TSUNAMI
Tsunami
merupakan rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan sangat
tinggi, hingga lebih 900 km/jam. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, yaitu
“tsu” yang berarti pelabuhan dan “nami” yang berarti gelombang laut. Jadi, jika
diterjemahkan secara langsung, berarti gelombang laut di pelabuhan. Sedangkan,
ilmuwan mengartikannya sebagai “gelombang pasang” (tidal wave) atau gelombang
laut akibat gempa (seismic sea waves).
Penyebab tsunami yang paling utama
adalah terjadinya gempa bumi di dasar laut. Adapula tsunami yang disebabkan
oleh tanah longsor, letusan gunung api dasar laut, dan jatuhnya meteor, namun
hal ini jarang terjadi. Pembentukan tsunami akibat gempa bumi di dasar laut
terjadi saat permukaan dasar laut naik turun di sepanjang patahan selama gempa
berlangsung. Patahan tersebut mengakibatkan terganggunya keseimbangan air laut.
Patahan yang besar akan menghasilkan tenaga gelombang yang besar pula. Beberapa
saat setelah terjadi gempa, air lalu surut. Setelah surut, air laut kembali ke
arah daratan dalam bentuk gelombang besar. Namun tidak semua gempa bumi
mengakibatkan terbentuknya tsunami. Syarat terjadinya tsunami akibat gempa bumi
yaitu gempa di dasar laut dengan kedalaman pusat kurang dari 70 km.
Selain itu, pembentukan tsunami juga
disebabkan oleh letusan gunung merapi di dasar lautan. Letusan tersebut
menyebabkan tingginya pergerakan air laut atau perairan disekitarnya. Semakin
besar tsunami, makin besar pula banjir atau kerusakan yang terjadi saat
menghantam pantai. Contoh tsunami akibat letusan gunung berapi terjadi pada
tahun 1883. Pada saat itu, letusan Gunung Krakatau di Indonesia mengakibatkan
tsunami yang sangat dahsyat. Saat gelombang tsunami menghantam Pantai Lampung
dan Banten, ribuan kapal hancur dan banyak pulau kecil yang tenggelam.
Gelombang tsunami setinggi 40 m yang diakibatkan Gunung Krakatau menghancurkan
ratusan kampung dan menewaskan lebih dari 36.000 jiwa.
Selain itu, ada juga contoh tsunami
akibat tanah longsor yang terjadi di Alaska pada tahun 1958. Pada saat itu,
sekitar 81 juta ton es dan batuan jatuh ke Teluk Lituya. Longsoran tersebut
terjadi akibat guncangan gempa bumi. Gelombang tsunami yang terbentuk akibat
longsoran ini menjalar cepat sepanjang teluk. Tinggi gelombangnya mencapai
350-500 m saat melanda lereng gunung dan menyapu pepohonan. Ajaibnya, hanya dua
orang pemancing ikan yang tewas.
Seperti pada bencana alam secara
umumnya, tsunami juga memiliki tanda tanda khas yang sebenarnya dapat
dipelajari sehingga akan meminimalisir jatuhnya korban jiwa. Ada tanda-tanda
yang sangat jelas namun ada pula yang samar. Tanda yang sangat jelas merupakan
indikator utama yang apabila muncul sudah dapat dipastikan bencana tsunami akan
segera datang. Tanda-tanda awal yang sering terjadi sebelum datangnya tsunami, yaitu
diawali dengan terjadinya gempa bumi. Pemicu awal sebelum terjadinya tsunami
adalah terjadinya gempa besar terutama di sekitar pantai dan laut. Minimal
kekuatan gempa sebesar 6.5 SR baru dapat dikategorikan sebagai tanda awal.
Namun jika gempa bumi skala kecil maka tidak perlu dihiraukan karena tidak akan
menimbulkan tsunami.
Tanda kedua yang sering terjadi
sebelum datangnya tsunami adalah air laut yang tiba-tiba surut. Tanda ini merupakan tanda yang paling jelas sebelum
terjadinya tsunami. Jika terjadi kejadian seperti ini, segera lakukan evakuasi
secepatnya karena tidak lama setelah tanda ini, kemungkinan akan terjadi
tsunami. Semakin jauh surutnya, maka biasa nya akan semakin kuat dan besar
tsunami yang dihasilkan, meskipun surutnya air laut tidak selalu berkaitan
dengan bahaya tsunami namun, perlu diwaspadai supaya tidak jatuh banyak korban
jiwa. Sebenarnya yang menyebabkan air laut surut karena, sesaat sebelum
munculnya gelombang tsunami, permukaan laut turun secara mendadak yang
disebabkan oleh gempa bumi, longsor dan faktor lain, sehingga terdapat
kekosongan ruang dan menyebabkan air laut pantai tertarik dan ketika gelombang
tsunami sudah tercipta, maka akan kembali ke pantai dengan gelombang yang
besar.
Tanda yang ketiga adalah tanda-tanda
alam yang tidak biasa seperti gerakan angin yang tidak biasa, perilaku hewan-
hewan yang aneh, misalnya kelelawar yang biasanya tidur di siang hari tiba-tiba
terlihat aktif pada 30 menit sebelum terjadinya tsunami. Burung- burung yang
terbang bergerombol yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Dan juga ikan oar
yang tiba-tiba terdampar di tepi pantai, ikan oar diduga bisa mendeteksi
tsunami karena hidup di dasar laut di kedalaman 5.000 m. Begitu juga perilaku
hewan hewan darat yang gelisah seperti yang terjadi di Thailand dimana sekitar
satu jam sebelum tsunami menghantam negara tersebut, gajah gajah berlarian
menuju bukit untuk menyelamatkan diri.
