan beakhir dalam observasi dan intelegensia seorang Kartini.

Penjelasan Pramoedya yang begitu panjang lebar kemungkinan besar akan membuat pembaca remaja saat ini bosan karena kosakata yang diambil terlalu dalam. Setiap awal paragraph pada BAB baru selalu menarik, namun sekitar paragraf 3 hingga seterusnya terasa tidak lagi menarik karena merupakan penjabaran dari paragraf sebelumnya yang sudah detail.

TRAGEDI GENOSIDA JALAN RAYA POS, JALAN DAENDELS - Karya Pramoedya Ananta Toer


Judul : Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit              : Lentera Dipantara
Alamat penerbit : Multi Karya II/26 Utan Kayu, Jakarta Timur
Tahun terbit : Oktober 2005 (cetakan pertama)
Tebal halaman : 148 halaman
Ukuran buku : 13 x 20 cm


Jalan Raya Pos, Jalan Daendels merupakan kesaksian tentang peristiwa genosida kemanusiaan paling mengerikan dibalik pembangunan jalan yang membentang 1000 kilometer sepanjang utara pulau Jawa, dari Anyer hingga Panarukan. Buku ini ditulis oleh salah satu legenda satrawan besar Indonesia yang sudah tak asing namanya di dunia kesastraan. Karena aksinya dalam dunia satra dan kebudayaan, Pramoedya Ananta Toer, atau yang sering disebut sebagai Pram, dianugerahi sebanyak  penghargaan 12 dari luar negeri. Sampai akhir riwayatnya, beliau berkali-kali masuk dalam daftar Kandidat Pemenang Nobel Sastra. Lewat buku ini, Pram mengungkap sebuah kesaksian atas peristiwa pembantaian manusia Pribumi di balik pembangunan Jalan Raya Pos.

Buku ini ditulis secara rinci peristiwa-peristiwa yang terjadi pada sekitar 39 daerah yang dilalui Jalan Raya Pos, tanpa pembagian bab. Pram menuliskan baik kota-kota besar, seperti Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, maupun kota-kota kecil yang jarang terdengar di telinga orang awam, seperti Bangil, Juwana, Losari, Weleri, dan lain-lain. Pembagian daerah-daerahnya dimulai dengan kota asal Pram, yaitu Blora-Rembang, dilanjut dengan Lasem, Anyer, Cilegon, Banten, Tangerang, Batavia, Meester Cornelis/Jatinegara, Depok, Buitenzorg/Bogor, Priangan, Cianjur, Cimahi, Bandung, Sumedang, Karangsembung, Cirebon, Losari, Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Weleri, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Juwana, Rembang, Tuban, Gresik, Surabaya, Wonokromo, Sidoarjo, Porong, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Kraksaan, Besuki, dan berakhir di Panarukan. 

Pada setiap daerah, dipaparkan secara rinci mengenai sejarah terbentuknya daerah-daerah tersebut, seperti pemberian nama terhadap kota-kota tersebut. Penjelasan tentang segala dampak dari pembangunan Jala Raya Pos, hingga keadaan daerah-daerah tersebut pada masa penulisan buku ini. 

Genosdia manusia-manusia Pribumi tidak hanya disebebabkan oleh kelaparan dan kelelahan, namun juga disebabkan oleh wabah malaria yang merajalela. Tidak pernah dilaporkan secara rinci berapa banyak korban jiwa dalam genosida ini. Terdapat laporan dari sumber Inggris bahwa seluruh korban yang tewas akibat pembangunan Jalan Raya Pos sebanyak 12.000 orang. Hanya jumlah tersebut yang tercatat, namun diyakini bahwa jumlah korban jiwa lebih dari itu. Selama genosida ini tak pernah ada yang secara resmi menylidiki terkait korban jiwa akibat pembangunan jalan ini.

Tidak hanya sisi-sisi kelam saja yang diungkapkan oleh Pram di buku ini. Beliau menuliskan beberapa penggalan kenangan dirinya pada daerah-daerah di sepanjang Jalan Raya Pos yang pernah beliau kunjungi. Terdapat pengalaman lucu, mengesankan, pahit, bahkan tidak istimewa yang pernah beliau alami di selipakan di buku ini.

Dalam buku ini, Pram menyebut-nyebut beberapa genosida yang awalnya dilakukan oleh Jan Pieterz Coen pada tahun 1621 di Bandaneira, genosida Jalan Raya pos yang dilakukan oleh Daendels pada tahun 1808, Cuulturstelsel atau sering diebut tanam paksa yang dilakukan oleh Van Den Bosch, genosida pada zaman penjajahan Jepang di Kalimantan, genosida oleh Westerling pada tahun 1947, hingga genosida di awal pemerintahan Orde Baru.

Di akhir buku, Koesalah Soebagyo Toer menuliskan "Dan Siapa Daendels". Bagian ini menjelaskan secara singkat namun terperinci siapa itu Daendels. Selain itu, terdapat bagian datar pustaka yang menyajikan sumber-sumber yang digunakan Pram untuk menyusun buku ini hingga sedemikian rupa dapat mencakup semua sejarah tentang pembangunan jalan yang telah menelan puluhan ribu jiwa.

Dalam buku ini pembaca dapat seolah-olah melihat dan merasakan betapa sadis dan mengerkannya genosida yang dilakukan para penjajah terhadap warga Pribumi. Pram meuliskan buku ini seakan-akan pernah berada di setiap daerah yang dibahasnya. Dengan bantuan dari berbagai sumber bahan, dari wawancara maupun buku dan jurnal, dan termasuk pengetahuan serta pengalaman beliau sendiri, beliau dapat menyatukan itu semua dalam satu buah buku yang telah mencakup hampir semua yang terjadi selama peristiwa genosdia di balik pembangunan Jalan Raya Pos.

Novel ini disuguhkan dengan bahasa berbobot khas penulis zaman lawas. Novel ini dapat menjadi bahan pembelajaran sastra Indonesia sekaligus di bidang pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Bagi anda yang tidak tertarik akan dua hal tersebut, juga bisa menambah pengetahuan terkait sejarah masa penjajahan Indonesia lewat buku ini. Mungkin kalimat yang digunakan Pram sedikit sulit dipahami bagi siwa sekolah mengah pertama, namun buku ini sangat direkomendasikan bagi dewasa agar memiliki pengetahuan yang lebih luas terhadapa sejarah Indonesia.