Tanda yang keempat adalah terdengar
suara gemuruh. Menurut pengakuan saksi mata kejadian tsunami di Aceh tahun 2004
silam, sesaat sebelum datangnya gelombang tsunami terdengar suara gemuruh keras
seperti kereta yang mengangkut barang. Ada juga yang mengatakan terdengar suara
ledakan kecil dari kejauhan secara berulang ulang dan angin yang berhembus
tidak biasa.
Manusia memikirkan banyak cara untuk
mengetahui kedatangan bahaya lebih awal. Cara-cara tersebut dikenal dengan nama
sistem peringatan dini, termasuk sistem peringatan dini tsunami Sistem
peringatan dini tsunami dapat dibagi menjadi 2, yaitu sistem peringatan secara
alami dan sistem peringatan buatan manusia. Sistem peringatan dini secara alami
misalnya melalui alam, termasuk perilaku hewan-hewan yang tak biasa menjelang
terjadinya bencana.
Adapun sistem peringatan buatan
manusia misalnya alat-alat canggih yang digunakan untuk mendeteksi kedatangan
bencana. Sistem peringatan buatan manusia dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
peringatan dini regional dan peringatan dini internasional. Kedua jenis peringatan tersebut menggunakan
fakta bahwa tsunami bergerak dengan laju sekitar 500 km/jam di laut lepas. Alat
pengamat ditempatkan di dasar laut untuk melihat gelombang tsunami di laut
lepas. Letak alat pengamat tersebut diusahakan sejauh mungkin dari garis pantai
agar peringatan yang diterima menjadi jauh lebih dini.
Sistem peringatan dini Pasifik
dibangun pada tahun 1996 untuk memberikan informasi bencana tsunami kepada 26
negara di Pasifik. Sensor yang berada di dasar laut bertugas mengukur tekanan
dan bobot air. Ketika gelombang tsunami melintasi sensor, volume air yang lebih
dari biasanya itu akan meningkatkan tekanan pada alat sensor. Sensor segera
memberi tahu pelampung yang mengapung di permukaan air. Pelampung memberikan
informasi ke pusat peringatan dini mengenai adanya gelombang tsunami yang
bergerak. Petugas di pusat informasi segera menyebarkan informasi ini ke
sejumlah tempat atau Negara yang terancam terjadi tsunami.
Jepang sebagai negara yang sering
didera gempa bumi mengembangkan sistem sensor gempa bumi dengan menghabiskan
sebesar 20 juta dolar AS untuk sistem 300 sensor gempa bumi yang dapat
menyajikan informasi tepat waktu ke pusat peringatan dengan menggunakan
satelit. Meskipun alat tersebut canggih, namun sebenarnya tidak ada sistem yang
dapat melindungi manusia dari bencana tsunami yang bisa terjadi tiba-tiba.
Hingga saat ini, peringatan dini tsunami belum pernah menyelamatkan seorang pun
dari bencana tsunami mendadak. Peringatan dini tsunami masih dapat berkerja
efektif jika jarak pusat gempa sangat jauh. Hal ini dikarenakan peringatan
tersebut dapat memberikan kesempatan bagi para penduduk untuk melakukan
evakuasi.
Sejarah telah mencatat beberapa
peristiwa tsunami terdahsyat sepanjang zaman selain tsunami Krakatau. Di
antaranya adalah tsunami Jepang, tsunami Lisboa, tsunami Italia, dan tsunami
Aceh. Tsunami Jepang terjadi pada tahun 2011 di Semenanjung Oshika. Gempa bumi
menimbulkan gelombang tsunami setinggi 10 meter, korban tewas akibat tsunami
tersebut sekitar 18 ribu jiwa. Dan pada tahun 2004 di Aceh, terjadi tsunami
yang sangat dahsyat. Gempa bumi yang terjadi mengakibatkan tsunami hingga ke
beberapa negara tetangga, yaitu Maladewa dan Srilangka merupakan wilayah yang
paling parah terkena tsunami selain Aceh.
Tsunami memang telah menjadi salah
satu bencana yang menyebabkan kerusakan besar bagi manusia. Kerusakan terbesar
terjadi saat tsunami tersebut menghantam permukiman penduduk sehingga menyeret
apa saja yang dilaluinya, antara lain mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit. Korban jiwa ini diakibatkan karena
hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Selain
korban jiwa, tsunami juga berdampak negatif terhadap bangunan, tumbuh-tumbuhan,
maupun pencemaran lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Oleh sebab
itu, kita harus selalu waspada dan mempersiapkan diri menghadapi bencana ini
dengan adanya pengenalan dan penanggulangan tsunami yang dapat berupa
peringatan dini tsunami yaitu sistem peringatan dini secara alami ataupun
sistem peringatan dini buatan manusia. Meskipun alat peringatan dini buatan
manusia tersebut canggih, namun sebenarnya tidak ada sistem yang dapat
melindungi manusia dari bencana tsunami yang bisa terjadi tiba-tiba. Namun,
kita tidak perlu terlalu khawatir karena tidak semua tsunami membentuk
gelombang besar. Selain itu, tidak semua letusan gunung merapi atau gempa yang
terjadi diikuti dengan tsunami.
Nama : Ananda Savira Tri Octaviani
Kelas : 8.9
No Absen : 03
Tidak ada komentar:
Posting Komentar