Sayangnya novel ini tidak memuat peta yang jelas menggambarkan rute-rute Jalan Raya Pos. Peta yang disajikan di buku ini hanyalah sebuah peta kuno yang diambil dari Rijks Museum Amsterdam. Peta yang dimuat dalm buku ini tidak menyajikan gambar yang jelas dan utuh dan huruf yang dicetak tidak begitu terlihat sehingga menyulitkan para pembaca untuk mendapatkan informasi gambaran jalan yang dibuat Daendels sepanjang 1000 kilometer yang membentang dari Anyer ke Panarukan ini. terdapat juga beberapa kesalahan kecil, yaitu typo atau bisa disebut kesalahan cetak. Seperti kesalahan cetak kata "Kali Kamal", yang sebenarnya adalah "Kali Pamali".

Diulas oleh : 
Fidela Faya Felicya
VIII.9 / 12

LINGKAR TANAH LINGKAR AIR oleh Ahmad Tohari


LINGKAR TANAH LINGKAR AIR oleh Ahmad Tohari

Judul : Lingkar Tanah Lingkar Air
Pengarang : Ahmad Tohari
Editor : Eka Pudjawati
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit pertama kali : 2015
Tebal halaman : 165 halaman
Ukuran buku : 20 cm

        Novel kelima dari Ahmad Tohari berjudul “Lingkar Tanah Lingkar Air” yang terbit pertama kali pada tahun 2015 oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Novel ini pernah diterbitkan oleh Republika tahun 1990 cerita bersambung, PT Harta Prima tahun 1992, dan LkiS tahun 1995. Ahmad Tohari tidak pernah melepaskan diri dari pengalaman hidup kedesaannya yang mewarnai seluruh karya sastranya. Ahmad Tohari merupakan penulis terkenal yang telah memperoleh banyak penghargaan. Beberapa karya dari Ahmad Tohari telah mendapat penghargaan. Novel berjudul“Lingkar Tanah Lingkar Air”dapat dibilang buku yang tipis karena tebalnya hanya 165 halaman.
        
        Novel ini menceritakan perjuangan seorang pemuda bernama Amid dan teman-temannya untuk mengusir penjajah dan perjuangan karena adanya konflik antara Republik dan Hizbullah. Tokoh dalam novel ini adalah Amid, Jun, Kiram, dan Kang Suyud mereka rela mati demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ada juga Kiai Ngumar, beliau adalah kiai yang mengajari Amid dan teman-temannya di kampungnya, beliau dulu pernah bergabung di tentara Republik. Istri Amid bernama Umi yang dinikahinya pada usia yang cukup muda. Awal cerita ini terjadinya perang yang menyebabkan berjatuhan korban, dalam kejadian ini Kang Suyud meninggal di dekat kandang kambing. Mereka sangat berduka atas kehilangan Kang Suyud. Amid selalu teringat masa lalu, dia mengungkit saat Kang Suyud masih bersama mereka semua. Amid menceritakan masa sulit dan perang yang pernah mereka hadapi bersama.
        
        Amid pemuda yang memiliki tekad besar, dia bermimpi menjadi bagian dari tentara republik. Walaupun Amid pemuda yang paling takut jika berperang daripada teman-teman yang lain, tapi dia pemuda yang memiliki impian yang besar. Kiram pemuda yang sangat berani, badannya gagah, tapi dia tidak bisa membaca. Kang Suyud meruapakan orang yang beragama tetapi dia mengartikan itu salah. Dia menganggap negara Indonesia berumat islam semua, jadi orang yang bukan agama islam tidak bisa menjadi rakyat In donesia. Hal itu menyimpang pada prinsip kita, kita negara kesatuan. Kita menghargai setiap orang yang beragama lain atau ras lain di negara kita.
        
        Konflik novel ini bermula saat Kang Suyud, Jun, Kiram ingin mengikuti Kartosuwiyo beliau adalah pendiri organisasi Darul Islam. Organisasi ini dilarang oleh pemerintah karena membentuk negara sendiri yang berdasarkan islam, padahal mereka menyimpang dari ajaran agama islam. Mereka ingin melepas diri dan mengikuti Darul Islam. Amid tidak setuju tetapi karena mereka selalu bersama Amid ikut bersama mereka. Mereka membentuk organisasi Darul Islam bernama Hizbullah. Hizbullah di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Kiai Ngumar memberi mereka nasihat untuk ikut tentara republik, tapi apa daya tidak ada yang mendengarkannnya hanya Amid seorang saja. Hanya seorang tidak bisa membuat mereka berubah pikiran. Menjadi orgnaisasi yang melepas diri cukup sulit bagi mereka, banyak rintangan dan masalah yang mereka alami. Mereka harus melawan penjajah dan mereka harus melawan negaranya, kawan lawan tidak dipedulikan mereka. Amid seorang yang cinta tanah air tetapi terkandang dia bimbang karena organisasinya sering memerangi warga seagama. Suatu hari pernah Amid menembak seorang tentara yang disakunya terdapat kitab suci dan tasbih, betapa sedihnya Amid pada saat itu.
      
        Setelah lamanya berjuang untuk mengusir penjajah, Indonesia bisa mengibarkan bendera dengan bebas. Tetapi masih terdapat konflik yang terjadi. Orang komunis dan organisasi Darul Islam menjadi masalah utama negara. Padahal Hizbullah sudah lama dububarkan semenjak penjajah pergi dari sini, memang Darul Islam belum dibubarkan. Organisasi Darul Islam menjadi buronan pemerintah karena beritanya organisasi ini membuat negera kita hancur.
        
        Amid rindu dengan keluarganya, dia ingin sekali pulang ke kampungnya. Tetapi mereka menjadi buronan oleh pemerintah, jadi mereka tidak bisa kembali ke kampungnya. Mereka menunggu sampai ada surat pengampuanan untuk mereka. Karena Amid sangat rindu terhadap keluarganya di kampung, dia nekat pergi malam-malam untuk pergi kesana. Cukup lama waktu yang dibutuhkan Amid. Sore-sore dia sampai disana, dia menunggu hingga petang datang agar dia bisa masuk ke rumah tanpa ketahuan oleh tentara yang menjaga disana. Tak lama kemudian petang, Amid segera masuk ke kampung dan menuju ke rumah keluarganya, Amid masuk dengan memberi tanda-tanda. Di dalam rumah orang tuanya dia diberi makan dan beristirahat sejenak. Setelah selesai bertemu orang tua dan Umi istrinya yang sedang hamil dia langsung keluar dengan terburu-buru.
       
       Suatu hari Kartosuwiryo tertangkap dan menyerukan agar anggota DI/TII untuk menyerah dan meletakan senjata dan memberi jaminan anggota DI/TII mendapat pengampunan Tak percaya dengan hal itu, mereka bertiga meneruskan hidupnya yang menjadi tawanan pemerintah. Tiga tahun mereka menunggu mendapat surat, akhirnya  mereka mendapat surat penyerahan diri untuk meletakan senjata dan mendapat pengampunan dari pemerintah. Mereka segera menuju pemerintah dan mereka menjadi bagian dari mereka. Mereka menjadi petunjuk jalan karena orang komunis mulai meyerang. Tapi mereka tidak ingin hanya menjadi petunjuk jalan mereka ingin berperang juga, sudah lama mereka tak berperang. Besok paginya mereka berangkat untuk bersiap di pintu utama. Saat orang komunis datang mereka menyerang. Amid terasa sakit di bagian pinggang, pandangannya mulai pudar.  Dia hanya bisa mendengar Karim menyerukan kata serbu. Rasa yang diderita Amid bukan main, seketika ttttttttt Amid menutup mata untuk selamanya.
      
        Alur cerita ini cukup rumit, karena sebagian besar cerita ini membahas kejadian yang sudah pernah dialami tokoh di dalam cerita. Tapi menurut saya, cerita ini bisa membuat kita membayangkan berada pada posisi saat masih terjadi perang. Jadi kita seperti yang menjadi pemuda di cerita ini. Amid memberi kesan yang berbeda, seorang pemuda yang memiliki tekad dan impian yang besar. Segala dia lakukan untuk mewujudkan impiannya.
       
        Novel ini cukup bagus dan banyak menginspirasi anak pemuda untuk cinta terhadap tanah air. Cerita novel ini cukup menarik dan dapat membuat jiwa nasionalisme para pemuda membara. Karena novel ini menceritakan perjuangan anak muda dulu yang sangat memiliki impian besar dan semangat nasional yang besar untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, ini yang dapat menjadi motivasi kita. Kita sebagai generasi emas harus memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme untuk mewujudkan bangsa yang sejahtera.
       
        Novel ini tidak menjelaskan tokoh satu persatu perannya secara detail. Beberapa tokoh disini tidak dijelaskan peran secara detailnya seperti Jun, Jun adalah sahabat Amid tetapi kita tidak tahu peran sebenarnya dari Jun apa. Jadi banyak orang bertanya-tanya peran tokoh ini apa, maksudnya apa. Tokoh Jun memang diceritakan di beberapa cerita, tetapi tidak ada bagian yang menjelaskan karakter sebenarnya pada Jun.

        Novel ini di beberapa bagian keterangan waktunya tidak jelas. Sehingga membuat pembaca bingung, seperti langsung lompat waktu. Jadi tidak diberi keterangan waktu, langsung menceritakan reka adegan.
Novel ini terkadang membuat kalian bosan karena cerita yang selalu mengungkit masa lalu atau flasback. Novel ini sering menceritakan kejadian masa lalu. Sebagian besar cerita ini mengulang kejadian yang telah terjadi, hanya bagian akhir saja yang tidak mengulang masa lalu. Novel ini sudah dicetak dengan baik dan rapi sehingga dapat memudahkan bagi siapa saja yang ingin membacanya. Jika kalian membaca buku Ahmad Tohari yang berjudul “Ronggeng Dukuh Paruk” ceritanya bagus dan tidak membosankan, buku ini alurnya berbeda dan alurnya lebih jelas. Jika kalian membaca novel ini harus benar-benar memahami novelnya karena beberapa ada yang menggunakan kata-kata yang jarang didengar. Buku Ahmad Tohari yang lain juga banyak menggunakan kata-kata yang cukup rumit. Jika kalian membaca dengan benar kalian akan mudah dalam memahami apa yang diceritakan.


Nama        : Davina Panorama Viradhika
Kelas         : VIII.9
No. Absen: 08

Balasan dari sebuah kejahatan (Calon Arang) karya Pramoedya Ananda Toer

Judul novel : Cerita Calon Arang
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Halaman : 100
Tahun terbit : 2003
Kategori : Sejarah Fiksi
Desain buku : M.Bakkar Wibowo dan Ong Hari Wahyu
Kulit muka : Ong Hari Wahyu
Pencetak novel : Grafika Mardi Yuana


                  Cerita Calon Arang adalah novel karya Pramoedya Ananda Toer. Tokoh utama di dalam novel ini bernama Calon Arang. Dalam novel ini diceritakan bahwa, Calon Arang adalah seorang perempuan janda setengah tua yang tinggal di dusun Girah. Calon Arang juga memiliki seorang anak perawan yang berusia 25 tahun, ia bernama Ratna Manggali. Gadis ini memiliki paras yang sangat cantik, tetapi tak ada seorang pun yang berani melamarnya karena takut pada ibunya yaitu Calon Arang. Karena Calon Arang memang memiliki sikap buruk, ia senang sekali menganiaya, membunuh, merampas, dan menyakiti sesama manusia. Calon Arang dapat saja berkuasa karena ia adalah teluh (dukun yang merusak orang dengan ilmu gaib), ia memiliki banyak sekali  pengikut serta murid yang berguru padanya. Ratna Manggali merupakan anak tunggal yang sangat disayangi oleh Calon Arang, tetapi karena sikap ibunya tidak ada satupun gadis yang mau berteman dengannya. Semua orang takut dan berhati – hati saat bertemu dengan Ratna Manggali dan Calon Arang.

PENYESALAN HIDUP "HARIMAU ! HARIMAU !" - Karya Mochtar Lubis


Judul : Harimau ! Harimau !
Pengarang : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun terbit : 1992
Tahun ditulisnya : 1975
Tebal halaman : 214 halaman
Ukuran buku : 11 cm x 17 cm

            Harimau ! Harimau ! telah mendapat Hadiah Yayasan Buku Utama sebagai penulisan sastra terbaik pada tahun 1975 yang ditulis oleh Mochtar Lubis. Mochtar Lubis merupakan pengarang ternama yang dilahirkan tanggal 7 Maret 1922 di Padang.  Buku ini dapat dibaca sebagai sebuah cerita petualangan di rimba raya oleh sekelompok pengumpul damar yang diburu oleh seekor harimau kelaparan. Berhari hari mereka mencoba menyelamatkan diri mereka, dan seorang demi seorang di antara mereka jatuh menjadi korban terkaman harimau.

Di dalam hutan terdapat sumber-sumber nafkah hidup manusia seperti: rotan, damar, dan berbagai bahan kayu. Tujuh orang pria yang terdiri dari Pak Haji Rakhmad, Wak Katok, Pak Balam, Sutan, Buyung, Talib, dan Sanip telah seminggu lamanya tinggal di dalam hutan mengumpulkan damar. Mereka mencari nafkah dengan mengumpulkan damar untuk istri dan anak-anaknya di kampung Air Jernih, terkecuali Buyung, ia satu-satunya yang paling muda diantara mereka dan belum menikah.
            Mereka bertujuh selalu bersama-sama pergi mengumpulkan damar, meskipun mereka sebenarnya tak berkongsi, dan masing-masing menerima hasil penjualan damar yang dikumpulkannya sendiri. Mereka merasa lebih aman dan lebih dapat bantu-membantu melakukan pekerjaan. Wak Katok merupakan pemimpin rombongan pendamar itu. Yang muda-muda seperti Talib, Sanip, Sutan, dan Buyung, mereka semua murid pencak Wak Katok. Mereka juga belajar ilmu sihir dan gaib pada Wak Katok. Mereka termasuk orang baik di mata orang kampung.
          Dari kampung Air Jernih ke hutan, ada seminggu jauhnya berjalan kaki. Mereka membawa beras, cabai, asam, garam, da panci, kopi, dan gula untuk perbekalan mereka selama berburu damar di hutan.Selain mancari damar, mereka juga berburu rusa. Di hutan terdapat huma kepunyaan Wak Hitam. Di sebuah pondok di ladang Wak Hitamlah mereka selalu bermalam selama berada di hutan. Wak Hitam mempunyai empat orang istri, namun istri yang paling mudalah yang menemaninya di huma. Ia bernama Siti Rubiyah. Ia masih muda dan cantik. Wak Katok maupun muridnya yang muda-muda diam-diam menyukainya, namun sebenarnya mereka takut pada Wak Hitam yang mempunyai ilmu sihir yang hebat. Siti Rubiyah dipaksa orangtuanya menikah dengan Wak Hitam. Wak Hitam menikahinya Siti Rubiyah  hanya untuk memakai kemudaannyauntuk mempermuda dirinya sendiri. Ada cerita yang mengatakan bahwa Wak Hitam bersekutu dengan ibis, setan, dan jin, dan dia memelihara seekor harimau siluman. Saat itu Wak Hitam sedang sakit demam yang tak kunjung sembuh, dengan sabar Siti Rubiyah merawatnya.
           Setelah mereka berminggu-minggu mengumpulkan damar dan menumpang di huma Wak Hitam, mereka berniat untuk pulang ke kampungnya membawa semua damar yang berhasil mereka kumpulkan. Di tengah perjalanan mereka sempat berburu rusa. Di pinggir sungai mereka beristirahat untuk makan malam dengan hasil buruan mereka. Disana mereka membuat sebuah pondok dan api unggun. Pak Balam ketika sedang berhajat tiba-tiba ia diserang oleh seekor harimau yang besar. Ia diseret ke tengah hutan. Kawan-kawannya dengan sigap menyelamatkan Pak Balam bermodal senapan latuk milik Wak Katok dan parang panjang. Pak Balam berhasl diselamatkan namun dalam keadaan yang sangat parah. Pak Balam akhirnya bercerita bahwa ini semua terjadi akibat dosa-dosa yang telah mereka lakukan di masa lalu. Satu per satu pun diantara mereka menjadi korban harimau. Nyawa Pak balam, Talib, dan Sutan tak dapat diselamatkan akibat diserang oleh harimau yang mengikuti perjalanan mereka.
            Yang tersisa hanyalah Pak Haji, Wak Katok, Sanip dan Buyung. Wak Katok marah, ia tidak senang setelah Pak Balam di masa kritisnya sebelum meninggal, ia menceritakan segala dosa-dosanya yang terdahulu kepada teman-temannya. Mulai dari situ terbongkarlah sosok Wak Katok yang sesungguhnya. Selama ini ia berpura-pura menjadi orang yang ahli silat, ia juga sebenarnya dukun palsu. Ia berniat untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan modal senapan miliknya. Sampai akhirnya terjadi pertikaian di antara mereka dan jatuhlah korban. Pak Haji meninggal setelah di tembak Wak Katok dengan senapan miliknya.
          Dari kejadian itu Buyung dan Sanip mengatur strategi untuk bisa mengambil senapan itu dari tangan Wak Katok. Diikatnya Wak Katok dan ia dijadikan umpan agar harimau itu dapat Buyung bunuh. Sebelum meninggal, Pak Haji pernah berkata bahwa  “Bunuhlah lebih dahulu harimau dalam hatimu dan percayalah pada Tuhan”. Kata-kata itu menyadarkan Buyung bahwa ia harus percaya adanya Tuhan yang selalu melindungi dan jangan menaruh dendam pada orang lain. Dengan senapan yang berhasil di ambil dari tangan Wak Katok, Buyung akhirnya berhasil menembak mati harimau itu sebelum ia menyerang Wak Katok. Buyung dan sanip bahagia, mereka telah berhasil menembak mati harimau yang telah menyebabkan hidup mereka menjadi tidak tenang dalam perjalanan dan telah menjatuhkan korban yang tak lain kawan-kawannya yang telah meninggal dunia.

            Buku ini bertemakan penyesalan akan kesalahan di masa lalu dan mengenai masalah tahayul, ilmu magis, yang berkembang pada masyarakat Indonesia di masanya. Tetapi kita harus sadar bahwa kuasa tuhan adalah segala – galanya, dan mutlak adanya. Penokohan pada cerita ini :
1. Pak Haji Rakhmad berwatakan realistis dan taat pada tuhan
2. Wak Katok berwatakan pemaksa, penipu, dan orang bermuka 2
3. Buyung, dia merupakan murid Wak Katok yang panadai dalam bersilat,
    dan berwatakan baik hati, suka menolong, serta pandai
4. Sanip berwatakan jujur, apa adanya, tetapi suka mencuri
5. Pak Balam, dia merupakan orang yang jujur dan pasrah pada tuhan
6. Sutan, dia juga merupakan murid Wak Katok, yang suka menyindir, dan mencuri
7. Talib berwatakan suka mencuri, dan keras kepala
8. Wak Hitam, dia merupakan maha guru dari Wak Katok, dia memiliki watak suka
    mengeluh, kejam, dan ingin menguasai segalanya
9. Siti Rubiah, dia merupakan istri muda Wak Hitam, dan Siti Rubiah suka malamun,
    dan kurang berani dalam mengambil keputusan.

Adapun alur yang terdapat dalam novel Harimau ! Harimau ! adalah alur maju (progresif), hal ini dikarenakan cerita menceritakan kejadian dari awal sampai akhir tanpa adanya unsur kejadian masa lampau.
Kelebihan buku :
Cover novel ini bagus, dengan perpaduan warna orange dan hitam  serta gambar seekor harimau dan seseorang yang sedang memegang senapan. Dari sini pembaca dapat merasakan bahwa cerita dalam novel ini pasti penuh dengan ketegangan. Selain itu gaya bahasa yang digunakan juga mudah dipahami oleh pembaca.
Kekurangan buku:
 Terdapat kata-kata yang kasar dalam novel ini. Dimana kata-kata itu muncul saat konflik yang terjadi antar tokoh, contohnya seperti kata “bangsat”. Terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan pornografi, sehingga dari sini dapat diketahui bahwa novel ini di tujukan untuk orang dewasa. Selain itu juga terdapat beberapa kata-kata yang salah ketik  dan beberapa kalimat yang tidak sesuai dengan EYD dalam novel ini. Akhir cerita dalam novel ini tidak jelas, seolah-olah ceritanya masih bersambung.


              Diulas Oleh : Arya Aditama
                                 VIII.9 / 04

PRAMOEDYA ANANTA TOER DARI DEKAT SEKALI, CATATAN PRIBADI DARI KOESALAH SOEBAGYO TOER

Judul                : Pramoedya Ananta Toer dari dekat sekali
Pengarang        : Koesalah Soebagyo Toer
Penerbit            : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun terbit      : Cetakan pertama, juli 2006
Tebal halaman  : XVI, 266 halaman

Novel ini adalah salah satu dari beberapa karya Koesalah Soebagyo Toer, novel yang menceritakan tentang kehidupan sang Maestro Indonesia yaitu Pramoedya Ananta Toer. Novel ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta seni yaitu sastra, karena novel ini bercerita tentang Pramoedya Ananta Toer yang namanya dikenal banyak orang melalui karya karyanya yang sangat bagus. Novel yang menceritakan tentang Pramoedya Ananta Toer ini memiliki 3bagian, yaitu bagian yang pertama menceritakan Pramoedya A. Toer pada tahun 1981-1986, lalu bagian yang kedua menceritakan pada tahun 1987-1992, dan yang terakhir bagian ke tiga, yaitu tahun 1992-2006.
Pada bagian pertama, menceritakan tentang Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan rasa sakitnya dan beliau menceritakan bahwa dia bisa 8kali tidur dalam sehari, saat akan diantar ke dokter, PAT selalu menolak, karena beliau tidak mau, dan beliau merasa bisa mengobati dirinya sendiri, lalu pada bulan juli 1983 saat lebaran, beliau bersama keluarganya yang kebetulan ada di Jakarta, beliau bersama keluarganya berlebaran bersama, dan beliau juga mengeluhkan manusia yang ada di Jakarta pada saat itu. Kemudian beliau mengurus surat-surat tanah yang diwariskan oleh bapaknya beserta sekolahnya, lalu berbincang bincang dengan Koesalah Soebagyo Toer. Sampai dengan saat wartawan Jepang menelponnya untuk mengusulkan menjadi calon Asia untuk Nobel.
Pada bagian kedua, bercerita tentang beliau yang mengidap diabetes dan berat badannya turun hingga 12 kg, lalu Koesalah Soebagyo Toer memberitahu untuk diberi daun salam secara teratur, tetapi beliau membantah karena berpendapat bahwa pankreas yang bocor tidak bisa ditambal dengan obat, lalu pada 21 Mei 1987 beliau mengeluhkan beberapa menjadi beban baginya, yaitu yang pertama adalah masalah ekonomi pada keluarganya, lalu anak anaknya, dan yang terakhir adalah umurnya yang sudah menginjak usia tua, jadi tidak bisa bekerja sekuat saat dulu masih muda, lalu ada suatu momen saat Koesalah Soebagyo Toer menyarankan Pramoedya Ananta Toer untuk mengobati diabetesnya dengan cara yang tradisional, yaitu pergi ke dukun, tapi Pramoedya Ananta Toer tidak mau dan menyepelekannya, karena menganggap diabetes itu bukan penyakit dan tidak ada obatnya, tetapi diabetes adalah kebocoran, dan kebocoran tidak ada obatnya.
Pada bagian yang ketiga, ada suatu momen saat Pramoedya Ananta Toer menjenguk bapaknya, saat itu juga Koesalah Soebagyo Toer pertama kali melihat beliau merokok, dan jari jari Pramoedya Ananta Toer sampai mencoklat, perjalanan penuh tekad untuk menjenguk bapaknya yang sudah sangat sakit keras, dan itu tertulis dalam novel beliau yang berjudul "bukan pasar malam", yang setiap Koesalah Soebagyo Toer membacanya tidak dapat membendung air matanya karena ia lah yang menjadi saksi saat bapaknya menghembuskan nafas terakhirnya.
Novel ini menceritakan tentang perjalanan seorang Pramoedya Ananta Toer dari semasa hidupnya hingga akhir hayatnya, disini Pramoedya Ananta Toer adalah tokoh utama dari novel karya Koesalah Soebagyo Toer ini, Tokoh tokoh lain yang ada di novel ini adalah keluarga besar Pramoedya Ananta Toer. Alur novel ini sangat bagus hingga dapat memberikan kebahagiaan tersendiri bagi pecinta sastra.
Kelebihan yang ada di novel ini adalah ceritanya yang bagus dan enak untuk membacanya karena berisi cerita tentang perjalanan hidup sang Pramoedya Ananta Toer, yang membuat penyuka karya karyanya dapat mengetahui kehidupan Pramoedya Ananta Toer. Kekurangan dari novel ini adalah bahasanya, karena terdapat bahasa yang susah dimengerti dan beberapa kata kata kasar di dalam novel ini. Kelebihan yang lainnya adalah novel ini memiliki daya tarik tersendiri sehingga banyak digemari oleh banyak orang dan juga novel ini tidak ada batasan usianya jadi dapat dibaca oleh seluruh kalangan.

Oleh Miko Putra Wijaya VIII.9 /15

Para Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer: Kelamnya Indonesia Pada Masa Lalu, Karya Pramoedya Ananta Toer


Para Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer: Kelamnya Indonesia Pada Masa Lalu, Karya Pramoedya Ananta Toer








Judul: “Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer”
Pengarang: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun terbit: Cetakan Ketigabelas, Juni 2018
Tebal buku: 248 halaman

            Novel Perawan Remaja Dalam Cengkraman Militer merupakan salah satu karya dari Pramoedya Ananta Toer yang juga merupakan novel kelimanya yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Deperti beberapa novel Pramoedya yang lain, novel ini menunjukkan beberapa kekelaman Indonesia pada masa lalu. Buku ini menceritakan tentang susahnya kehidupan para perawan Indonesia di masa penjajahan jepang yang dijadikan budak pemuas nafsu oleh para serdadu Jepang. Novel ini memiliki 8 bab yang semuanya berisi tentang kesedihan, kekelaman, dan menakutkannya Bangsa Indonesia pada masa penjajahan khususnya pada masa penjajahan Jepang.

            Tahun 1943-1945 pada masa Perang Dunia II dan juga masa penjajahan jepang ke Indoesia menyebabkan keterpurukan dan kesengsaraan pada para warga Indonesia makin bertambah. Kerja paksa (romusha) menjadi salah satu penyebabnya. Tak hanya para orang dewasa yang menderita karena hal itu, para pemuda di Indonesia khususnya para perawan remaja yang masih berumur kisaran muda . Akan tetapi, para pemerintah Dai Nippon sendiri memberi sayup-sayup akan menyekolahkan para perawan remaja dari Indonesia ke Tokyo, Jepang dan Shonanto, Singapura. Banyak para perawan yang diambil  langsung dari tangan orang tua mereka ada yang memang karena paksaan jepang yang akan memberikan hukuman berat jika para orang tua tidak memberikan para putrinya yang masih remaja dan perawan, dan juga ada yang dengan bahagia menyerahkan putrinya karena mereka benar-benar percaya dengan janji manis tersebut. Desas-desus tersebut menyebar bukan dari Osamu Serei (Surat Negara), melainkan dari mulut ke mulut yang tentu saja dengan cepat akan menyebar ke semua kalangan masyarakat.

            Pramoedya juga menjelaskan beberapa perawan dari beberapa kota yang dapat ia sebutkan seperti, Rr.S., dari Kampung Macanan, Prambanan, M., dari Kecamatan Mejaba, Kudus, A, dari Losari Timur, Brebes. Banyak para perawan yang mati dalam penderitaan pada saat pengangkutan maupun tidak. Penderitaan tersebut tak hanya satu, tapi bermacam-macam. Dan sungguh sungguh tidak manusiawi, kecuali bagi para serdadu Jepang. Setelah mereka mengetahui bahwa Jepang telah menyerah, mereka sangat ingin untuk pulang kembali ke kampung halaman. Akan tetapi, beban moral yang berat karena pengalaman yang buruk menjadi salah satu pengambat. Selain mereka yang tinggal disana, ada beberapa perawan yang berhasil lolos dan pulang ke kampug halaman dengan selamat. Salah satu dari mereka pulang dengan cara yaitu pamannya yang menjadi perajurit sekutu menemukannya dan membawanya kembali ke Jawa. Meskipun sebagian besar orang Jepang adalah orang yang kejam, ada beberapa warga jepang yang baik dan ikhlas membantu masyarakat Indonesia. Contohnya saja Laksmana Maeda yang sagat berjasa dalam membantu kemerdekaan Indonesia.

            Dilepas dari kandang yang terbakar, itulah perumpamaan yang cocok bagi para perawan yang mendengar kkalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Tetapi beban untuk pulang dan lamanya waktu yang telah berjalan tersebut lah yang membuat mereka seperti orang buangan, bahkan mungkin keluarganya sudah melupakannya dan menganggapnya mati. Pada wawancara Sutikno W.S. dengan A.T. Kadir, 1978 A.T. Kadir pernah sempat bertemu dengan Sukini pada saat ia masih bocah. Rombongan gadis itu ditempatkan di hotel militer di Makassar. Lalu, wawancara pada Sukarno Martodiharjo, 1978 Setrlah Kapal Suramaru no. 36 berlabuh di Bangkok, Singapura. Salah satu dari mereka mengemukakan bahwa mereka hanyalah para pemuas nafsu para serdadu Nippon. Bukan hanya gadis dari Indonesia saja yang dikorbankan, melainkan juga gadis-gadis dari Filipina dan dan Jepang sendiri juga mengalami hal yang sama. Setelah Jepang bertekuk lutut, gadis-gadis itu laksana anak ayam kehilangan induk, ingin pulang namun tak tahu jalan, dan tak ada uang.

            Pramoedya Ananta Toer pun memiliki pengalamannya sendiri. Pada 16 Agustus 1969, ia beserta 800 orang yang lain meninggalkan pelabuhan Sodong ke Teluk Kayeli, dan disitu ia mendengar cerita dari Rodius Susanto. Disana ia telah bertemu dengan beberapa warga disana, sekilas ia melihat seorang wanita yang terlihat seperti orang yang bukan asli sana, tampangnya berbeda dan benar saja setelah ia berbincang bincang dengan orang tersebut, ia bukanla orang asli situ, tapi merupakan orang asli Jawa. Umurnya kisaran 50 tahun sekilas, ia berpikir bahwa orang itu merupakan wanita buangan pada masa penjajahan Jepang, dan benar saja ia adalah salah satu dari sekian banyak buangan pada masa penjajahan Jepang. Tidak hanya ia seorang, banyak para buangan yang hidup dan besar disana karena tak tau arah untuk pulang.

            Setelah 2 bulan disana, ia mengenal Siti F. ia berbeda dari orang-orang Alfuru (suku asli pulau tersebut) dan ia sebenarnya merupakan salah satu dari buangan-buangan yang hidup di sana. Sewaktu waktu Saroni berbincang dengan Siti F. Disana Siti F. mulai menceritakan dari waktu saat orang tuanya melepaskannya ke cengkraman Jepang, penderitaannya di tangan serdadu Jepang, sampai ia yang terbuang besar di pulau ini. Disana ia mendapat data bahwa Siti F. lahir pada 1927, anak Asisten Wedana Subang, Singadikarta. Dan ia sekarang hidup dengan kedua anaknya yang ditinggal ayah tercintanya meninggal.

            Dan yang terakhir, buku ini tidak akan menarik jika bab terakhir ini dihilangkan, Pencarian Ibu Mulyati dari Klaten yang terdampar di Pulau Buru. Bab inilah yag membuat kita akan selalu penasaran akan kelanjutannya, ya cerita tentang Ibu Mulyati. Pramoedya berhasil meracik novel ini menjadi sangat baik, dan membuat penasaran para pembaca. Tidak hanya dari sudut pandang itu, Pramoedya berhasil membuat para pembaca tertarik emosinya dan dap mengingat bahwa kebahagiaan kita di hari ini takkan ada tanpa penderitaan para pendahulu.

            Kekurangan dari buku ini adalah, adanya kata-kata langsung yang terlihat terlalu vulgar dan adanya percakapan yang menggunakan Bahasa Buru yang tidak diterjemahkan yang membuat novel ini sulit untuk dibaca. Dan kesulitan untuk memahami bacaan dalam novel ini yang membuat novel ini sendiri sulit untuk dipahami sekali baca untuk sebagian besar pembaca bahkan, beberapa pembaca pun sulit untuk memahami bacaan tersebut dengan 2 kali bacaan, terkadang mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk memahaminya. Buku ini juga menceritakan tentang kekelaman Indonesia di masa dahulu yang membuat kita sendiri sulit untuk melupakan sisi buruk dari negara kita yang tercinta ini.


Oleh: Tualang Noer Carstenza, VIII.9/22
           

PERUBAHAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI "DI KAKI BUKIT CIBALAK" - Karya Ahmad Tohari







Judul                   : Di Kaki Bukit Cibalak
Pengarang         : Ahmad Tohari
Penerbit             : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit      : 1994
Tebal halaman  : 176 halaman

          Novel Di Kaki Bukit Cibalak merupakan novel terbaik setelah Novel Ronggeng Dukuh Paruk ciptaan Ahmad Tohari. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1994. Novel ini memfokuskan pada sifat pemuda asal Tanggir yang memiliki kepribadian mencolok.

Feodalisme Jawa yang Tak Berperi dalam "Gadis Pantai'' Karya Pramoedya Ananta Toer



FEODALISME JAWA YANG TAK BERPERI DALAM "GADIS PANTAI" ~PRAMOEDYA ANANTA TOER~ 

 Judul Roman         : Gadis Pantai
 Pengarang            : Pramoedya
                                   Ananta Toer
 Penerbit                 : Lentera Dipantara
 Jumlah Halaman  : ±280 halaman
 Tahun Terbit         : 2003
 Kategori Roman   : Sejarah


     Roman Gadis Pantai merupakan salah satu roman yang dikarang oleh Pramoedya Ananta Toer yang merupakan pengarang yang melegenda. Roman Gadis Pantai mengisahkan seorang gadis berusia empat belas tahun yang dinikahkan dengan seorang pembesar. Roman ini merupakan roman yang

Kasih sayang pada orang tua dalam (Bukan Pasar Malam) karya Pramoedya Ananta Toer

Judul : Bukan Pasar Malam
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit :Lentera Dipantara
Tahun terbit : 2004
Tebal halaman : 112 halaman
Bukan Pasar Malam merupakan sebuah roman karangan Pramoedya Ananta Toer yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1951 oleh Balai Pustaka. Oleh sebagian pembaca, Bukan Pasar Malam,sering disimpulkan sebagai novel yang bernuansa religius serta mistik. Dan di samping itu seorang pejuang kemerdekaan telah rela berkorban hingga bersakit sakit.

Saat itu sang ayah mengirim surat kepada sang anak yang saat itu tinggal di Jakarta untuk kembali ke Blora kediaman ayah dan keluarganya. Selama perjalanan pulang ke Blora menggunakan transportasi kereta, pemuda tersebut didampingi oleh istrinya yang keturunan pasundan, ia gadis yang cantik namun cerewet, mereka baru menikah setengah tahun yang lalu. Selama perjalanan di kereta itu sang pemuda mencoba memerkenalkan keindahan daerah asalnya kepada istri terkasih. hingga akhirnya pemuda tersebut tiba di kampung halaman dan bertemu sang ayah tercinta yang tergolek lemah tak berdaya karena TBC.

Sang anak pun bertemu ayahnya di pembaringan rumah sakit, saat bertemu tangis haru menyelimuti mereka. Pemuda tersebut merasa miris melihat ayahnya yang dahulu berdiri kokoh sebagai seorang pemimpin perang gerilya yang cerdik, seorang guru yang hebat, dan seorang politikus pro rakyat yang ulung kini menjadi sesosok makhluk tak berdaya dengan TBC yang menggerogotinya. Sang anak ingin membawa ayahnya ke dokter spesialis namun terkendala oleh keuangan keluarga yang tidak mendukung. Saat saat seperti itulah keakraban antara ayah dan anak yang telah lama terpisah mulai kembali terjalin, begitu pula keakraban antara sang pemuda dengan adik-adiknya juga kembali dieratkan oleh suasana dan keadaan. Namun tiba tiba sang istri meminta pemuda tersebut untuk kembali ke Jakarta dengan alasan keuangan yang memprihatinkan. Pemuda tersebut mengiyakan permintaan sang istri terkasih, akhirnya pemuda tersebut mengutarakan keinginan untuk kembali ke Jakarta kepada sang ayah, namun sang ayah menolak dengan halus dan meminta waktu seminggu lagi agar anaknya tersebut sudi menemaninya.

Waktu berjalan penuh dengan keakrabang ayah dan anak. Tanpa mereka sadari, satu minggu terlewati sudah, namun akhirnya sang anak malah tidak ingin beranjak pergi karena ia merasa memiliki kewajiban untuk menemani ayahnya yang tergolek lemah tak berdaya, maklum saja ia merupakan anak pertama dalam keluarga mereka. Kejadian yang tak diinginkan akhirnya terjadi juga, sang ayah meninggal dunia setelah dia dibawa pulang ke rumah oleh anak-anaknya. Tangis pilu tak terhindarkan, suasana hening menyelimuti keluarga mereka, rumah yang terlihat memprihatinkan turut menghiasi kesedihan mereka setelah ditinggal pergi orang tua tunggalnya. 

Setelah kepergian sang ayah pemuda mendapatkan banyak pembelajaran, hingga akhirnya ia menyadari bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah seperti pasar malam, berduyun-duyun datang dan berduyun-duyun pula kembali, melainkan mereka menanti kepergiannya dengan segala hal yang masih dapat mereka lakukan.

 Roman ini mengajak para pembacanya untuk selalu ingat pada orang tua. Karena orang tualah yang pertama kali merawat kita dan membesarkan kita. Roman ini mudah dicari di toko buku terdekat. Isinya sangat menarik membuat para pembaca ketagihan untuk membaca lagi.

Drama Mangir: Karya yang mengilhami pemerintahan sekarang karya Pramoedya Ananta Toer

Judul: Drama Mangir
Pengarang: Pramodeya Ananta Toer
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit: 2015
Tebal halaman: 163 halaman

Gadis Pantai : Semua Tunduk Pada Penguasa Karya Pramoedya Ananta Toer





Gadis Pantai : Semua Tunduk Pada Penguasa


Judul                           : Gadis Pantai
Pengarang                   : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit                       : Lentera Dipantara
Terbitan Pertama      : 1987
Jumlah Halaman       : 280






            Roman karya pengarang legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Gadis Pantai ini merupakan karya yang tidak terselesaikan (unfinished story). Buku ini pada awalnya terdiri dari tiga trilogi utuh, namun kedua lanjutannya telah hilang di bawah kekerasan kekuasaan angkatan darat. Seperti kebanyakan dari karya Pram yang berisi mengenai isu feodalisme, kesenjangan sosial, perbedaan kasta, pertentangan status dan isu-isu sosial. Buku ini mengambil isu feodalisme jawa yang dianggapnya terlalu kejam. Buku ini terinspirasi dari kisah neneknya sendiri.

             Gadis Pantai mengisahkan tentang seorang kehidupan seorang gadis remaja yang berasal dari perkampungan di pesisir pantai yang dinikahkan dengan seorang pembesar dari kota. Kisahnya bermula dari seorang pembesar yang melamarnya, orang tuanya langsung merestuinya karena ingin anaknya hidup terjamin bila menjadi istri Bendoro tanpa memikirkan perasaan anaknya yang masih tidak rela untuk melepaskan masa kanak-kanaknya dan menjadi seorang istri. Pernikahan ini tidak seperti biasanya karena sang Bendoro tidak menikah secara langsung dengan gadis pantai namun sang Bendoro diwakilkan oleh keris.

Kemudian kisahnya berlanjut menceritakan bagaimana gadis pantai harus menyesuaikan diri dengan kehidupan penuh kemewahan dan tata krama. Dalam kehidupannya menjadi istri Bendoro ia selalu diajari oleh pelayan tua yang menemaninya setiap saat. Hal ini membuatnya menyayangi sang pelayan yang ia anggap sebagai ibunya sendiri. Ia diwajibkan melaksanakan perintah Bendoro (suaminya) tanpa membantah, mendapat penghormatan dari semua pelayan, tidak diperkenankan untuk melakukan pekerjaan yang biasa ia lakukan di kampungnya karena sebagai wanita utama yang boleh dilakukan hanya memerintah bila ia menginginkan sesuatu, bahkan kedudukannya berada di atas orang tuanya.

Dua tahun berjalan, ia menjadi terbiasa dengan segala sesuatu yang ada di rumah itu. Hingga suatu hari uangnya hilang. Gadis pantai mencurigai kerabat Bendoro mengambil uangnya saat kamarnya dibersihkan namun ia tak berani mengadukannya. Hal ini membuat sang pelayan tua membelanya dan langsung menuduh para kerabat Bendoro tersebut. Pada akhirnya sang Bendoro tahu dan ia mengusir kerabatnya karena telah berani mencuri sekaligus pelayan tua karena telah lancang menuduh kerabat jauhnya. Kepergian pelayan membuat Gadis pantai merasa sendiri ditambah kehadiran Mardinah (kerabat jauh Bendoro) yang juga berasal dari kalangan bangsawan menggantikan pelayan tua membuat Gadis pantai semakin tertekan. Karena Mardinah membuatnya sadar bahwa seorang Bendoro tidak dikatakan telah menikah alias masih perjaka bila menikah hanya dengan seseorang dari kalangan rendah atau orang kebanyakan, ia baru dikatakan telah menikah bila ia menikah dengan seseorang yang sederajat dengannya.

Suatu hari Gadis Pantai meminta ijin Bendoro untuk pulang ke kampungnya menengok orang tuanya, karena sudah dua tahun mereka tidak bertemu. Anehnya Bendoro langsung mengijinkannya dengan membawakan berbagai macam oleh-oleh untuk masyarakat di desa. Gadis pantai ditemani dengan Mardinah berangkat ke desa. Di desa mereka disambut oleh seluruh warga desa, semuanya bergembira menyambut kedatangan salah satu orang dari mereka yang kini menjadi istri pembesar. Karena tak tahan tinggal di kampung Mardinah pun kembali ke kota.

Semua hingar bingar yang terjadi, berbalik 180 derajat, ketika gadis pantai menyadari bahwa seseorang yang memijatinya, Mak Pin, adalah laki-laki yang merupakan saudara Mardinah bernama Mardikun. Semuanya semakin aneh saat Mardinah kembali dengan membawa banyak pengawal, dan berkata bahwa ia diutus Bendoro untuk membawa Gadis Pantai kembali, namun Mardinah tidak mampu membuktikan bahwa ia diutus. Karena curiga, Bapak Gadis Pantai tidak langsung mengijinkan Gadis Pantai pulang. Dan benar saja, kecurigaan bapak bukan tanpa sebab. Mardinah terbukti datang untuk membunuh Gadis Pantai ia mengakui bahwa ia disuruh untuk membunuh Gadis Pantai oleh majikannya di Demak dengan imbalan dijadikan istri ke-5 Majikan Demak.